webnovel

11. Maaf Kayla

Air mata pun menetes. Menyesali kecerobohanku. Akan aku balas kau Sherlin, kau sekarang berurusan dengan orang yang salah. Karena fajar sudah tiba, aku pun membuatkan sarapan untuk Kayla. Tidak lupa aku pun menuliskan surat.

Kayla, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menghianatimu, aku akan pergi sementara waktu sampai kau tenang. Aku pergi dan kamu berhenti menangis ya?

Apa aku terlalu kekanak-kanakan? Sudahlah tidak ada pilihan lain. Sekarang aku harus kembali ke rumah ayah karena kemarin belum sempat bertemu dengannya.

Tiba di rumah. Ibu begitu senang melihatku mengunjunginya.

"Kamu datang sendiri? Istrimu tidak diajak?" tanya ibu sambil melihat ke luar.

"Dia harus bekerja jadi aku tidak mengajaknya," jawabku singkat.

"Kamu tidak lagi bertengkar dengannya kan?" tanya ibu penuh selidik.

Aku hanya menarik napas panjang, "Biasalah, namanya juga rumah tangga pasti ada ributnya," aku pun memang tidak bisa menyangkalnya.

"Selesaikan baik-baik, nak. Dia pilihanmu. Jaga menantuku," kata ibu sambil menyentuh bahuku.

"Terima kasih karena ibu mau menganggapnya sebagai menantumu."

Ayah datang dan langsung mengajakku ke kantor. Aku diam tidak membuka pembicaraan. Sampai di kantor, Sherlin sudah tiba di sana terlebih dulu. Menyambut kedatangan kami. Aku menatapnya dengan tajam. Memang saat itu semua pegawai sudah hadir.

"Perhatian semuanya," ucap ayah dengan menepuk tangan dua kali untuk menjadi pusat perhatian. "Saya mau memberitahukan bahwa Aditya Vijaya Kusuma bukan lagi atasan kalian. Untuk sementara waktu posisinya akan digantikan oleh Sherlin Mahendra."

"Kau menyuruhku datang untuk ini?" sahutku begitu mendengar posisiku digantikan olehnya.

"Bicarakan itu di ruanganku," jawab ayah lalu meninggalkanku.

Aku menatap tajam pada Sherlin yang tengah menyeringai. Di ruangan ayah, aku tidak berbasa-basi langsung menanyakan apa tujuannya sebenarnya.

"Ayah akan kembalikan posisimu jika kamu bercerai dengan pelacur itu dan menikah dengan Sherlin."

"Gila! Oh, jangan-jangan ayah yang ada di balik pemerkosaanku kemarin?"

"Hah, tidak mungkin. Yang ada kamu yang memperkosa Sherlin bukan sebaliknya. Tidak ada ceritanya laki-laki yang diperkosa."

"Sudah aku duga itu perbuatan kejimu."

"Apa kamu bilang? Aku tidak tahu kejadian apa yang menimpamu kemarin atau kapan pun. Yang kamu harus lakukan itu menikah dengan Sherlin supaya perusahaan kita meningkat. Apa untungnya menikahi karyawan rendahan itu? Tidak ada!"

"Cukup! Aku tidak ingin mendengarnya lagi. Jangan cari aku jika perusahaan ini nanti hancur!"

Aku meninggalkan ayah di ruangannya. Dia masih berteriak memanggilku tapi aku tak menghiraukannya. Ketika aku keluar dari lift, Bayu berada di hadapanku.

"Maaf, pak. Jika bapak butuh sesuatu dariku katakan saja," katanya begitu melihatku.

"Aku sudah bukan atasanmu lagi, Bayu."

Dia mengikutiku dan bilang dia bersikeras ingin membantuku karena dia curiga dengan atasan barunya. Bahkan dia ingin mengundurkan diri dari perusahaan. Aku melarangnya untuk berhenti karena aku punya rencana dan membutuhkan bukti kejahatan Sherlin.

Kak Cintya meneleponku. Dia menanyakan kebenaran tentang pernikahanku. Dia begitu marah karena aku menikah tanpa memberitahunya.

"Oh, ya. Maaf untuk itu kak. Aku menikah dengannya secara mendadak jadi tidak sempat memberitahumu," kataku.

"Ya sudah. Pokoknya malam ini kalian harus datang ke rumahku untuk makan malam."

"Tidak bisa hari lain, kak?"

"Enggak. Pokoknya harus malam ini. Kamu tidak boleh menolaknya."

Aku terdiam cukup lama.

"Halo? Kamu dengar kata kakak, kan?"

"Ah, iya. Baiklah."

Aku pun menutup teleponnya. Aku harus pulang secepat ini. Bagaimana dengan Kayla sekarang? Aku terlalu terbawa di sini. Sampai di rumah. Aku memasak beberapa makanan hari ini untuk makan siangnya. Supaya lebih cepat, aku hanya memasak tiga masakan. Setelah selesai, aku menuju ke rumah Kayla.

Sampai di tujuan. Aku melihat motor orang lain di sini. Pasti itu motor milik Raka. Aku membuka pintu. Menyimpan makanan di meja dan mendengar suara laki-laki. Benar dugaanku. Raka berada di sini.

"Sudahlah Kay. Kita tidak tahu dia berbicara jujur atau tidaknya. Kita bakalan ada buatmu," kata Raka sambil menggenggam tangan Kayla.

Vina berdeham ketika melihatku.

"Oh, apa ada yang mau ikut camput dalam urusan rumah tangga orang lain, ya?" kataku.

Raka langsung melepaskan tangannya. Kayla berdiri.

"Kenapa kamu kembali? Pergi saja dengan selingkuhanmu! Toh hubungan kita juga akan berakhir kan?"

Aku langsung menarik tangannya. Tetapi tangan satunya lagi ditahan oleh Raka.

"Bicara di sini saja! Aku khawatir kamu alam menyakiti Kayla," kata Raka.

"Diam kamu! Dia istriku. Kamu tidak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain," bentakku yang tidak tahan melihat kedekatan Kayla dengannya.

"Raka lebih baik lepaskan. Itu masalah pribadi mereka biarkan mereka selesaikan. Kita di sini, tidak akan terjadi apa-apa pada Kayla," sahut Vina.

Raka pun melepaskan tangannya karena Kayla pun berbicara seperi itu. Aku mengajaknya masuk ke kamar.

"Masih marah sama aku?" tanyaku begitu pintu aku tutup.

"Kenapa kembali? Belum cukup untuk menyakiti aku? Silahkan sakiti saja aku sepuasmu!"

"Tidak, tidak," aku memeluknya. "Maaf, sungguh aku menyesal karena bertindak gegabah aku tidak tahu itu akan terjadi. Aku pulang telat karena memastikan keadaan Rena di rumah aman."

"Kamu jahat. Kamu tidak tahu betapa sakit hatinya aku melihatmu tidur dengan wanita lain? Kamu jahat ... boohoo," kata Kayla sambil memukul-mukul pelan dadaku.

"Aku dibius olehnya."

"Kamu jahat ...," katanya dan menangis lagi.

Aku terus mendekapnya hingga emosinya dan tangisnya mereda. Aku menuntunnya untuk duduk di tepi kasur.

"Aku harus melakukan apa supaya bisa dimaafkan olehmu?" tanyaku yang sedang berjongkok sambil menatap wajahnya.

"A-aku ingin ikut ke mana kamu pe-pergi," jawabnya dengan terbata-bata sambil menghapus air mata dan ingusnya.

Aku mengecup keningnya, "Oke, aku akan mengajakmu kemanapun aku pergi, termasuk ke kamar mandi."

"Tidak. Aku nggak mau ikut ke sana!"

"Katanya mau ikut ke mana aku pergi."

"Tapi bukan itu maksudku."

Dia menyembunyikan wajahnya denganmu memelukku hingga aku tidak bisa melihat wajahnya yang merona. Teringat dengan undangan kakak tadi, aku pun menyampaikan kepadanya untuk bersiap nanti malam.

"Oh iya, tadi pagi ada orang bengkel datang ke sini. Katanya ban motornya pecah. Itu kenapa?" tanya Kayla yang masih memelukku dari samping.

"Itu sehabis dari rumah ibu. Di jalan menuju ke sini tiba-tiba pecah. Ya begitulah. Karena sudah tengah malam juga jadi jalanan sepi ya terpaksa jalan kaki sambil dorong motor itu."

"Uh, kasihan sayangnya aku jalan kaki jauh dan aku malah mengusirnya. Habisnya kamu gitu sih. Melarang aku ikut segala. Jadi begitu kan"

"Ya maaf," jawabku singkat. "Tapi terima kasih sudah mau memaafkanku."

Dia melihat ke arahku. Lalu mencium pipiku. Aku membalasnya dengan mencium bibirnya. Hatiku masih merasa bersalah melihat wajah sembabnya.

Kami pun makan bersama. Raka yang tidak menyukai keberadaanku pun pergi. Setelah kejadian semalam, Kayla ternyata memiliki tanggung jawab yang besar. Dia tetap menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun dia bekerja sambil menangis dan itu membuat pekerjaannya menjadi lama.