webnovel

Burung penuh kebebasan

Sesampainya dirumah....

Aku buka pintu rumah dengan perlahan berharap papah atau kak laura sudah pergi tidur. Tiba tiba aku mendengar suara tepuk tangan dari lantai 2

"Bagus ya kamu udah berani pulang malam".

"Tadi aku abis bantu temen kecelakaan dulu pah. Maaf pulang terlambat". Seketika nyaliku menciut melihat papah yang mulai mendekatiku

Brakk

Aku hanya bisa meringis saat punggungku menghantam pintu dengan kasar, papah menarik rambutku hingga aku mendongak ke arahnya.

"Kamu mau jadi jalan* hah masih kecil keluyuran kayak gini"

"Hiks..pah..ampun..pah".Ucapku sembari menangis

Papah tidak menghiraukan tangisanku malah menarik rambutku semakin kuat, Dia menarikku menuju ruangan rahasia di lantai bawah tanah rumah ini. Dia menarik rambutku sehingga aku harus berjalan mengikuti langkahnya yang cepat dan sesekali terjatuh tapi papah tidak mempedulikan hal itu dan terus menarikku.

Sesaat sampai di depan ruangan papah melepaskan tangannya dan merogoh kantong celana untuk mencari konci

"Pah. Aku mohon jangan ruangan itu pah. Aku takut pah disana gelap".Ucapku memohon tapi papah masih saja diam dan memilih untuk membuka ruangan itu

"Sini kamu!"Bentak papah

Ku langkahkan kakiku memasuki ruangan itu rasanya sulit bernafas karna ruangan ini berisi kenangan menyakitkan yang pernah aku lalui.

"Lelet banget sih kamu".papah menarik tanganku dengan kasar

"Hadap belakang cepet".

"Pah. aku janji gak bakal pulang larut pah, aku minta maaf pah". nangisku kembali pecah dan segera aku berlutut memohon untuk tidak dihukum malam ini

Tak lama terdengar suara Sabetan mengenai sesuatu, Sesuai perkiraan kalian papah mencambuk punggungku.

"Pah. Aku minta maaf pah"

Seakan ditulikan papah tidak mempedulikan tangisku yang sedari tadi tidak berhenti.

Ctarr

"Kamu harus dihukum biar paham perkataan saya! "

Ctarr

"Hiks pah ampun pah".

Ctarr

"Kenapa kamu tidak mati saja".

Ctarr

"Akh.. pah ampun".

Ctarr

"Dasar anak tidak tau di untung".

Ctarr

"Aku.. min..ta.. maaf ".

Ctarr

"Harusnya kamu mati saja seperti ibumu".

Ctarr

"Akh.. pah maafin aku".

Ctarr

"Ibumu selingkuh dibelakang saya".

Ctarr

"Pah..Aku.. min..ta..ma..af"

Ntah berapa lama papah mencabuki punggungku yang aku tau sekarang matahari sudah mulai naik dan aku masih diposisi yang sama seperti tadi malam, meringkuk diruangan gelap penuh debu ini. Aku tau kalo papah sedang ada masalah hanya aku yang menjadi tempat dia melepas amarahnya tapi itu lebih baik dari pada kak laura yang kena imbasnya.

Krek suara pintu dibuka

"Neng kenapa bisa kayak gini".Ucap perempuan yang sudah keliatan tidak muda lagi sembari menutup badanku dengan selimut.

"Bibi kapan pulang dari kampung?".tanyaku sembari tersenyum kecil

"Tadi pagi bibi baru sampe tapi pas bibi tanya ke tuan dimana neng uji tapi tuan malah kasih kunci. kenapa tuan masih suka mukulin eneng kaya gini sih"

"Aku gapapa kok bi. tapi boleh minta tolong anter aku ke kamar gak??"

"Yuk neng bibi anter". dengan tergopoh gopoh bibi mengantarkan aku ke kamar

"neng duduk dulu disini biar bibi ambilkan air hangat sekalian ganti baju dulu ya neng. seragamnya udah sampe robek gini"

"Iya bi".

Tidak membutuhkan waktu lama bibi kembali dengan membawa air hangat untuk membersihkan darah yang mulai mengering dan mengambilkan bajuku dilemari, setelah semuanya selesai bibi mengantarkan roti dan susu hangat lalu izin pamit untuk membuat sarapan yang lain.

Aku hanya bisa terdiam menatap kearah jendela lalu mengambil barang yang sengaja aku sembunyikan di laci lemari samping tempat tidurku.

"Maaf tapi aku butuh ini". Aku mulai menggaris pergelangan tanganku menggunakan cutter

Seketika aku tertawa lepas dan anehnya aku mulai meneteskan air mata, Banyak sekali bekas Cutting disana itulah sebabnya aku sering memakai baju panjang atau handband untuk menutupi bekas luka yang sering membuatku ditatap menjijikan oleh orang lain.

Tak tak tak Suara sepatu laura memecah kesunyian rumah

"Bibi kapan pulang?".tanya laura sembari duduk di meja makan

"tadi pagi non laura ".jawabnya

"si luzi udah berangkat bi?"

"Neng uji kayaknya abis dimarahin sama tuan".

Laura hanya bergumam dan langsung pamit pergi meninggalkan bibi yang masih terpaku menatap punggung laura yang semakin menjauh

ring ring

"halo pah?.

iya laura lagi di jalan kesekolah.

bilangnya lagi nganter dinas?. yaudah nanti laura bilangin kegurunya". telpon mati sepihak

Laura hanya terkekeh mendengar penjelasan dari papahnya yang menjelaskan kalo papah abis kasih hukuman ke luzi karna pulang malam.

Dilain sisi

"neng uji badannya panas banget. tunggu sebentar ya bibi bikinin air anget dulu"

Aku yang sudah lemas hanya bisa mengganguk pelan dan kembali meringis saat luka dipunggungku terkena baju

"neng ini minum dulu air angetnya, sini bibi bantu bangun".

"makasih ya bi, maaf aku ngerepotin bibi". Dengan perlahan aku meminum air hangat itu

"ini bibi bawain obat diminum ya sama buburnya dimakan"

Aku hanya tersenyum simpul melihat bibi yang sudah tidak muda lagi ini menatap khawatir

"Aku gapapa kok bi, sekolah aku gimana?".tanyaku

"Tadi mas budi titip salam katanya non laura kamu di izinin dulu dari sekolah pakai dalih temenin tuan dinas"

"Gitu ya bi". Lalu bibi pamit keluar kamar hanya menyisahkan aku seorang diri

yang sedang menatap keluar jendela

"Matahari hari ini cerah bahkan aku bisa melihat burung kecil berterbangan, Tuhan apa aku akan sebebas burung itu?". Tangisku kembali pecah perlahan aku memeluk lututku dan menelungkupkan kepalaku disana berharap nangisku tidak terdengar orang lain.