webnovel

Aku ternyata lebih binal dari pada jalang di luaran sana.

"Apa.. Apa yang kamu lakukan?" Tanya wanita itu terbata-bata. Sungguh ia tidak menduga pergerakan laki-laki itu.

Zia hanya menatapnya tanpa bosan, "Ah, Zi.. Kamu cemburu ya? Katakan saja." Telisik Zara pada pasangannya.

"Apa aku terlihat seperti itu?" Tanyanya seperti sedang menekan sesuatu yang mungkin akan membuncah sebentar lagi.

"Lalu, mengapa kamu marah kalau bukan cemburu?" Tanya Zara dengan polosnya.

"Tak apa, aku suka kok. Karena itu artinya kamu hanya mencintaiku, menjadi satu satunya wanita yang kau nikahi dan cintai menjadi kebanggaan tersendiri." Ungkapnya. Lalu jari yang lentik itu menarik kerah kemeja yang dikenakan Zia. Hingga jarak semakin menipis.

"Aku rabun, seharusnya aku mengenakan kacamata kemana pun. Namun sengaja aku menanggalkannya hingga wajah semua laki-laki di luar itu tak berbentuk, dan kamu satu-satunya yang tampan dihatiku."

Setelah mengucapkan kata indah tersebut, ia menarik kerah itu semakin mendekat hingga tak menyisakan jarak sedikitpun.

Bibir itu terasa manis, terlebih dengan perasaan bahagia yang menyelimuti hatinya. Ia menciumnya dengan lembut. Matanya tertutup menikmati dan mengalirkan semua rasa, tapi tak balasan sama sekali.

'Apakah semarah itu dirimu, Zi?' Tanyanya dalam hati.

Hingga nafas itu semakin menipis, tak ada balasan sama sekali yang ia rasakan. Hampa rasanya.

Tangan yang menggantung indah di depan dada sang lelaki itu kini mendorongnya mundur. Hingga kini menciptakan kembali jarak di antara mereka. Zara tertawa lembut dengan mata yang mulai berembun, "Wah.. Aku ternyata lebih binal dari pada jalang di luaran sana. Hahaha.."

Ia melangkahkan kaki menuju kamarnya, "Zi.. Kamu mandi terlebih dahulu. Nanti kita makan bersama." Ungkapnya dengan nada yang dibuat setenang mungkin.

Ia menghentikan langkahnya ketika tangan kekar itu memeluknya sangat erat. "Apa kau marah? Kau bukan apa yang kau maksud. Kau hanya belahan hatiku yang begitu rapuh. Aku tak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu, karena kau hanya milikku." Ungkapnya dengan lembut tepat di telinga wanita yang tengah ia dekap.

"Apa.."

"Ssstt.. Apa aku boleh meminta mandinya nanti saja? Kau telah membangunkannya.." Desisnya lagi. Membuat pipi itu memancarkan merahnya dalam sekejap.

"Tapi..."

"Aku tak akan membiarkan para malaikat itu melaknatmu." Ucapnya dengan tegas. Lalu dengan sekejap tubuh ramping yang tertutup gamis besar itu berpindah pada pangkuannya. "Karena kamu milikku." Tambahnya.

Lagi dan lagi pipi itu merah sempurna dengan ungkapan ungkapan yang dilayangkan sang kekasih. "Kau ini... Aku bau."

"Tidak, wangimu selalu memabukkan bagiku." Terus saja mereka bercanda hingga tiba di depan kamar mereka.

"Tolong buka pintunya." Ucapnya singkat.

"Sudah turunkan saja, aku berat." Saran Zara, yang hendak menurunkan diri.

"Diamlah.. Tugasmu hanya buka pintu dan menikmatinya okay? Aku yang akan mengendalikamu." Ucapnya sambil mengerlingkan sebelah matanya. Yang dihadiahi pukulan kecil di bahu.