Tak terasa hari sudah siang. Aku bilang pada Aditya bahwa aku akan pulang saja karena khawatir Clarisa akan mencariku. Aditya ingin mengantarkanku pulang, hanya saja aku menolaknya dan akan pulang menggunakan taksi saja. Menciumnya lalu pergi. Saat keluar dari lift, aku melihat Yudha tengah berdiri menunggu lift terbuka.
"Mau ke atas?" tanyaku.
"Iya," jawabnya.
"Apa ada waktu sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan."
"Tidak usah bicara formal seperti itu, kita kan teman bahkan pernah satu atap."
"Suuttt! Jangan bahas itu, nanti akan ada gosip lagi," dengan tanganku yang di tempelkan di bibir.
Yudha tersenyum lalu menurutiku. Karena aku tidak mau ada gosip baru, maka aku mengajaknya ke kafe depan. Bisa saja pegawai kantor menemukan kita, hanya saja aku tidak ingin orang lain mendengarnya. Setibanya di kafe kami hanya memesan minum dan kentang goreng saja.
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Sepertinya serius," kata Yudha lalu menyeruput kopi.
"Aku ingin membicarakan tentang Sherlin."
Yudha tersedak sampai dia terbatuk-batuk membuatnya jadi pusat perhatian. Aku memberikan air minumku karena aku hanya memesan air mineral biasa. Kemudian Yudha memesan kembali air minum untukku.
"Kenapa kamu membicarakannya?" tanya Yudha.
"Aku hanya ingin tahu kebenarannya. Ceritakan kejadian sebenarnya padaku, bagaimana ceritanya kamu bertemu dengannya dan dekat dengannya?"
"Apa yang kamu dapat jika aku menceritakannya?"
"Aku hanya akan dapat kebenaran dan aku tahu siapa yang sedang mengelabuiku."
Yudha menghela napas panjang. Dia menceritakan saat dia di club karena ajakan temannya kemudian Sherlin menghampiri Yudha dengan keadaan mabuk. Karena memang postur tubuh Yudha hampir sama dengan Aditya. Dan dia bilang bahwa saat berhubungan, Sherlin banyak menyebut nama Aditya.
"Lantas bagaimana kalian dekat hingga jalan-jalan berdua?"
"Saat itu, Sherlin datang dan memberitahu bahwa dia tengah mengandung anakku. Aku memang merasa bersalah tapi aku akan bertanggung jawab padanya. Hanya saja aku memergokinya saat dia sedang berhubungan dengan orang lain. Itu sebabnya aku pergi, bukan karena aku tidak ingin bertanggung jawab padanya. Bisa saja itu anak orang lain dan meminta tanggung jawab padaku."
"Sherlin tidak menceritakan itu kemarin padaku."
Setelah bertukar cerita agak lama, ponselku berdering. Ternyata dari ibu, pasti Clarisa sudah pulang. Aku melupakannya. Aku berpamitan pada Yudha. Di depan kafe, aku berpapasan dengan Bayu.
"Sedang apa di sini bu? Bukannya tadi saya dengar akan pulang ya?" tanya Bayu.
"Iya, aku pulang. Kamu jangan bilang pada Aditya kalau kita bertemu.
Bayu hanya mengangguk. Pesanan taksi online pun datang. Aku segera pulang. Tiba di rumah. Clarisa sedang bermain dengan bi Siti. Aku mengajak Clarisa untuk makan bersama. Setelah itu, dia menyiapkan perlengkapan sekolahnya untuk besok dan mengerjakan tugas sekolahnya.
"Mom, aku jadi teringat tadi di sekolah ada teman mommy loh," celotehnya sambil membereskan buku.
"Lalu?" tanyaku menghentikan memainkan ponsel.
"Dia ingin bertemu dengan mommy tapi aku tidak dijemput mommy tadi jadi aku pulang saja."
"Lain kali kalau kamu bertemu dengannya, kamu langsung pergi saja ya?"
"Kenapa memangnya mom?"
"Mommy hanya khawatir kamu terjadi sesuatu padamu. Dengar perkataan mommy ya?"
Clarisa hanya mengangguk. Dia melanjutkan mengerjakan tugasnya. Aku hampir lupa untuk mengirimkan uang pada kak Tyas. Aku mengirimkan uang pada kak Tyas karena Aditya mengizinkannya.
Sore hari tiba. Waktu terasa begitu cepat berlalu. Aditya pulang. Dia terlihat tidak seperti biasanya. Aku menghampiri Aditya ke kamar. Memeluknya dari belakang, tetapi Aditya melepaskan pelukanku. Aku menyengitkan dahi, heran akan sikapnya.
"Sayang kamu kenapa?" tanyaku.
"Kamu yang kenapa?" ujarnya ketus.
Sungguh aku bingung dengannya. Pasti ada hal yang membuatnya marah padaku, apakah aku ketahuan bertemu dengan Yudha? Tidak mungkin Bayu kan yang melalukannya. Ekspresi wajah yang menunjukkan bahwa aku tengah sedih menarik perhatian Aditya.
"Aku sudah melarangmu untuk mengurusi urusan orang lain!"
"Aku ..."
"Ya, kamu malah melakukannya padahal aku sangat tidak menyukai hal itu. Aku tidak menyukai jika ada orang yang melanggar setelah diberitahu untuk jangan melakukannya!"
Air mataku pecah saat dia memarahiku. Ak merengek bak anak kecil padanya. Tetapi dia masih tidak ingin berbicara denganku.
"Sayang ayo bicara padaku! Aku enggak mau didiamkan olehmu," kataku.
Dia masih tidak meresponsnya. Pintu di ketuk. Clarisa datang karena sudah waktunya untuk tidur. Dia bertanya padaku melihat mataku yang sembab karena menangis. Aku hanya bilang padanya kalau aku kelelahan saja. Lalu mengajaknya untuk tidur.
"Sayang," kataku setelah Clarisa tertidur.
"Tidur saja sana!" kata Aditya.
Air mata pun keluar kembali, aku membalikkan badanku dan menghadap pada Clarisa. Memangnya hanya dia saja yang bisa marah apa, aku juga bisa marah. Aku juga ingin di bujuk olehnya.
Keesokan harinya. Aditya masih belum mau bicara sama aku. Bahkan dia tidak sarapan terlebih dulu. Clarisa sekolah pun diantarkan oleh bi Siti. Setelah selesai membereskan meja makan, ibu bertanya padaku.
"Kalian sedang bertengkar?"
Aku hanya menganggukkan kepala.
"Kalau sedang bertengkar jangan di depan anak ya? Itu enggak baik untuknya. Terlebih sekarang kamu sedang mengandung jangan terlalu stres ya?"
"Iya bu. Aku pamit ke kamar dulu ya?"
"Iya, istirahat saja sana,"
Aku mengangguk lalu menaiki tangga dengan hati-hati. Sepertinya lebih baik pulang saja ke rumah. Aku merasa tidak enak jika bertengkar di rumah mertuaku. Aku mengirimkan pesan pada Aditya. Untuk menanyakan makan siangnya. Tapi Aditya membalas pesanku dengan singkat dan melarangku untuk datang mengirimkan makanan untuknya.
"Aditya jahat banget. Dia enggak mau bicara sama aku bahkan dia masih marah sama aku. Sampai kapan dia akan seperti itu padaku? Aku kan kangen padanya," gerutuku sambil memukul-mukul bantal.
Tak terasa hari sudah siang. Clarisa pulang dari sekolahnya. Dia datang ke kamar untuk mengganti pakaiannya dan biasanya bercerita tentang dia di sekolahnya. Hanya saja karena aku sedang tidak bersemangat. Aku tidak ingin berbicara pada siapa pun.
"Mommy mau istirahat dulu ya Ca, nanti kita bercerita ya? Kamu main saja dulu sama bi Siti, oke?"
"Oke," katanya lalu berlari ke arahku dan menempelkan tangannya di perutku.
"Ada apa?" tanyaku.
"Perut mommy masih lama ya membesarnya? Aku masih belum bisa merasakan tendangan adik bayi seperti tante Na," ujarnya.
Aku tersenyum mendengarnya. Kemudian memberitahu padanya kalau bayo yang ada di perutku masih belum bergerak. Clarisa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya lalu dia pergi. Aku membuka ponsel berharap Aditya mengirimi aku pesan. Ternyata tidak ada satu pun pesan darinya. Tiba-tiba nomor asing meneleponku. Aku mengangkatnya.
"Siapa ya?" tanyaku.
"Aku Sherlin. Bagaimana? Kamu sudah bicara dengan Yudha?" sahutnya.
"Ya. Dan aku mohon jangan hubungi aku lagi. Aku sudah tidak ingin terlibat denganmu," kataku.