webnovel

Mengidam 2

Setelah habis satu bungkus yang tidak pedas, aku membuka bungkusan ke dua. Aditya menatapku tidak percaya karena makan banyak dan dia hanya menggelengkan kepalanya. Sudah setengahnya aku makan, aku merasa kenyang. Mengalihkan pandanganku pada Aditya lalu tersenyum. Sedangkan Aditya melihatku heran.

"Aku kenyang," kataku sambil menyodorkan kebab yang sudah aku makan.

"Enggak kamu habiskan? Ya sudah kalau begitu simpan saja di meja," kata Aditya.

"Aku mau kamu yang menghabiskannya sayang, ayolah."

"Kamu masih saja seperti anak kecil," katanya lalu mengambil kebab yang ada di tanganku.

Aku semringah melihatnya. Dia pun menghabiskan sisa kebab yang aku makan tadi. Aku kira dia bakal tetap menolaknya ternyata tidak. Sepertinya kalau besok aku menginginkan hal lain akan seru sepertinya. Besok mau mengidam apa ya, sementara itu aku bermanja dengannya.

"Mommy," pekik Clarisa yang mengejutkanku.

"Ya sayang, ada apa?" kataku sambil melepas pelukanku pada Aditya.

"Mommy sama daddy belum tidur, Ica enggak mau tidur sendirian," ujar Clarisa.

"Ini Mommy sama daddy mau ke kamar," kataku.

"Daddy lagi makan apa? Kok Ica enggak di kasih?" tanya Clarisa yang melihat Aditya masih mengunyah.

"Daddy hanya makan camilan saja. Ayo kita tidur," kata Aditya.

Clarisa hanya mengangguk lalu kami pergi ke kamar. Begitu sampai kamar, Clarisa langsung terlelap tidur. Aku membalikkan badan kembali memeluk Aditya.

"Manja banget kamu hari ini," ujarnya.

"Katanya boleh apa saja kalau sudah menikah, kamu kan suami aku, ya suka-suka aku mau berbuat apa ke suami selagi itu masih menyenangkanku dan tidak menyakitimu," jawabku.

Aditya menciumku gemas. Aku menahan gerakannya supaya tidak membangunkan Clarisa. Aku tersenyum lalu kembali memeluknya. Tak lama kemudian aku mendengar dengkuran Aditya. Astaga! Ke mana saja aku selama ini? Aku baru mendengar dengkurannya. Membuatku nyaman dan merasa semakin mengantuk.

Keesokan harinya. Meskipun perutku masih rata, Aditya sudah melarangku untuk mengantarkan Clarisa ke sekolah menggunakan motor. Dia sama posesifnya saat aku hamil anak pertama. Akhirnya yang mengantar Clarisa ke sekolah adalah daddynya, yang tidak lain Aditya.

"Mommy Ica berangkat sekolah dulu ya?" pamit Clarisa.

"Iya, salam dulu sama oma dan kakek!" seruku.

Clarisa berjalan pada omanya lebih dulu lalu mencium tangannya. Kemudian dia berjalan ke samping ibu lalu mencium tangan ayah.

"Belajar yang rajin, ya?" ujar ayah.

Aku baru mendengar ayah berbicara seperti itu pada anakku. Aditya mengerutkan keningnya saat mendengarnya. Aditya pun memanggil Clarisa untuk segera pergi. Aku mencium tangan Aditya, lalu melambaikan tangan kepada mereka yang ditanggapi dengan lambaian tangan Clarisa. Ponselku berdering.

"Ya kak, ada apa?" tanyaku.

"Kamu ada uang enggak? Kakak mau pinjam," jawab kak Tyas.

"Untuk apa?"

"Farhan di sekolahnya ada studitour, kakak punya uangnya, cuman kakak butuh takutnya kurang gitu uangnya, makanya minta tolong kamu."

"Butuh berapa memangnya?"

"Lima ratus saja, tahu sendiri keponakanmu itu suka jajan."

"Baiklah, nanti aku bicara dulu sama Adit ..."

"Loh aku kan pinjamnya ke kamu ya pakai uang kamu dong!"

"Iya, tetap saja aku harus bilang pada Aditya."

"Baiklah kasih tahu kakak kalau dibolehkan."

Kak Tyas menutup teleponnya. Aku duduk di ruang tengah depan TV. Aku mengirim pesan pada Aditya untuk meneleponku saat dia sudah berada di kantornya. Ayah dan ibu sedang menonton tv.

"Siapa tadi yang menelepon?" tanya ibu.

"Kak Tyas," jawabku.

Ibu hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian ibu mengajakku untuk berjemur di halaman. Aku mengikutinya. Sampai di halaman rumah, saat sedang menikmati mentari pagi. Aku jadi ingin mendengar suara kentutnya Aditya. Membuka ponsel lali melihat notifikasi, ternyata masih belum ada balasan pesan dari Aditya. Kesal karena Aditya masih belum membuka ponselnya.

"Kenapa kamu Kay?" tanya ibu.

"Oh, tidak bu. Kay masuk dulu ya bu?"

"Iya, ini ibu juga mau masuk."

Aku langsung menuju kamar. Bersiap untuk pergi ke kantornya Aditya. Apa aku alan mengganggu pekerjaannya? Aku tidak tahu jadwalnya hari ini. Tapi dia tidak bilang akan pergi keluar, pasti akan ada di kantornya. Setelah berganti baju. Aku menuruni tangga dengan hati-hati.

"Mau ke mana Kay?" tanya ibu begitu melihatku sudah berbeda kostum dengan yang tadi.

"Aku mau ke kantornya Aditya, bu."

"Minta Bayu yang jemput," sahut ayah.

Aku mengangguk lalu berpamitan dengan mereka. Begitu di halaman rumah, aku membuka ponselku. Ternyata Aditya ada membalas pesanku. Dia memberitahu bahwa dia sudah ada di kantor dan sebentar lagi akan rapat. Aku meneleponnya.

"Ada apa?" tanya Aditya begitu mengangkat telepon dariku.

"Aku ingin ke sana sekarang," ujarku.

"Jangan pakai motornya loh!"

"Enggak sayang. Ini aku menelepon karena ingin memberitahumu."

"Baiklah. Sekitar lima belas menit lagi aku rapat, kamu tunggu saja di ruanganku dan Bayu akan menjemputmu."

"Siap bos. Terima kasih."

Telepon pun ditutup. Beberapa menit kemudian. Bayu datang menggunakan mobil merah milik Aditya. Aku duduk di kursi depan. Tibalah di perusahaan VK. Aku langsung menuju ruangan Aditya. Menunggunya. Karena saat aku tiba di sana, Aditya sudah pergi ke ruang rapat. Dua jam kemudian. Saat aku sudah merasa bosan, Aditya datang. Aku langsung merubah ekspresi wajahku menjadi tersenyum. Dia pun tersenyum melihatku.

"Ada apa tiba-tiba ingin datang ke sini?" tanya Aditya sambil menaruh berkas yang dia bawa di atas mejanya.

"Aku datang karena ingin mendengar suara kentutmu," jawabku.

"Astaga! Memangnya tidak ada hal lain yang lebih penting gitu? Jauh-jauh ke sini hanya ingin mendengar itu?"

"Ya sudah kalau begitu aku ingin mendengar bersinmu."

Aditya melotot melihatku. Tetapi aku malah cengengesan melihatnya. Dia menghela napas panjang lalu duduk di sampingku. Terdengar suara pintu di ketuk. Ternyata bayu datang dengan membawa berkas di tangannya. Saat Aditya akan menandatangani berkas tersebut, Aditya bersin. Aku menahan diri untuk tidak kegirangan di depan orang lain. Aditya melihatku dan aku hanya tersenyum. Dia menandatanganinya kemudian Bayu pun pergi meninggalkan kami.

"Lagi bersinnya lagi!" pekikku kegirangan.

"Lagi, lagi, aku enggak bersin sepertimu yang bersinnya bisa berkali-kali."

"Iya sih, ya sudah kalau begitu sekarang tinggal kentutnya yang belum. Ayo kentut yang!"

"Kalau aku sudah kentut dan kamu mendengarnya? Kamu senang?"

"Tentu saja aku senang."

"Aneh memang istriku ini. Orang lain belanja perawatan atau apa yang bikin senang, kamu hanya mendengar bersin dan kentut saja sudah senang."

Aku hanya tertawa kecil mendengar ocehannya. Aku pun berada di sana menemaninya bekerja. Berkeliling melihat-lihat ruangannya. Sungguh menyenangkan, bahkan ada beberapa buku nonfiksi di ruangannya. Aku memilih buku yang menarik perhatianku. Hingga akhirnya aku mendengar kentutnya. Aku merasa sangat senang. Begitu receh kesenanganku. Aditya hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihatku kegirangan. Kemudian dia pun melanjutkan pekerjaannya dan aku melanjutkan membaca buku.