webnovel

My Husband is not Gay

Lelah melihat kelakuan Antonio yang sangat brandal, terikat obat-obatan dan sampai melakukan hubungan dengan sesama jenis, membuat tuan Dennis mencarikannya seorang istri. Perempuan yang di pilih adalah Tya. Anak salah satu orang kepercayaannya yang mencoba korupsi dengan perusahaan milik tuan Dennis. Ia memberikan sebauh timbal balik pada Tya, jika gadis itu mau menikah dengan putranya, maka ayahnya, Adam Joetama akan di bebaskan dari penjara atas kasus korupsi tersebut. Demi membantu sang ayah, akhirnya dia menerima tawaran tersebut. Berlandaskan dendam kemarahan pada keluarga Frederick yang di anggap Tya tidak adil dengan kasus ayahnya. Tya bertekad akan membuat Antonio Frederick jatuh cinta padanya. Dan setelah itu, akan dia permainan cinta pria tersebut. Meski sangat mustahil karena pria itu punya mental seksual menyimpang. Namun Tya yang cantik selalu berusaha mengejar cinta itu. Perlahan, hidup bersama. Membuat Tya takut, kalau hatinya berkhianat dan malah terbalik jatuh cinta pada Antonio. Akankah Tya bisa bertahan dan tidak jatuh cinta pada Antonio? Atau justru keduanya terikat bersama dalam sebuah rasa yang tidak seharusnya ada?

KN_Author · 都市
レビュー数が足りません
127 Chs

Bersama Dua Penggangu

"Masuk, Qiara. Zidan."

"Kita ganggu gak sih,"

"Gak kok."

Dua orang yang menganggu acara hot Antonio dan Tya itu masuk. Wajah di tekuk pria itu langsung menyambut keduanya. Sementara di belakang kedua perempuan ini, Zidan tampak tak enak.

Ia membawa sesuatu di tangannya dan berjalan kearah Antonio.

"Aku ada sedikit hal yang perlu kubahas." Zidan bicara pada Antonio.

Sementara Antonio, hanya mengangguk kecil masih terlihat kesal.

Zidan dengan wajah tak enaknya mengambil sesuatu dari dalam tas dan memperlihatkan pada Antonio.

Sementara Qiara masih santai saja mengikuti Tya ke dapur dan kembali lagi dengan membawa dua gelas minuman.

"Kami ke kamar, Antonio. Kalian silahkan urus-urusan kalian," ujar Tya lalu pamit dengan menyeret Qiara.

"Antonio marah padamu ya?" tanya Qiara saat di kamar. Suaranya pun sangat pelan takut terdengar sampai keluar.

"Eh? Tidak. Dia tidak marah," ujar Tya setengah gugup.

"Masa sih? Mukanya di tekuk begitu," komentar Qiara mengingat wajah marah Antonio.

'Itu dia marah padamu,' gumam Tya dalam hati.

"Ada apaan kesini?" tanya Tya.

Mereka duduk di tempat tidur. Hal yang selalu mereka lakukan bila bertemu di rumah.

"Aku mau kasih buku bahan konten kamu. Kamu minta sendirikan harus cepat."

Qiara akhir-akhir ini membantu Tya untuk menyelesaikan kontennya. Dan sudah beberapa waktu ini Qiara sukses membantu Tya mencari bahan untuk di bahas pada kontennya

"Tapi tidak perlu malam-malam juga," ujar Tya.

"Ini masih sore," bantah Qiara melihat ponselnya yang maish menunjukan pukul 6 sore.

"Ya..."

Ah sudahlah!

Kalau di teruskan, nanti dia yang malu.

Bagaimanpun Qiara benar, ini masih sore. Tidak terlalu masalah untuk bertamu. Tapi, mengingat saat itu tadi mereka sedang menikmati.... Ah, jangan pikirkan Tya!

Semu merah di wajah nya nanti akan menjadi komentar Qiara yang membuatnya malu.

Tya fokus pada bahan konten yang di bawa Qiara. Sebuah buku yang ditulis gadis itu sendiri untuk ia bahas nanti. Itulah tugas Qiara untuk kesuksesan konten Tya. Dan sejauh ini bagus.

"Lehermu kenapa?" tanya Qiara melihat sesuatu di leher Tya.

Tya secara refleks mengusap lehernya. "Tidak ada apa-apa," ujar Tya saat tak merasakan apapun di lehernya. "Memangnya ada apa?" tanya Tya ulang.

"Berkacalah," suruh Qiara.

Tya bangkit perlahan dan berjalan ke kaca dengan alis menaut heran. Matanya membelak tatkala melihat kaca.

Dan sialnya Qiara mengikutinya dan menyipitkan mata sembari melihat leher Tya yang memerah.

"Ini seperti bekas kecupan!" celetuk Qiara. Mulutnya terbuka lebar. "Kau tadi habis...."

Tya dengan cepat menutup mulut anak satu ini. Kalau tidak maka dia akan berteriak sampai terdenger satu apartement.

"Diem, Qiara!" Bisik Tya.

"Ya ampun, Ty." Qiara memandangi Tya dengan tatapan spektakuler. Seolah itu adalah keajaiban dunia yang baru di lihat satu anak ini.

"Jadi seperti itu cupang ya?" kata Qiara tanpa beban.

Oh tuhan! Apa kalau anak ini ditenggelamkan, tidak akan jadi dosa.

Tya meringis dan menyuruh Qiara untuk menutup mulut.

****

"Kurasa besok pagi saja kita membahas keseluruhannya. Sepertinya tadi aku menganggu," ujar Zidan setelah selesai menerbangkan pokok permasalahannya pada Antonio.

Sesungguhnya Antonio hendak setuju. Tapi mengingat mereka perlu menyelesaikan ini dengan cepat, akhirnya dia memilih akan menyelesaikan saja.

"Tak apa. Sudah terlanjur juga."

"Tapi, apa Tya tidak menunggumu. Kulihat, maaf." Zidan menyengir merasa bersalah.

Dia melihat tanda merah di leher Tya. Dan, Zidan paham apa yang barusan dua orang ini habis lakukan. Sejujurnya tadi dia mau pergi saja sewaktu tak ada sahutan dari dalam apartemen.

Tapi Qiara meyakinkannya, dan dengan keras kepala anak itu menelpon Tya berkali-kali sambil sebelah tangannya memencet bel. Dan lebih parah lagi, anak itu tak henti hentinya memanggil Tya dengan kencang.

"Tak apa. Sudahlah. Jangan di bahas."

Antonio memilih fokus lagi pada pekerjaannya. Kalau dia membahas Tya, nanti juniornya yang gagah ini bisa bangun dan repotlah urusannya.

****

Zidan pulang, setelah 3 jam yang lalu Qiara pulang. Dan kini sudah pukul 12 malam. Pria itu ngotot pulang, bahkan saat Antonio menyuruhnya menginap saja.

Tentu saja Zidan tak enak. Bagaimana kalau Antonio mau mengajak Tya melakukan hal 'itu' lagi. Bisa-bisa ia jadi penggangggu.

Akhirnya setelah dua orang itu pulang, tak ada lagi yang menganggu mereka. Cepat-cepat Antonio mengunci pintu.

Ia melangkah ragu ke depan kamar Tya yang tertutup. Harap-harap Tya masih bangun. Ia menekan handle pintu. Dan masuk perlahan.

Antonio kecewa, saat dilihatnya Tya yang ternyata sudah berada di alam bawah sadarnya.

Gadis itu tertidur pulas. Padahal Antonio masih ingin bermain-main dengan Tya. Bahkan juniornya juga mulai bangun hanya dengan melihat tubuh kencang ini terbaring menyamping.

Ia hendak menyentuh pinggul Tya yang terlihat kencang dengan posisi menyamping. Tapi Antonio mengurungkan niat itu karena takut Tya terbangun. Alhasil, ia keluar dari kamar itu dengan hasrat yang perlahan kembali menginginkan Tya.

Tanpa bisa lagi ia tahan, Antonio memilih masuk ke kamar mandi dan mengguyur diri di bawah shower dengan air dingin di tengah malam. Lebih baik ia menggigil kedinginan dari pada tidur membawa hasrat yang belum tertuntaskan.

****

"Antoni?"

Tya keluar dari kamarnya. Saat itu pukul 5 pagi. Seperti biasa ia hendak memasak. Tapi pemandangan tak terduga, Antonio berjongkok di samping pintu kamarnya.

"Kenapa berjongkok di sini?" tanya Tya heran.

"Tya. Kau mau kemana?" tanya Antonio.

"Tentu saja aku mau memasak. Itu rutinitasku tiap pagi." Tya berjalan sembari mengikat rambut ke dapur.

"Ty." Tangan Antonio mencengkeram lengan Tya. Membuat gadis itu berbalik dengan tatapan makin bingung.

"Kamu kenapa sebenarnya?" Tak biasanya pria ini pagi-pagi begini bangun.

"Aku...., ingin melanjutkan yang tadi malam."

Yang tadi malam?!

Pipi Tya bersemu mengingat apa yang terjadi tadi malam. Anehnya, tiba-tiba tubuhnya menegang dan tiap kali ia mengingat bagaimana dirinya di pangkuan Antoni tadi malam, membuat seluruh darahnya berdesir aneh.

"Kau keberatan?"

"Ini sudah pagi," ujar Tya merasa kalau dirinya tidak siap untuk itu. Dan juga, pasti waktunya akan berantakan kalau melakukan itu pagi ini.

Oh, sungguh sekarang ia merasa seluruh tubuhnya panas.

"Aku akan bantu kau memasak setelahnya." Satu langkah pria itu mendekati Tya. "Kumohon, Tya. Aku sudah menahan ini semalaman suntuk." Langkah demi langkah pria itu menutup jarak diantara mereka.

Seharusnya Tya menjauh, dan tidak menerima Antonio. Tapi, saat Antonio semakin menutup jarak mereka, sayangnya magnet pria itu membuat kakinya terpatri hingga tak bisa bergerak.

Bahkan ketika Antonio menyentuh bahunya, dan melingkarkan tangan di pinggangnya.

"Kau mau kan Tya? Aku sangat memohon."

Perasaan Tya bercampur aduk. Dirinya yang merasa kalau itu akan membuat jadwal paginya keteteran, juga merasa tidak siap bila mana Antonio menyentuh dirinya pagi ini.

Tapi, pria ini sudah menahan hasratnya semalaman. Bisa sajakan kalau Antonio mau, pria ini menyetubuhinya dalam tidur sekalipun. Tapi tidak. Dia menunggu Tya bangun. Dan barusan, Antonio memohon untuk mengambil haknya.

Ia tak boleh seegois itu untuk menolak.

"Baik, Antoni."

Pupil mata Antonio membesar. Lama ia memandangi wajah Tya dalam jarak yang begitu dekat. Hingga bibirnya yang menyapa bibir Tya menutup jarak keduanya.

Bersambung....

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

KN_Authorcreators' thoughts