webnovel

My Husband is not Gay

Lelah melihat kelakuan Antonio yang sangat brandal, terikat obat-obatan dan sampai melakukan hubungan dengan sesama jenis, membuat tuan Dennis mencarikannya seorang istri. Perempuan yang di pilih adalah Tya. Anak salah satu orang kepercayaannya yang mencoba korupsi dengan perusahaan milik tuan Dennis. Ia memberikan sebauh timbal balik pada Tya, jika gadis itu mau menikah dengan putranya, maka ayahnya, Adam Joetama akan di bebaskan dari penjara atas kasus korupsi tersebut. Demi membantu sang ayah, akhirnya dia menerima tawaran tersebut. Berlandaskan dendam kemarahan pada keluarga Frederick yang di anggap Tya tidak adil dengan kasus ayahnya. Tya bertekad akan membuat Antonio Frederick jatuh cinta padanya. Dan setelah itu, akan dia permainan cinta pria tersebut. Meski sangat mustahil karena pria itu punya mental seksual menyimpang. Namun Tya yang cantik selalu berusaha mengejar cinta itu. Perlahan, hidup bersama. Membuat Tya takut, kalau hatinya berkhianat dan malah terbalik jatuh cinta pada Antonio. Akankah Tya bisa bertahan dan tidak jatuh cinta pada Antonio? Atau justru keduanya terikat bersama dalam sebuah rasa yang tidak seharusnya ada?

KN_Author · 都市
レビュー数が足りません
127 Chs

Aku Mau Pinjam Uang

"Uang?"

Tak sampai 12 jam tak memegang kartu debit, seorang Antonio Frederick rasanya mau pingsan. Dia hendak merokok, tapi rokoknya habis dan tak punya selembar pun uang.

Ia juga ingin keluar jalan-jalan dengan mobil, sayangnya ia tak punya mobil lagi. Yang ia punya cuma ponsel. Tapi apa iya dia harus jual ponsel demi membeli rokok.

Tapi yang ia tau, di sisinya ada gadis bernama Tya yang katanya habis gajian.

"Iya. Kau habis gajiankan. Nanti aku membalikkan."

Tya terlihat ragu tentang itu. "Kamu mau berapa?" tanya Tya.

"1 juta!"

"1 juta?!"

Mata Tya membelak besar mendengar nominal tak tanggung-tanggung itu.

"Buat apa, Antoni?"

Uang satu juta itu bisa ia pakai sampai setengah bulan. Untuk apa uang sebanyak itu.

"Buat beli rokok. Aku juga mau keluar, jadi kalau pegang uangkan gampang. Nanti aku kembalikan kalau debitku di kembalikan Daddy."

"Uangku tinggal sedikit Antonio. Aku tak bisa beri sebanyak itu. Ini cuma cukup sampai bulan depan . Kalau aku berikan, nanti management keuangan aku timpang."

Antonio yang saat itu hanya diam di daun pintu mendekatinya.

"Hey, aku cuma minta satu juta dan kau pelitnya minta amun padaku?"

Pria itu bersikeras bahkan telihat marah pada Tya. Perasaan Tya saat itu sangat tidak enak. Tapi benar, dia tidak bisa memberikan.

"Aku punya banyak tanggung jawab, Antonio. "Tya memberikan penjelasan. Ia meraih catatan pada pria itu. "Aku harus bayar uang kuliah tiap bulan. Ayahku juga harus kuberikan uang karena beliau saat ini tidak bekerja dan sedang sakit. Bahkan biaya cek up juga harus aku bayar. Belum lagi biaya buku, dan berbagai biaya lainnya lagi."

Tya menghela nafas. Lalu ia mengambil debit pemberikan Daddy mertuanya.

"Daddy memberi ini buatku. Tapi aku tak pernah pakai selama aku masih bisa membiayai diriku sendiri. Tapi kalau kamu mau, ambil saja."

****

Seharusnya Antonio menyambar benda itu. Itu black cart Daddy-nya untuk Tya. Pasti isinya cukup untuk hura-hura hari ini melepas rasa kesalnya.

Tapi entah kenapa, Antonio tidak meraih debit itu. Ia bahkan saat ini hanya bisa terpaku pada penjelasan Tya.

Jauh dalam lubuk hatinya dirinya malu. Tya bahkan 5-7 tahun lebih muda darinya. Tapi gadis ini bisa menghandle beberapa keuangan hanya dengan usahanya sendiri.

Tapi ia, yang sudah setua ini tidak bisa membeli rokok dengan uang sendiri

"Ambillah. Tak apa," ujar Tya menyodorkan lebih dekat pada Antonio.

Ia merasakan peperangan batin melihat kartu itu. Dan di detik ia memutuskan, tangannya mendorong balik kartu itu.

"Tak usah. Aku di rumah saja hari ini."

"Kau yakin? Kurasa, tak apa kau pakai, Antoni. Asal jangan terlalu berlebihan Daddy takkan tau. "

Sejujurnya Tya senang Antonio tak mengambil kartu itu. Karena bagaimanapun juga dirinya yang bertanggung jawab kalau sampai Antonio membengkakkan tagihan kartu ini.

Tapi Tya juga tak tega kalau sampai Antonio tak punya uang sepeserpun.

"Tidak. Kau pegang saja. Aku ke kamar dulu.

Antonio keluar dari sana, pergi ke kamarnya lalu menukar pakaian yang tadinya ia pakai untuk pergi. Rasanya, ia tidak cukup kejam untuk membiarkan mengambil uang itu saat sepertinya Tya berusaha mati-matian mencari uang agar tidak memakai uang itu.

Apa dia juga harus bekerja?

Mungkin, kalau dia bekerja maka dia bisa membuat sang ayah senang dan kemudian memberikan semua fasilitas nya kembali.

Mungkin itu ide bagus.

Tapi, bekerja apa?

****

Dari semua pekerjaan yang terlintas di kepala Antonio, tak ada satupun yang sangkut di kepalanya. Juga karena berbagai pertimbangan yang ia yakini, dari pekerjaan itu ia tak berbakat mendalaminya.

Sementara dia tidak punya uang sepeserpun. Kalau dipikir-pikir lagi, apa ia sangat-sangat miskin?

Ia tak punya uang, kendaraan juga tak ada. Bahkan dirinya tidak punya skil dan kemampuan. Lama-lama kalau begini terus ia akan kehilangan tempat tinggal juga.

Fasilitas yang tiba-tiba diambil Daddy-nya itu biasa sebenarnya. Dulu sudah berkali-kali itu di lakukan. Tapi akan tetap di kembalikan nantinya.

Tapi kali ini, sayang beribu sayang Daddy-nya sudah mengatakan untuk jangan pernah berharap semua akan kembali padanya dengan normal lagi.

Maka berarti tugasnya berat sekarang. Sudahlah tak ada uang, tak punya pekerjaan. Mau bagaimana?

"Antonio! Makan malam!"

Sebuah panggilan yang terasa asing terdengar dari luar. Tapi suaranya familiar dan Antonio bisa menebak itu siapa. Namun situasi panggilan itu sangat tidak biasa di telinganya.

Antoni, makan malam?!

Selama ini siapa yang peduli kalau dia belum makan? Tapi kali ini ada yang memanggilnya seperti itu untuk mengajak makan.

Ia beranjak dari setengah berbaring sambil berfikirnya tadi. Menemui seseorang yang tentunya Tya di luar kamarnya.

"Makan malam," ujar gadis itu lagi kala melihatnya keluar.

"Kamu sudah makan?" Tanya Antonio pada Tya.

Sebuah pertanyaan yang terasa erat sekali kebersamaannya. Seolah, dirinya ingin makan malam dengan Tya.

"Tentu saja belum. Aku baru selesai masak. Ayo makan." Gadis itu menarik dirinya kedapur.

Tentu saja di sana ada banyak makanan terhidang.

Dan satu hal lagi yang membuat Antonio tercenung. Tya, yang menyodorkan piring. Gadis itu bahkan sudah mengisi nya dengan nasi.

"Ambil lauknya sendiri ya. Sesuka kamu," ujar Tya lalu duduk di tempatnya dan langsung menyantap dengan lahap makanan miliknya.

Melihat bibir itu menunjukan kunyahan lahap di dalamnya, juga keantusiasan Tya menghabiskan makanannya, Antonio tersenyum tanpa alasan mendasar.

Sepertinya, baru kali ini dia makan malam dengan seseorang yang memiliki hubungan dengannya. Yah, maksud nya ini kali pertama dia makan dengan seorang gadis. Apalagi itu adalah istrinya.

"Ayo makan! Kenapa? Tidak suka? Tidak enak?" tanya gadis itu bertubi tubi.

Antonio hanya membalas dengan gelengan. Kemudian dia melahap makanan di piring nya.

"Kau pasti akan teringat makanan Mommy kamu. Ya, setidaknya bunda aku dulu suka masak ini."

"Aku tak pernah punya seorang ibu."

Tya menghentikan gerakan saat ingin menyuap makanan nya.

"Apa?"

"Kau tau. Aku punya Mommy yang selalu ada di luar negri."

Sendok Tya yang melayang di letakkan nya ke piring dengan tidak enak hati.

"Maaf Antonio."

Tya hampir lupa. Diri nya mulai mengerti kalau Antonio anak yang tumbuh di lingkungan mewah namun tidak di rawat dan di jaga baik-baik.

Dan barusan pasti kata-katanya menyakiti perasaan Antonio.

"Tak apa. Tapi aku mau kau bercerita sambil makan."

"Cerita apa?"

"Ibumu. Bunda kamu itu."

Bundanya? Kenapa Antonio ingin tau cerita bundanya.

"Bunda sudah meninggal 3 tahun lalu," cerita Tya di mulai dari rasa sedihnya.

"Kenapa?"

"Beliau sakit keras beberapa bulan. Lalu meninggal. Tapi aku tetap mau tinggal di rumah sendirian." Tiba-tiba Tya merasakan kenangan lama saat dirinya dulu terasingkan bersama bundanya karena istri baru ayah nya.

"Dulu ayah menikah lagi." Tanpa sadar, Tya mengucapkan cerita yang selama ini enggan diingatnya.

"Bunda sedih dan mengajak aku pergi." Tya bercerita dan kemudian berhenti beberapa lama. Lalu Tersenyum. "Bunda orang yang sabar dan pengertian. Dia juga berusaha membesarkan aku bahkan tanpa kepedulian ayah pada kami."

"Kau pasti membenci ayahmu. Tapi.... Kenapa kau memberikan uang tiap bulan pada ayahmu?"

Kalau Antonio jadi Tya, heh! Dia sudah akan injak-injak orang tua tak tau diri seperti itu.

"Bunda bilang jangan jadi orang pendendam," gumam Tya bernada setengah sedih.

Rasanya saat itu Antonio merasakan perputaran rasa dalam hatinya. Yang tadinya kesal pada ayah Tya, kemudian merasa takjub dengan hati seorang wanita seperti bundanya.

Bersambung....