webnovel

Kencan

POV Kayla

Seminggu kemudian. Ayah sudah berada di rumah. Dia tidak bisa bekerja seperti sebelumnya karena dokter menyuruhnya untuk beristirahat. Sudah seminggu juga aku tidak bekerja karena membantu ibu merawat ayah. Berharap dengan baiknya aku padanya, dia mau menerimaku.

"Kay, apa kamu tidak apa-apa tidak bekerja? Sudah hampir seminggu kamu di sini temani ibu. Bukan maksud ibu mau mengusirmu loh," ujar ibu sambil menyimpan puring ke raknya.

"Tidak apa-apa, bu. Lagi pula rekanku juga sedang hamil besar jadi tidak masalah, aku juga belum menandatangani kontrak untuk pekerjaan yang sekarang," jawabku.

"Oh, itu juga ada kontraknya ya?"

"Iya. Tadinya aku akan menandatangani suratnya tapi mendengar kondisi ayah aku jadi menundanya. Tidak apa-apa kok, dari yang sebelumnya juga aku masih dapat uang. Jadi ibu tidak perlu khawatir."

"Ibu bukan mempermasalahkan uangnya. Masalah uang biar Adit saja yang bertanggung jawab."

"Iya, bu. Aku juga sering dapat uang bulanan darinya."

"Ibu hanya khawatir dia hanya memberi pada ibu."

Setelah membereskan dapur, kami kembali ke kamar ibu. Duduk di tepi ranjang. Ayah masih melihatku tak suka. Aku hanya diam dan melakukan apa yang ibu minta karena jika aku yang memberikannya langsung pada ayah, ayah tidak mau menerimanya. Ibu memintaku membawakan air minum untuk ayah. Di ambang pintu Clarisa sedang berdiri dan hendak masuk.

"Kamu ke sini sama siapa?" tanyaku.

"Sama aunty Na, mom," jawabnya yang masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Ayo salam dulu sama kakek dan oma."

Clarisa mengangguk lalu berlari kecil menghampiri mereka. Ibu menanggapinya dengan perasaan senang. Berbasa-basi dengan menanyakan sekolahnya. Sedangkan ayah masih belum ingin bicara dengannya. Hatiku terasa sakit melihatnya seperti itu. Clarisa berjalan keluar.

"Mom, apa kakek marah pada Ica? Kenapa kakek tidak senang saat bertemu dengan Ica?" tanya Clarisa.

"Tidak sayang, kakek sedang sakit jadi tidak bersemangat untuk melakukan apa pun. Bukan tidak suka pada Ica," alibiku supaya tidak membuatnya sedih.

Clarisa membulatkan mulutnya. Sampai di dekat tangga. Aku menyuruhnya untuk berhati-hati menaiki tangganya. Sedangkan aku pergi ke dapur u tuk mengambil air untuk ayah. Aku kembali ke kamar dan membawa air minum untuk ayah. Aku memberikannya pada ibu.

"Minum!" seru ayah.

"Untuk apa? Bukankah sudah berapa kali aku menyuruhnya ini itu padanya dan tidak terjadi apa pun padaku. Bisa tidak kamu berhenti seperti itu padanya?" sahut ibu.

Ayah terdiam mendengar perkataan dari ibu dan mengalihkan pandangannya. Aku hanya terdiam. Ponselku berdering.

"Aku angkat telepon dulu," kataku.

Ibu hanya mengangguk. Aku menjauh darinya dengan keluar dari kamar. Menempelkan benda pipih di telingaku. Aditya bilang akan pulang cepat dan menyuruhku untuk bersiap. Terlebih dia hanya mengajakku saja. Dan aku menitipkan Clarisa pada bi Siti. Aku merasa senang bisa menghabiskan waktu berdua dengannya lagi setelah sekian lama. Alu kembali ke kamar untuk pamit. Ibu mengizinkanku untuk pergi.

"Asyik aku akan pergi dengan Adit," gumamku setelah menutup pintu kamar.

Clarisa yang tengah bermain dengan bi Siti melihat ke arahku.

"Mommy, ayo kita main bersama!" ujarnya.

"Tidak sekarang ya? Mommy mau bersiap ..."

"Memangnya Mommy mau pergi?"

"Iya. Kamu tunggu di sini ya?"

"Baiklah. Tapi aku ingin jajan camilan sama bi Siti."

"Iya, nanti mommy kasih ya?"

"Oke, mom," ujarnya dengan jari lentiknya.

Aku bergegas bersiap. Memakai pakaian terbaik yang aku bawa. Bi Siti datang dan memberitahu bahwa Bayu datang untuk menemuiku. Aku menghampirinya. Ternyata bayu mengirimkan dress untukku kenakan. Aku mengenakannya. Cukup lama aku bersiap untuk kencanku ini.

"Mommy telihat cantik," ujar Clarisa.

Aku tersenyum. "Kamu juga cantik sayang," balasku memujinya.

"Apa mommy mau pergi ke pesta?"

"Tidak. Tidak ada pesta. Mommy ada urusan di luar bersama daddy. Kamu tunggu di sini ya?"

"Jajan?"

Aku tersenyum lalu memberikan uang padanya. Clarisa langsung berlari ke bi Siti dan langsung mengajaknya pergi untuk beli camilan. Persis sepertiku yang suka jajan. Aku turun dari tangga, di halaman terlihat mobil berwarna merah milik Aditya. Aku berjalan menghampirinya lalu masuk.

"You are so beautiful, babby," ujar Aditya begitu aku duduk di mobilnya.

"Thanks. Ayo kita pergi. Eh, apa tadi Clarisa bertemu denganmu?"

"Ya, tapi dia hanya melambaikan tangannya padaku."

Aku mengangguk paham. Aku tidak bertanya saat dia mengendarai kendaranya. Tiba di restoran mewah. Sungguh aku merasa senang bisa makan bersamanya terlebih lagi hanya berdua tanpa anak.

"Kita makan dulu di sini."

"Aku tidak akan mempermasalahkannya jika kamu sudah menyiapkannya. Aku akan menerimanya apa yang kamu berikan."

Aditya tersenyum mendengar perkataanku. Aku tidak menyangka ternyata restoran yang Adit pesan itu adalah restoran milik Raka. Sudah jelas Aditya meminta Raka untuk menyajikan hidangan untuk kami. Raka tertegun saat melihat ke arahku.

"Biasa saja liatnya! Dia sudah memiliki suami dan anak," sahut Aditya yang menyadari tatapan Raka yang tertuju pada Kayla.

Raka hanya bisa menunduk, menjaga imagenya di hadapan para karyawannya. Aku menikmati hidangan yang telah di sajikan oleh Raka. Selesai makan. Aditya melajukan perjalanan.

"Sekarang kita ke mana?" tanyaku.

"Rahasia. Kalau di beri tahu sekarang bukan kejutan dong."

"Oke-oke. Aku menunggunya. Tapi ini bukan hari ulang tahunku loh, bukan hari jadi pernikahan kita juga loh."

"Suami yang ingin menyenangkan istrinya harus pada hari-hari tertentu begitu?"

"Enggak juga sih."

"Kamu nikmati saja."

Aku menanyakan pekerjaannya di kantor, ternyata memang tidak ada jadwal khusus. Takutnya dia meninggalakan pekerjaannya demi menyenangkan aku. Tiba di taman bunga. Aku sangat senang. Berjalan berdua bergandegan tangan seperti anak jaman sekarang.

"Sayang. Ini hadiah dariku untukmu karena kau sudah mau bertahan dengan segala cobaan yang menimpa kita. Aku hanya bisa membawa kamu jalan-jala seperti ini karena aku selalu saja sibuk."

"Tidak apa-apa, sayang. Aku juga senang kok bisa jalan berdua bersamamu."

Aku menyenderkan kepalaku pada bahunya. Aku sangat senang meski pun di rumah aku merasa sedih karena ayah.

"Sayang, apa ayah akan memaafkanku dan menganggapku sebagai menantunya? Paling tidak, tidak seperti itu pada Clarisa. Aku sedih melihatnya."

"Tidak sayang. Dia hanya membutuhkan waktu saja untuk menerima kalian. Percayalah, suatu hari nanti dia akan menerima kalian. Dia sepertinya masih belum percaya dengan apa yang sudah Sherlin lakukan."

"Baiklah, aku percaya padamu."

Aku tersenyum sambil melihat kepadanya. Aditya merangkulku. Aku mengajanya untuk duduk terlebih dulu. Orang-orang melihat ke arahku. Apa aku terlihat aneh ya karena aku memakai dres ke taman. Ah sudahlah. Yang pentingaku bisa kencan lagi dengan Aditya, suamiku.