webnovel

Misteri Sinden Pasar Rebo

Karsih adalah seorang wanita cantik yang memilih untuk menjadikan sinden sebagai profesinya dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Karsih adalah pesinden baru namun dengan keahliannya Karsih berhasil memberikan banyak sekali tepuk tangan juga sanjungan dari banyak orang yang mendengar setiap tembang yang dibawakan. Jelas sekali membuat para pesinden lainnya merasa sangat iri sebab sejak kedatangan Karsih banyak dari kawan-kawan Karsih yang tidak mendapatkan job untuk manggung. Hingga suatu hari sebelum Karsih bernyanyi seorang laki-laki bernama Fajar melihat Karsih sedang berdandan tetapi wajah yang tampak di cermin itu bukan wajah Karsih melainkan wajah seorang wanita yang sangat cantik rupawan wajahnya mirip seperti wajah seorang Ratu. Sejak hari itu Fajar menjadi yakin bahwa Karsih tidak sendiri, melainkan ada kekuatan gaib lain yang menemaninya. Fajar sangat ingin menjaga Karsih karena dia iba kepada Karsih dan juga anak yang saat ini diasuh oleh Karsih. Tapi rasa iba tersebut kemudian diartikan berbeda oleh Pak Broto laki-laki kaya pemilik gudang beras yang berada di kotanya. Pak Broto merasa bahwa Fajar akan mengambil Karsih, itu sebabnya Pak Broto berambisi untuk menyingkirkan Fajar. Pak Broto adalah laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya saja. Pak Broto acapkali mengirimkan hadiah kepada Karsih namun Pak Broto juga seringkali menggoda Karsih. Mampukah Karsih bertahan dengan segala godaan yang datang? Lalu sebenarnya siapa wanita yang ada di tubuh Karsih?

LANINA · ホラー
レビュー数が足りません
24 Chs

PERMINTAAN YANG BANYAK

Karsih merasa terkejut mendengar ada suara ketukan di pintu. Dia kemudian berdiri menghampiri pintu dan melihat siapa yang datang. Tidak biasanya ada tamu datang siang hari begini. Keluarga Karsih termasuk keluarga yang tidak kaya sehingga jarang sekali ada tetangga yang berkunjung ke rumahnya.

Ketika Karsih membuka pintu, betapa terkejutnya ia saat melihat ada Mbak Tina di depan pintu itu. Mbak Tina datang dengan sopir pribadinya.

"Mbak Tina, tumben sekali datang kemari, ada apa?" kata Karsih kepada Mbak Tina.

"Silakan masuk Mbak Tina!"

Mbak Tina tersenyum. Dia masuk kedalam rumah Karsih, memandang dinding rumah itu, kemudian melihat ke atap, melihat ke lantai dan melihat ke sekeliling. Karsih merasa malu rumahnya bukan rumah yang megah dan mewah seperti rumah Mbak Tina. Rumahnya cenderung biasa saja. Dia tidak menyangka bahwa Mbak Tina mau berkunjung kerumahnya yang kecil dan mungil itu.

Mbak Tina kemudian duduk di sofa yang ada di rumah Karsih. Sofa dengan kain yang sudah tidak sempurna, tapi Mbak Tina tetap saja mau duduk di sana. Karsih merasa mendapatkan kejutan yang luar biasa hari ini.

Tidak lama berselang, bibinya keluar dari dalam. Beliau sangat terkejut melihat ada perempuan duduk di rumahnya, perempuan yang sudah sangat terkenal di kampung ini.

Siapa yang tidak mengenal istri juragan Darsa. Semua orang mengenalnya terlebih terhadap Mbak Tina meskipun dia hanya istri kedua dari juragan Darsa. Dia dikenal sebagai perempuan yang berkuasa atas semua harta juragan Darsa karena juragan Darsa mendapatkan uang tersebut ketika dia bekerja bersama Mbak Tina.

Mbak Tina juga sangat murah hati, dia suka sekali membantu orang-orang yang membutuhkan. Namanya sangat tenar di kampung ini dan tidak heran jika Bibi juga mengenal Mbak Tina.

"Selamat siang Bu," kata Mbak Tina kepada Bibi. Kemudian Bibi menganggukkan kepalanya.

"Selamat siang juga, Juragan."

Mbak Tina tersenyum, panggilan juragan itu memang sudah sangat lekat pada dirinya. Semua orang mengenal bahwa dia dipanggil dengan sebutan tersebut.

"Tidak usah dipanggil juragan, Panggil nama saya saja, nama saya Tina."

"Wah jangan juragan, tidak baik, nanti kalau saya memanggil juragan dengan panggilan nama, tidak sopan."

"Ya... itu terserah Ibu saja, yang pasti saya ini masih muda tidak enak juga kalau saya dipanggil juragan seperti orang kaya saja," kata Mbak Tina sambil tersenyum tipis.

"Silakan berbincang-bincang dengan keponakan saya. Saya mau ke dalam dulu," ucap Bibi kepada Mbak Tina. Kemudian Mbak Tina menjawab, "Iya, Bu."

"Mbak, sebenarnya ada apa, tumben sekali Mbak Tina datang kemari?"

"Begini Karsih, saya tidak tahu ingin menyampaikan dengan cara apa berita ini. Saya harus bahagia atau saya harus bersedih, saya bingung."

"Apakah itu berita buruk, Mbak?" tanya Karsih kepada Mbak Tina.

"Oh, tidak. Berita itu bukan berita buruk."

"Jadi ceritanya begini. Sejak kamu tampil di tempat Pak Broto beberapa hari yang lalu, orkestra kita mendapatkan banyak sekali panggilan untuk mengisi acara.

Nah, rata-rata dari mereka meminta kamu yang menjadi sinden utama. Kalau saya sendiri tidak masalah Karsih, tetapi bagaimana dengan sinden sinden yang lain. Apakah mungkin mereka bisa menerima tiba-tiba posisinya diganti begitu saja sejak kamu hadir dan bergabung bersama kami?"

Mbak Tina diam, Karsih juga diam, sopir pribadi Mbak Tina yang masih muda belia itu pun diam.

Mereka tampak berpikir sepertinya mereka sedang mencari cara untuk memecahkan permasalahan yang ada.

"Kalau menurut saya biar saja Mbak Tina. Mbak Karsih tampil seperti yang diminta oleh orang-orang yang punya hajat. Bukankah itu permintaan para pengundang bukan dari Mbak Tina yang menentukan? Jadi kalau ada sinden lain yang merasa tidak nyaman, kita harus memberikan mereka nasehat agar mereka banyak berlatih supaya suaranya bisa seindah Mbak Karsih," begitu saran yang disampaikan oleh sopir pribadi Mbak Tina tersebut. Saran yang sangat bagus memang tetapi tidak mudah dalam menerapkannya.

"Aku bisa saja bicara seperti itu, lalu jika kemudian mereka merasa iri dan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya bagaimana?"

"Kalau kita kembali membahas itu maka kita akan kembali pada perbincangan awal sebelum saya diterima menjadi sinden Mbak Tina. Orang-orang yang memiliki hati buruk seperti itu banyak, kita tidak bisa terlalu menghiraukan mereka tetapi kita juga tidak boleh tidak peduli sama sekali terhadap mereka, semuanya harus seimbang Mbak. Saya sudah pernah memberikan contoh kepada Mbak Tina tentang apa yang terjadi pada keluarga saya."

Mbak Tina kemudian menganggukkan kepalanya. Dia sepertinya mengingat-ingat sesuatu. Apa yang dikatakan Karsih adalah kebenaran meskipun membutuhkan keberanian untuk melawan mereka yang mempunyai hati jahat karena iri dan dengki. Perasaan iri dan dengki itu pasti akan muncul diantara sinden sinden senior yang merasa bahwa dirinya dipinggirkan sejak kedatangan Karsih.

"Kalau memang kamu merasa berani dan sanggup, saya akan mempersilahkan kamu. Tetapi kalau kamu tidak berani maka saya akan mengembalikan DP yang diberikan oleh para pelanggan semuanya. Tergantung kamu, Karsih!"

"Saya berani dan sanggup, Mbak Tina! Tidak apa-apa, di terima saja. Agar para sinden yang lain tidak merasa kecewa sebaiknya sinden utama tetap saya namun nanti uang honornya dibagi rata seperti waktu di tempat Pak Broto kemarin. Bagaimana menurut Mbak Tina? Ini hanya saran saja. Mbak Tina jangan tersinggung, ya?"

Mbak Tina kemudian tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Karsih. Di dalam hatinya dia berujar perempuan ini sebenarnya adalah perempuan yang lembut dan baik hati, sayang sekali kalau dia menjadi sinden. Tapi apa mau dikata, saat ini dia tidak memiliki pekerjaan yang lain selain menjadi sinden.

"Asal Karsih tahu, dalam satu bulan ini nanti kita sudah mendapatkan 7 kali undangan. Ini peningkatan yang luar biasa buat orkestra kita!"

"Wah bagus itu, Mbak Tina. Semoga ke depannya akan lebih banyak lagi orang yang mengundang orkestra kita, Mbak!"