webnovel

"Negosiasi"

"Sayang... Zara Naura." Panggilnya lagi. Namun mata itu semakin lama semakin terpejam.

"Kau tahu.. Aku sudah menargetkanmu sejak lama?" Tanyanya yang hanya dibalas dengan gumaman saja.

Hening masih tercipta, sepertinya ia sudah menyerah untuk membuat Zara terjaga hingga maghrib tiba. Dan tangannya masih sesekali mengelus lembut rambut itu.

"Kapan?" Tanya wanita itu dengan mata yang berusaha untuk dibuka. Ia mencoba untuk menikmati wajah tirus itu hingga mampu mengusir rasa kantuk yang membandel.

"Ketika pelatihan kepemimpinan di SMA."

"SMA kita berbeda.." Potongnya

"Waktu itu bukannya kita dikumpulkan di Hotel Mars Bandung?" Tanyanya lagi.

"Emm.. Entahlah aku tidak terlalu yakin." Ungkapnya setelah terdiam cukup lama. "Kalau begitu, apa Anda berkenan untuk menceritakannya tuan?" Ucapnya genit, kesadarannya telah pulih kembali.

Setelah Zia berusaha keras mencari solusi untuk membuat istrinya itu tetap terjaga, akhirnya semua itu terwujudkan. Ia merasa lega, lalu mengecup lembut dan membaui rambut itu.

"Apakah kau tertarik?" Tanyanya kembali mengulurkan waktu.

Zara langsung terduduk dengan selimut yang menutupi tubuhnya yang sedikit terekspos. Ia menganggukan kepalanya dengan semangat.

"Imbalan apa yang Anda akan ajukan Mrs.Zia?" Tanyanya menantang. Ia sedikit mengangkat tubuh untuk menyandarkan beban tubuh pada kepala tempat tidurnya. Mata itu menatap dengan tajam, seolah-olah mereka sedang beradu mempertaruhkan suatu hal.

"Emmmm... Saya akan memasak hidangan istimewa hari ini, bagaimana? Jarang-jarang loh seperti ini." Ucapnya mencoba untuk mempengaruhi.

Laki-laki itu menggelengkan kepala tampak tak setuju, "Jelas jarang, nikah aja baru." Ungkapnya dengan menampilkan gigi putih yang berderet rapi.

"Yasudah, aku temani saja kamu bergadang kalau begitu." Katanya dengan bibir merah yang mengerucut, sungguh menggoda.

"Apa kau sedang menggodaku, Mrs. Zia?"

"Menggoda apanya? Aku hanya akan menemanimu bergadang tidak lebih." Elaknya dengan kerutan yang menghiasi keningnya.

"Lalu apa maksudmu dengan mengundang laki-laki yang jelas statusnya sebagai suamimu. Ia laki-laki normal loooh.." Ucapnya lagi.

Zara terdiam tampak berpikir. Nampaknya karena ia kehabisan energi sore ini otaknya sedikit bergeser.

"Lalu apa masalahnya.. Itu lebih baik kan, karena sudah halal." Elaknya.

"Baiklah.. Baiklah.. Jadi tawaranmu hanya itu?" Tantangnya lagi dengan suara yang khas. Alisnya terlihat sedikit naik, dan Zara menganggukkan kepalanya. "Apa tidak ada tambahan lain?"

Wanita itu menggelengkan kepalanya tidak yakin, ia tampaknya berpikir keras. Ternyata membujuk laki-laki itu cukup rumit. Rasanya kepalanya pusing, padahal ia tidak meminta lebih.

"Yasudah aku ambil kesepakan itu, ditambah bulan depan kau kosongkan jadwal. Kau tidak boleh pergi kemana pun, meskipun kerumah Bunda." Ucapnya dengan tegas.

"Meskipun ke rumah Bunda dan Mama?" Ulang Zara nampak tidak yakin. Zia menganggukkan kepala dengan pasti. "Bahkan ke rumah tetangga pun tak boleh?" Tanyanya lagi.

"Memangnya kau dekat dengan para tetangga?" Cibir Zia.

"Aiiishhh kau ini.." Bantahnya dengan mengepalkan tangan dan melayangkan pada bahu sang lawan.

Sayangnya tangan itu lebih cepat dari perkiraan Zara. Tubuh itu sudah mendarat dengan sempurna di atas tubuh sang kekasih, lalu dikecup dan dicumbunya bibir merah yang tengah mengkerut itu seperti tiada hari esok.

Zia yang merasakan bahwa Zara mulai kehilangan nafas, ia melepaskannya dengan cepat. "Mau lagi..." Rengeknya, yang hanya dibalas dengan tatapan tajam dari Zara.

"Suruh siapa main nyosor aja. Tidurin aja sendiri, huh." Ketus Zara yang kembali dihadiahi ciuman yang panas.