Waktu begitu cepat sekali berlalu, Marlyna sudah hampir 3 bukan bekerja di perusahaan Davidson Group ini. Semua berjalan seperti yang dia harapkan. Penghasilan yang besar, ibu yang sudah tidak mengomel lagi dan juga hidup enak yang selama ini dia impi-impikan. Jika saja tidak berkat Andra mungkin Marlyna tidak akan merasakan hal seperti sekarang. Boss yang dia umpat sebagai orang gila itu telah berhasil mengubah sedikit hidupnya.
Walau pun harus terganggu setiap tengah dikantor, lelaki itu tidak seburuk yang gadis ini pikirkan. Mungkin Andra memang mesum, tapi sesekali tingkah konyolnya selalu membuat Marlyna terhibur. Hubungannya dengan Jino juga terus berkembang baik, mereka berteman sangat dekat bahkan sudah seperti seorang kekasih. Walau pun harus diam-diam melakukannya dari Andra, Marlyna cukup senang karena bisa terjebak diantara dua lelaki tampan yang sangat mempesona itu.
"Marlyna bisakah kau simpan gelas-gelas ini ke dapur perusahaan? ada beberapa berkas yang harus aku bereskan." ucap salah seorang pegawai wanita padanya.
"Baiklah!"
Marlyna hanya bisa patuh pada seniornya dikantor jika disuruh-suruh seperti ini, padahal office boy masih belum pulang meninggalkan perusahaan tapi selalu dia yang menjadi tukang bersih-bersih gelas bekas mereka minum.
Waktu menunjukan pukul 20.14
Hari ini dia sedikit pulang telat karena ikut membantu tugas tambahan yang diberikan Andra, walau pun harus pulang sendiran ke rumah setidaknya dia akan mendapatkan gaji tambahan gajihan nanti. Hari semakin larut, suasana dikantor pun mulai sepi. Setelah cukup lama bergelut di depan komputer bersama senior penyuruh itu akhirnya Marlyna bisa pulang.
Kedua orang ini sempat mengobrol tentang pemilik perusahaan ini diperjalanan keluar, Marlyna memang tidak mengenal tuan Anggara dan nyonya Dea yang diceritakan seniornya ini. Tetapi mendengarnya saja sudah membuat bulu kuduk gadis ini berdiri.
"Tuan Anggara pernah menampar pegawai wanita di depan banyak orang, menurut rumor dia tidak suka jika ada yang mendekati putranya!"
"Wah benarkah itu senior? berarti dia lebih menyeramkan dari tuan Andra?!"
"Hey atasan kita itu tidak terlalu menyeramkan! dia hanya sedikit pemarah, tapi berbeda dengan tuan Anggara. Dia itu tegas dan jika ada yang melakukan kesalahan sedikit saja langsung ditendang jauh!"
"Oh my ghost, untunglah aku belum pernah bertemu dengannya!"
"Ehh tapi aku dengar dia akan segera kembali dari Amerika dan menemui dua putranya, aku juga penasaran siapa adik Andra yang tidak pernah menunjukan batang hidungnya itu?! heh apa kau tahu?"
Marlyna hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia tidak mungkin mengatakan jika Jino itu sebenarnya adalah adik kandung dari Andra. Entah mengapa kedua orang itu harus menyembunyikan identitas mereka, ini bukan drama atau pun film thriller! tapi sikap mereka benar-benar berlebihan.
Sebuah taksi online pesanan seniornya sudah datang, Marlyna pun ditinggalkan sendiran disini. Menunggu jemputan sahabatnya yang ngaret bagaikan keong. Padahal dia sudah meminta Firda untuk datang tepat namun wanita itu selalu saja ada alasan untuk terlambat.
Cuaca semakin dingin, Marlyna berdiri di tepi jalan sembari memandangi ponselnya. Sudah hampir setengah jam sahabatnya itu belum muncul juga, sampai sebuah pesan membuat gadis ini kesal setengah mati.
"Oh my ghost Firda! kurang ajar cacing alaska itu!"
Firda tiba-tiba membatalkan janjinya untuk menjemput Marlyna karena urusan percintaan, gadis ini sangat kesal sampai hampir melempar ponsel jelek itu ke jalan. Namun orang sabar harus lebih sabar lagi karena jika menyangkut percintaan sahabatnya itu tidak pernah ingin diganggu.
Bus tidak mungkin ada jika lewat jam 8 malam, apalagi sekarang sudah hampir pukul 9. Marlyna sempat berfikiran untuk menelpon Jino namun dia tidak enak karena terus merepotkan nya. Sampai nama Andra pun terlintas, gadis ini mencoba mengubungi Boss gila itu tapi tidak ada jawaban.
"Ya ampun Marlyna! dimana dompetmu?! astaga kau ceroboh sekali !"
Seperti biasa gadis ini lupa untuk membawa dompetnya, entah itu tertinggal dikamar atau dimana pun. Setiap saat selalu saja ada barang yang tertinggal dirumah tanpa dia cek terlebih dahulu. Sekarang bagaimana dia pulang? tidak ada jalan lain kecuali menelpon Jino.
Marlyna :"Jino, kau dirumah? apa kau sibuk?"
Jino :"Aku sedang berada diluar, ada apa?"
Marlyna :"Aku meninggalkan dompetku dirumah, sekarang aku tidak bisa pulang karena uangku tidak cukup untuk naik taksi. Bisakah kau menjemputku di depan kantor?!"
Jino :"Iya tentu saja, tunggu disana aku akan datang sekitar 15 menit."
Marlyna tersenyum lega, akhirnya dia tidak perlu jalan untuk pulang kerumah. Punya teman seorang lelaki memang bisa lebih di andalkan dari pada Firda! dia selalu saja heboh hanya karena bertengkar dengan kekasihnya.
Tidak sampai 15 menit sebuah mobil sport mewah berhenti tepat dihadapan Marlyna, Jino membuka kaca jendelanya lalu melambai dengan senyum yang sangat manis. Dia terlihat begitu tampan dengan sweater berwarna hitam yang dikenakannya.
"Masuklah!"
Marlyna buru-buru masuk karena tidak tahan dengan udara yang dingin, Jino pun langsung menjalankan kembali mobilnya menuju rumah gadis ini. Selama diperjalanan mereka sempat mengobrol kesana-kemari untuk menghilangkan rasa canggung, Jino memang sangatlah akrab pada siapa pun tidak seperi Andra yang hanya ramah ketika sedang ada maunya saja. Keadaan ini membuat Marlyna merasa nyaman, walau pun tetap saja sentuhan sang Boss mesum itu lebih menggetarkan hatinya.
Cekittttt
Jino menghentikan mobilnya karena sudah sampai ditempat tujuan, untuk berterimakasih gadis ini mengajak Jino untuk berkunjung ke rumahnya dan lelaki itu pun mengiyakan. Namun ketika mereka hendak masuk Marlyna dibuat kaget dengan pintu rumah yang terkunci, disana hanya ada sebuah lembaran surat.
"Anak ceroboh kenapa kau meninggalkan dompetmu?! ibu dan ayah pergi ke rumah nenekmu sebentar. Besok pagi kami pulang, jadi jangan menunggu. Maaf tidak memberitahu mu lebih awal, kunci rumah ada di tempat biasa. Salam hangat ibu."
Kertas itu dia remas habis sampai lecek, jika tahu begini mungkin Marlyna tidak akan menawarkan Jino untuk mampir ke rumahnya. Tapi sudahlah tetangga juga sudah tidur mungkin, jadi tidak akan ada gosip yang menyebar.
"Apa semuanya baik-baik saja Marlyna?" tanya Jino.
"Ah iya tentu saja, sebentar aku ambil kunci dulu!"
Marlyna buru-buru mengambil kunci ditempat biasa kemudian membuka pintu rumahnya, dia mempersilakan Jino untuk masuk. Keadaan rumah sangat berantakan dan membuat gadis ini sangat malu. Dia memungut beberapa barang yang berserakan dan mengambilkan minuman hangat untuk temannya itu.
"Maaf hanya ada susu hangat hehe, kau tidak keberatan kan Jino? atau aku akan menggantinya dengan teh?!" tanya Marlyna heboh.
Jino mengambil gelas berisi susu hangat itu dari tangan Marlyna lalu meminumnya, dia tidak keberatan dengan apa pun yang diberikan gadis cantik ini.
"Kemana orang tuamu pergi?" tanya Jino.
"Mereka ke rumah nenek, jadi maaf sedikit berantakan juga hehe." ucap Marlyna dengan tawa kecilnya.
"Ah tidak apa-apa, rumahmu sangat nyaman dan tenang. Pasti kau bahagia tinggal bersama orang tuamu,kan?!"
Kata-kata yang keluar dari mulut Jino membuat gadis ini hanya tersenyum kecil, bahagia dari Hongkong! selama ini dia merasa diperlakukan seperti anak tiri oleh ibunya sendiri. Bahkan wanita paruh baya itu selalu saja mementingkan dirinya sendiri daripada putrinya, jika tanpa sang ayah mungkin Marlyna akan botak menghadapi sikap ibu Anna.
"Ibuku itu orang yang keras, dia tidak memperlakukan diriku sama seperti anak-anak yang lain." ucap Marlyna.
"Ah begitu, tapi semua orang tua pasti sayang pada anak mereka termasuk ibumu." ucap Jino.
Marlyna hanya tersenyum, suasana terasa sangat canggung sekali. Apalagi keadaan di rumah yang sunyi sepi tanpa kehadiran ibu Anna yang cerewet itu, tidak ada obrolan yang lain kecuali lomba saling menatap.
"Jino aku harus ke belakang sebentar!" ucap Marlyna sembari berdiri dari tempatnya duduk.
Ketika gadis ini hendak melewati Jino yang menghalangi jalannya, kaki kecil itu tersandung kaki meja dan jatuh menimpa lelaki dibawahnya. Pantat bulat Marlyna mendarat sempurna di bagian sensitif Jino dan membuat lelaki ini terkejut bukan main karena merasakan kehangatannya.
"Astaga maafkan aku!"
Ketika Marlyna hendak beranjak pergi tangan Jino menahannya, dia langsung memeluk erat pinggang ramping Marlyna tanpa sepatah kata pun. Keadaan ini membuat jantung keduanya berdebar sangat kencang, berbagai pikiran kotor sudah pasti terlintas dipikiran Marlyna.
Jino, apa kau akan melakukan hal itu juga padaku?!