webnovel

Mr. Ambitious

Aku tidak pernah mencintai dirinya, itulah yang selalu kutegaskan pada wanita cantik yang bersikeras membuatku mencintainya. Meskipun, kami sama sama tahu jika pernikahan yang terjadi antara aku dan dia hanyalah sebatas kontrak. "Charles Fitzwiliam. Kau ingat denganku bukan?" "Bagaimana aku bisa melupakanmu, satu satunya orang yang tidak pernah meninggalkanku....sebelumnya," . . . "Sudah cukup semua omong kosong mu, Jane. Sampai kapanpun...aku tidak akan mencintaimu lagi,"

enditawidhi8 · その他
レビュー数が足りません
6 Chs

Little Surprise for You

Selangkah lagi aku akan menyelesaikan tujuanku datang ke Shanghai menemui kakek, tentu saja semuanya berkaitan dengan kesepakatan yang diajukan oleh pak tua itu padaku. Kebahagiaan nampak terkumpul dari cara kakek memandangku saat ini, sinar mata yang seharusnya membuatku bahagia karena aku begitu mencintai sosok beliau kini menjadi begitu menyebalkan. Dengan kasar aku meletakkan pena yang telah selesai kugunakan untuk menandatangani kontrak, aku menghela napas kasar "Apa sekarang kakek senang? Kakek sudah mendapatkan apa yang kakek inginkan, calon menantu, meskipun aku sangat tertekan disini." tandasku pada kakek yang hanya ditanggapi oleh tepukan di bahu. "Kakek selalu tahu apa yang terbaik untukmu, Charles. Ini adalah yang terakhir kalinya aku memintamu melakukan sesuatu, kakek berjanji tidak akan mencampuri hidupmu lagi setelah kau menikah dengan Jane."

"Kenapa harus Jane? Kenapa harus wanita itu dan bukan yang lain?" tanyaku sekaligus mengungkapkan keingintahuanku selama ini, benar, kenapa harus Jane yang dilibatkan dalam pernikahan kontrak ini? Kenapa bukan seseorang yang lebih kompeten atau berpengaruh untuk kemajuan perusahaan? Aku akhirnya kembali menanyakan alasannya pada kakek, meskipun jawaban yang sama akan selalu diberikannya. "Karena kakek yakin jika Jane adalah yang terbaik, lagipula sepuluh tahun lalu kau dicampakkan olehnya karena kau sendiri tidak mau berjuang untuk wanita itu. Jadi, jangan salahkan siapapun untuk masa lalu menyebalkan tersebut Charles Fitzwiliam." tandas kakekku, tubuhku melemas karena kekalahanku menentang pendapat beliau dengan keras. Sebenarnya isi dari kesepakatan yang diajukan oleh beliau tidaklah menguntungkan ku sama sekali kecuali tentang warisan, beliau tidak menuliskan selama apakah kontrak ( pernikahan ) ini akan berlaku antara aku dan Jane.

"Maaf karena mengatakan ini, Kakek. Akan tetapi, sepertinya pernikahan yang kau harapkan tidak akan bertahan lama. Aku begitu menyayangimu hingga membuatku mampu menjalankan permintaanmu segila apapun itu, seharusnya permintaanmu kali ini adalah yang paling mudah, jika saja.....aku masih mencintainya," kakek mematung sejenak kemudian bangkit dari kursinya lantas keluar dari ruangannya, tetapi tepat sebelum pintu kembali ditutup, "Mungkin kau hanya harus membuka dan mempelajari kembali tentang bagaimana caramu mencintai seseorang," setelahnya aku mendengar pintu ditutup secara kasar, aku menghela napas sekali lagi lantas menyeruput secangkir teh dihadapanku. Tanganku memijit pelipis yang mulai berdenyut kencang, astaga...kapankah semua ini akan berakhir, permintaan gila kakekku. Bisakah aku mewujudkannya sebaik pemikirannya?

"Sudahlah, Charles. Semakin kau pikirkan maka akan semakin membingungkan, jalani saja sampai batas waktu yang kau juga Kakekmu setujui." aku terkekeh karena pendapat sepihak dari Albert, dia tentu belum tahu jika kontrak itu tidak punya batas waktu, atau kalau boleh kukatakan untuk selamanya. Tanpa sempat kuminta Al langsung membawakan jas ku ke mobil dan mengantarkan ku ke penginapan yang sudah ia siapkan. Kenapa aku tidak menginap di rumah kakekku? Haha...disana terlalu banyak drama untuk disaksikan, dan aku membencinya. "Kau mau pergi sekarang atau nanti? Aku sudah malas menunggumu yang berdiam diri di sana," ujar Al sedikit berteriak kepadaku, langsung saja aku membuka pintu yang berada di sampingnya dan ia segera melajukan mobil begitu aku selesai memasang sabuk pengaman. Hujan mulai turun ditengah perjalanan meskipun tidak mendung sebelumnya, aku cukup menikmati suara hujan yang semakin deras sebagai pengantar tidurku, "Apakah masih lama?" tanyaku pada Albert, sekretaris ku mengangguk sekilas setelah melihat jam tangannya. "Masih sekitar empat puluh menit lagi," aku mengangguk lantas memintanya membangunkan ku ketika sudah sampai di penginapan. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk akhirnya jatuh tertidur di dalam mobil.

Sayangnya, tidurku selama di perjalanan bukanlah tidur yang nyenyak, meskipun aku merasa begitu lelah dan mengantuk seluruh pikiran tentang pekerjaan tetap saja menyeruak dalam setiap detik waktu tidurku. Albert tidak kesulitan ketika membangunkan ku begitu sampai di hotel, dia sudah meminta pegawai untuk memindahkan seluruh kebutuhanku ke kamar, kami akan menginap kurang lebih dua minggu sekaligus untuk liburan dan bisnis. "Kau pergilah ke kamarmu, nomor 307 dan ini kuncinya." aku tidak segera mengambil kunci yang disodorkan oleh Albert melainkan bertanya balik kepadanya, "Bagaimana denganmu?" Albert hanya mengendikkan bahu sambil menunjukkan satu kunci kamar lagi di tangan kirinya, "Aku berada tepat di sebelah kamarmu, kenapa?"

Tanpa persetujuan darinya aku mengembalikan kunci kamarnya kepada resepsionis, "Batalkan pemesanan kamar ini, minta pekerja untuk memindahkan barang barangnya ke kamar 307." selagi Albert masih merenungi betapa cepatnya aku mengubah reservasi kamar, aku menertawakan betapa konyolnya ekspresi wajahnya saat ini. " Kenapa kau memindahkan kamarku!?" tawaku semakin kencang setelah mendengarnya berteriak kesal, "Aku akan kesepian berada di kamar seorang diri selama dua minggu lamanya, jadi kau harus menemaniku yang sering insomnia dan tempramental ini." segala macam umpatan diluncurkannya untukku, aku yakin itu adalah semua jenis umpatan yang diketahui sepanjang 30 tahun kehidupannya. Akan tetapi, ia tetap mengikutiku menuju kamar, memangnya dia mau apa lagi. Aku jelas tahu kalau Albert tidak memiliki kemampuan untuk memaksakan kehendaknya pada orang lain seperti apa yang selalu kulakukan.

Aku merebahkan tubuhku di kasur dengan nyaman setibanya kami berdua di kamar, berbanding terbalik denganku Albert justru sudah bersiap siap untuk membersihkan diri. Aku yang sudah terbiasa dengan kebiasaannya pun hanya mengabaikan apa yang ia lakukan, sambil bersantai aku membuka ponselku yang ternyata sudah dipenuhi oleh chat dari teman temanku semasa sekolah. Tetapi yang sudah pasti menghubungiku adalah Jane, meskipun hanya beberapa kalimat saja yang dituliskannya untukku seperti, 'Kau sudah sampai?' 'Bagaiamana kabar kakek?' 'Titipkan salamku untuk beliau, kau juga jangan terlalu larut dalam pekerjaan. Beristirahatlah. Selamat sore.' wanita ini, apakah ia benar benar tidak tahu kebenarannya. Tidakkah ia berpikir jika sekarang aku telah kehilangan seluruh perasaanku untuknya, ini sudah sepuluh tahun berlalu. Bahkan cinta sebesar apapun tidak akan sanggup bertahan jika tidak dirawat dengan baik dalam waktu singkat. Tanganku mengetik jawaban untuk Jane dengan cepat, 'Terimakasih sudah memberikan perhatian untuk kakek, aku dan beliau baik baik saja. Juga terimakasih sudah memperhatikanku, selamat sore, Jane.'

Setelah selesai mengirimkan pesan itu aku melemparkan sembarang ponselku dan beralih membuka laptop begitu berada di posisi duduk di atas kasur, tidak banyak yang bisa kulakukan di kamar saat ini kecuali bersantai dan sesekali membuka email yang masuk. "Pergilah mandi, setelah ini kita akan keluar untuk makan malam bersama Kakekmu. Beliau baru saja mengirimkan undangannya, ah...dia bilang malam ini bersikaplah dengan sopan karena semua cucu dan anaknya akan ikut serta." Suara dari Albert memecahkan konsentrasi ku sejenak, satu satunya hal yang dapat kulakukan saat ini hanyalah mengikuti semua yang dikatakan olehnya. Segera saja aku pergi menuju kamar mandi dan meninggalkan Albert yang sudah mengurus hal lain. Mungkin aku akan memperkenalkan sekilas tentang cucu serta anak anak dari kakekku, kalau dijumlah setidaknya mereka semua ada sepuluh orang. Pernikahan pertama kakek telah melahirkan ayahku sebagai penerus perusahaannya, lantas di pernikahannya yang kedua ia memiliki dua orang putri yang dari mereka kakek memiliki tiga orang cucu.

Pernikahan terakhir kakek tidak begitu menyenangkan, ia memiliki seorang putra dan dua orang cucu dari pernikahan tersebut. Beliau memang seorang pria brengsek di masa lalunya, dan beliau selalu menegaskan padaku betapa aku harus menjadi seorang yang lebih baik darinya, karena ia jelas tahu betapa sulitnya memikirkan keluarganya yang bercabang begitu banyak. Tidak memerlukan waktu lama untukku membersihkan diri, hanya sepuluh menit lantas aku keluar dari kamar mandi untuk berpakaian. Akan tetapi, sebuah pemandangan mengejutkanku setengah mati. Apa yang dilakukan wanita itu dikamar ku sekarang!?