webnovel

Pertemuan Dengan Pemuda Dalam Mimpi

Malam hari, Sandra baru saja selesai belajar tentang tata krama dan juga ilmu metafisika. Ia berbaring di atas ranjangnya, melepas rasa lelah setelah seharian belajar. Rasanya ia sudah sangat bosan melakukan rutinitas sebagai puteri seorang bangsawan. Lambat laun, mata Sandra mulai terpejam, rasa lelahnya membuat ia cepat terlelap.

Tanpa sadar, alam bawah sadarnya pun di kuasai oleh mimpi buruk. Ia berlari, terus berlari sekencang mungkin agar tidak tertangkap oleh seseorang yang mengejarnya di belakang. Sandra sangat ketakutan bahkan ia benar-benar tidak tau harus melangkah kemana lagi. Keringat yang mengucur deras dan napas yang terengah-engah, ia mulai menemukan jalan buntu dan terjebak di sana.

Sandra melihat kebelakang, sosok yang mengejarnya sudah berada di belakangnya. Dan membalikkan tubuhnya, sosok itu tidak begitu terlihat wajahnya. Keadaan terlalu gelap untuk memperjelas seperti apa wajah orang itu. Bertubuh tegap dan tinggi, namun terlihat ramping. Rambutnya gondrong dengan mata berwarna merah darah.

"Siapa kau? D-dan mau apa?" tanya Sandra berteriak. Pemuda itu tidak menjawab, ia hanya tersenyum. Saat itulah gigi-gigi putihnya terlihat jelas.

Kakinya melangkah pelan, mendekati gadis yang kian ketakutan, dan ia tidak bisa kemana-mana. Langkahnya terhalang tembok tinggi berkawat tajam di bagian atasnya. "Berhenti di situ! Jangan maju, atau aku ...." Sandra menoleh ke kanan-ke kiri, mencari sesuatu untuk menghentikan langkah pria tak dikenal itu. Ia menyambar kayu bekas peti buah, lalu mengacungkan pada pemuda mengerikan itu. "... akan memukulmu dengan kayu ini!" ujar Sandra menggertak pemuda itu agar mundur.

Tetapi, apa yang terjadi? Laki-laki itu tetap mendekati Sandra. Ia tidak takut ancaman Sandra. "Aku lapar!" kata pelan dengan senyuman menyeringai.

"Pergi, jangan mendekat! Pergi dari hadapanku!" teriaknya.

Pemuda itu lalu menyergap Sandra, dan mulai menggigit leher Sandra. "ARRGH!" Perempuan itu pun menjerit sangat kencang hingga ia terbangun.

Ia terduduk dengan keringat yang begitu banyak. Napasnya terengah-engah, mimpi itu terasa nyata hingga membuat seluruh bulu kuduknya berdiri tegak. Merinding. "Ternyata mimpi!" gumamnya, ia bergegas memeriksa leher yang tergigit di dalam mimpinya.

Sandra terdiam, tangannya masih menempel pada lehernya itu. Rasa takut itu semakin menjadi. Ia benar-benar ketakutan oleh mimpi yang menjadi kenyataan dunia nyata. Tangannya merasakan cairan yang menempel di antara telapak tangan dan lehernya. "A-apa ini?" tanyanya tergagap. Detak jantungnya kembali kencang.

Telapak tangannya penuh dengan darah. Ia sangat syok melihat kenyataan itu, bergegas turun dari ranjang dan kemudian mengamatinya di depan cermin. Dua titik berada di lehernya. "I-ini ... t-tidak mungkin?" Sandra benar-benar panik dengan apa yang ia alami itu. Lalu mencucinya di kamar mandi dengan air sampai bersih. Dua titik di lehernya masih saja ada, itu bukan tanda biasa. Ia teringat mimpi itu, "J-jadi pemuda itu vampir?" pikir Sandra, membuat ia semakin takut.

"Tidak, aku tidak mau menjadi vampir!" ujarnya berlari keluar kamar. Melewati lorong yang panjang di rumah yang sangat besar. Lalu ia berdiri dengan napas yang terdengar kelelahan, wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang tidak berhenti mengucur.

"Ayah, Ayah buka pintunya, Ayah!" Panggilnya setengah berteriak, sambil menggedor-gedor pintu kamar ayahnya. Namun, tidak ada jawaban. Sandra membuka pintu kamar ayahnya.

"Ayah." Panggil Sandra saat matanya tidak melihat siapapun di kamar itu. "Ayah di mana?" Ia terus mencari Harry ke kamar mandi. Namun di sana keberadaan ayahnya juga tidak ada. "Kenapa ayah tidak ada? Sebenarnya di mana ayah jam segini tidak ada di kamarnya?" tanya batinnya cemas. Ia masih memegangi luka gigitan pemuda dalam mimpinya itu.

****

Sementara itu di tempat lain.

Di penjara bawah tanah, Harry dan Alan sedang menangani Alvaro. Menurut Alan, ia sempat kabur dengan membuka paksa borgolnya itu. Harry menyiksanya berkali-kali hingga darah menetes dari luka sabetan campuknya. Punggung Alvaro penuh dengan luka sabetan cambuk milik Harry itu, bahkan luka itu tidak pernah mengering.

"Suruh siapa kamu kabur dari penjara ini, hah? Tempatmu di sini, dan kamu pantas dikurung di sini, bocah iblis!" teriak Harry melepaskan seluruh amarahnya.

Harry berhenti mencambuk Alvaro setelah ia benar-benar puas. Ia sangat kelelahan, suara napasnya terdengar sangat memburu. Alan hanya melihat setiap hari kekejaman Harry terhadap Alvaro, bahkan kadang, Harry melakukan yang lebih parah dari hal ini, yaitu menyundutkan rokok yang masih menyala ke tubuh Alvaro. Di wajah Harry terlihat, bahwa ia benar-benar tidak bisa melupakan apa yang dilakukan Alvaro terhadap istrinya.

"Dengarkan baik-baik, aku tidak akan lebih menyiksamu kalau sampai kau kabur lagi dari sini!" ujar Harry menekan rahang Alvaro dengan sangat dalam hingga bocah yang kini berusia 23 tahun itu sangat kesakitan. Ada beberapa luka di wajah sundutan rokok di wajah tampannya. Ia terus menggeram saat Harry menyakitinya, ia seolah ingin menghancurkan wajah dan mengobrak abrik seluruh isi perutnya dengan kuku-kuku tajamnya.

Rasa tidak suka Alvaro terlihat saat ia mengencangkan giginya saat beradu satu sama lain. Tatapan tajam penuh kebencian saling beradu, Harry yang membenci Alvaro telah membunuh istrinya. Sedangkan Alvaro membenci Harry karena penyiksaan terhadap dirinya yang terus menerus tanpa berhenti.

"JANGAN MENGGERAM SEPERTI ITU, BOCAH IBLIS!" teriak Harry, lalu ....

Plaaak.

Menampar pipinya sangat keras hingga memar membekas di wajahnya itu. Alvaro tertunduk sambil menahan deru napasnya yang terasa panas di dada. "A-ku a-kan mem-bunuhmu, B-angsat!" ucap Alvaro pelan. Namun Harry mendengar apa yang Alvaro katakan itu.

"Ngah ... apa? Kau ingin membunuhku?" Harry lalu bangun dan menendang tubuh Alvaro yang sangat lemah dan kurus. Kulit pucatnya masih terlihat walau seluruh tubuhnya di tutupi debu. "Dengan cara apa kau ingin membunuhku, hah? Sebelum membunuhku, aku yang akan lebih dulu membunuhmu, bajingan!" kata Harry memakinya. Menendang Alvaro terus menerus tanpa henti.

Alan menghampiri tuannya yang hampir gila itu. "Tuan, sudah hentikan. Dia bisa mati kalau terus menerus tuan siksa seperti itu!" tahan Alan mencoba menghentikan kegilaan tuannya.

"Biar saja Alan, justru aku memang membunuhnya setelah ia membunuh istriku, padahal aku telah menyelamatkannya dari kedinginan dan kejaran para pengawal-pengawal kerajaan!" Harry menepis tangan Alan. Dan terus menendangi Alvaro.

Dan di luar, tanpa sengaja Sandra mendengar suara ayahnya yang sedang marah-marah itu. "Ini ... bukannya suara ayah?" Sandra terus mendekati arah suara dari balik pintu yang tertutup. Ia tidak pernah tau ada ruangan lain di rumahnya itu. "Ada apa sebenarnya? Kenapa ayah terdengar sangat marah?" tanya batin Sandra mendengar semua percakapan antara ayahnya, Alan dan suara laki-laki yang tidak ia kenal. "Dan siapa laki-laki yang sedang di siksa Ayah di dalam?" Lanjutnya bertanya dalam hati.

"Aaah ... kenapa aku selalu kesal bila melihat wajah mengerikanmu itu!" pikir Harry mengehentikan tindakannya itu, sambil menyeka peluh yang sudah memenuhi dahi dan lehernya. Alan tidak berkata apa-apa, matanya tertuju pada sosok Alvaro yang tergeletak di lantai. Rasanya ia ingin menolong dan membebaskan bocah itu. "Alan, apa yang kau lihat, huh? Ayo pergi dari sini!" perintahnya, penjaga itu mengangguk dan kemudian meninggalkan Alvaro setelah mengunci sel tahanannya.

Tatapan mata Alvaro sangat kosong, ia sangat kesepian dan mendadak merindukan kedua orang tuanya. Ada sesak yang mendadak mempersempit ruang oksigen di dadanya. Hingga ia seolah-olah sulit bernapas, dan lalu tiba-tiba saja embun sudah memenuhi ruang matanya.

Hati Alvaro terluka, lalu terselip rasa rindu di dada yang kini terasa sakit saat merasakan siksaan Harry. Lalu, mendadak ingatannya membuka semua kenangan dirinya bersama kedua orang tuanya sebelum datang kegilaan Raja Raymond dan segala aturannya. Tak terasa, embun itu sudah menetes dari pelupuk matanya setelah mengeras seperti kristal. Terus menetes hingga butiran-butiran bening itu sudah berjumlah sangat banyak dan tercecer di lantai.

Sandra keluar dari persembunyiannya setelah Harry dan Alan keluar. Ia memberanikan diri untuk melihat apa yang terjadi dan sangat penasaran dengan laki-laki yang membuat ayahnya marah di dalam ruangan itu.

Ruangan yang cukup luas dan membuat Sandra terkejut dengan apa yang ia lihat di ruangan gelap tanpa diterangi lampu, hanya cahaya temaram dari sinar api di obor. Pupil mata Sandra mengecil, ia mencoba mengamati yang ada di ruangan itu. Berjalan pelan sambil meraba-raba.

Tak seberapa jauh langkah kakinya menapaki ruangan penjara bawah tanah itu, daun telinganya mendengar suara isak tangis yang cukup kencang. Sandra sudah berdiri di depan sel tahanan Alvaro. "Hai, siapa kamu? Dan kenapa Ayahku sangat marah padamu?" tanya Sandra, pemuda itu tidur membelakangi Sandra.

"Maaf, apakah aku boleh tau, apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan ayah?" tanya gadis itu sangat penasaran. Alvaro mulai bergerak, ia bangun dan merespon suara milik Sandra. Lalu ia menoleh, hanya bayangan saja yang gadis itu lihat dari sosok pemuda itu.

Pemuda itu pun berdiri, menghampiri Sandra. Gadis itu ikut berdiri, wajah itu semakin terlihat walau masih sedikit samar. Dan ....

Degh!

Bibir Sandra mendadak kelu, matanya terbelalak, terbuka sangat lebar. "K-kamu?" ucapnya terbata.

****

Bersambung.