webnovel

Teman Ali

Sarji, Iin, Aji dan Adel tersentak kaget, bahkan mereka serentak mundur karena terkejut dengan ucapan Ali, "benar itu tempatnya."

 

Ali menangkap tatapan wajah mereka semua, "kalian percaya padaku kan," ucap Ali, " aku berjanji akan membantu Ali dan menjaga tubuh Ali tetap aman," suara Ali terdengar bersungguh-sungguh., berharap Iin, Sarji, Aji dan Adel mempercayainya.

 

"Bagaimana, Beh?" tanya Iin menunggu jawaban suaminya. Sarji terlihat menatap kedua netra Ali tajam, perlahat terlihat tatapan kepercayaan dari kedua netra Sarji, "gua percaya sama dia. Gua yakin dia bisa membantu dan menjaga tubuhnya Ali." Tegas Sarji yakin.

 

Tetapi berbeda dengan Aji yang terlihat masih ada kerguan, "Beh! Kalau Nyi Ayu mencelakain Bang Ali gimana? Babeh denger sendiri kan kalau misalnya Bang Ali meninggal, maka jiwa Nyi Ayu bisa langsung masuk ke dunianya." Aji membantah dengan tegas juga.

 

"Aku juga ingin merubah cerita duniaku," suara Ali meninggi, membuat semua mata menatap pada Ali, "duniaku akan berubah jika aku menyelamatkan tubuh Ali." Sambung Ali membuat mereka penasaran.

 

Wajah keluarga Ali nampak kebingungan. Ali mengambil ponselnya dan terlihat mencari sesuatu dalam kolom mesin pencarian, "lihatlah ini!" Ali memberikan ponselnya pada Aji, "itu adalah nama kerajaan Ayahandaku. Tetapi di sana tertulis, kalau kerajaan itu berakhir pada tahun 1500. Itu adalah hari aku bunuh diri." Penjelasan Ali membuat mata seleuruh keluarga Ali membulat penasaran.

 

"Seharusnya saat itu aku melangsungkan pernikahan dan memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Ayahandaku. Tetapi karena aku bunuh diri dan masuk ke tubuh Ali, jadi aku tak tahu apa yang terjadi dengan duniaku sekarang," suara Ali terdengar sedih, "saat aku mendapatkan petunjuk, dijelaskan kalau aku harus menyelamatkan Ali agar duniaku juga berubah. Karena itulah aku bertekad melindungi tubuh Ali juga."

 

Pandangan tidak percayanya Aji terlihat memudar, perlahan ada rasa penasaran pada kedua netra Aji, "lu yakin?" tanya Aji memastikan, Ali hanya mengangguk pasti, "apakah kalian menemukan sesuatu yang ganjal pada Ali, sebelum Ali kecelakaan?" tanya Ali seraya menatap satu persatu wajah anggota keluarganya.

 

"Assalamulaikum. Ali oh Ali.." terdengar suara salam dari luar rumah Ali.

 

Mereka semua terkejut dan panik, "itu suara temen-temennya Bang Ali," jawab Aji yang mengenali suaranya.

 

Wajah Ali berubah panik karena belum siap bertemu dengan teman-teman Ali, "bagaimana ini?" tanya Ali panik, "bagaimana kalau mereka tahu, aku bukan Ali atau mereka mengira Ali itu aneh," gigi Ali terdengar beradu panik dan ketakutan.

 

"Lu tenang dulu, Li. Biar kita semua yang temuin mereka yah!" pinta Iin mencoba menenangkan Ali, "cepetan kalian semua keluar temuin mereka. Ali lu pura-pura sakit aja, yah!" saran Iin dan mereka semua keluar dari kamar Ali.

 

Cepat-cepat Iin menghampiri pintu dan menyambut teman-teman Ali, karena ucapan salam dan teriakan teman-temannya Ali terus menerus terdengar meminta dibukakan pintu rumah Ali.

 

Klekkk...

 

"Waalaikum salam. Eh kalian teman-temannya Ali yah?" sapa dan tanya Iin setelah membuka pintu rumahnya, kemudian disambut senyum teman-temannya Ali.

 

"Iya, Mak. Kita mau nengokin Ali. Kata Aji Ali masih sakit." Jawab salah satu dari mereka.

 

Mereka semua berlima. Salah satunya berambut kribo yang bernama Edi melihat Aji yang muncul menuju ruang tamu, "Aji, woy.." sapa Edi dengan nada keras membuat Iin menoleh ke arah dalam.

 

Iin yang tadinya memegangi pintu rumahnya dan membuka sedikit saja agar teman-teman Ali tak masuk ke dalam, ternyata lengah saat menoleh ke arah dalam sewatu Edi menyapa Aji sehingga gagang pintunya terlepas dan pintu pun terbuka lebar, klekkkk....

 

Edi dan 2 temannya yang datang tersebut mengira kalau Iin mempersilahkan mereka masuk. Tanpa sungkan mereka melangkah masuk ke rumah Ali melewati Iin, "makasih banyak ya, Mak. Kita mau nengokin Ali dulu."

 

Iin baru tersadar saat mereka bertiga sudah melewati tubuhnya dan langsung berubah panik dan ketakutan, "tu.. tunggu!" teriak Iin, nadanya terdengar gagal dan panik.

 

Ketiga teman Ali menoleh pada Iin, menatap Iin heran. Biasanya Iin selalu ramah dan menyambut mereka, jika mereka berkunjung ke rumah Ali bahkan mereka saja tak sungkan memanggil Iin dengan panggilan 'Emak' dan memanggil Sarji 'Babeh'.

 

"Ada apa, Mak?" tanya sebelah kiri Edi yang bernama Zaki.

 

Iin merasakan tatapan mereka heran sewaktu melihat pada Iin, "eummmm..." Iin terlihat sedang berpikir.

 

"Bang Ali baru aja tidur." Terdengar Adel bersuara muncul di samping Aji menyelamatkan Iin yang panik, "iya maksud Emak gitu. Ali baru aja tidur, kasihan kalau diganggu." Jelas Iin meyakinkan lagi.

 

Ketiga teman Ali terlihat berpikir dan mencoba memahami penjelasan Iin dan Adel, "yasudah, kita numpang tidur juga di kamar Ali ya, Mak." Ucap satu laginya yang bernama Darul.

 

Mereka langsung melangkah masuk menuju kamar Ali. Mereka bertiga sudah sangat dekat dengan Ali, kelaurga Ali pun sudah menganggap mereka seperti keluarga sehinga tanpa rasa sungkan mereka langsung masuk ke dalam rumah Ali. Tindakan mereka membuat seluruh keluarga Ali panik dan ketakutan.

 

"Eh, lu bertiga kaga punya adab, ya!" kini terdengar suara Sarji yang muncul di hadapan mereka berniat nenghadang Edi, Zaki dan Darul.

 

Edi, Zaki dan Darul terlihat tercengang mendengar suara Sarji yang meninggi, terlihat ada rasa takut di wajah ketiga temannya Ali itu. Tapi tatapan mereka langsung berubah berbinar-binar seperti menemukan sebuah ide cemerlang.

 

"Apa lu?" bentak Sarji melotot tajam karena tatapan mereka seperti mencurigakan, "ah, si Babeh suka pura-pura," goda Edi, tangan Edi hendak menjangkau Sarji tetapi tubuh Sarji langsung refleks mundur karena tak mengerti dengan tindakan Edi.

 

Sarji makin membulatkan matanya karena merasa Edi, Zaki dan Darul bukan hanya menggodannya tapi Sarji merasa tingkah mereka tidak sopan. Sarji makin terkejut ketika mata mereka bertika sontak kompak mengedipkan satu mata kirinya, "kenapa lu, pada ngedipin mata satu. Pada picek mata kalian?" sentak Sarji emosi.

 

Edi menggoyangkan tas yang ada hadapannya seperti memberi isyarat pada Sarji. Sarji yang hendak melotot lagi terlihat kebingungan karena tak mengerti isyarat dari Edi, "eheumm.. eheummm..." tiba-tiba Zaki dan Darul berdeham bersamaan membuat Sarji terlihat berpikir.

 

"Ahhhh..." Sarji sepertinya mengerti isyarat dari Edi, Zaki dan Darul. Mata Sarji berbinar-binar membuat ketiga temannya Ali menggerakan kepalanya ke samping kiri dan atas, isyarat agar Sarji bergeser dari pintu kamar Ali.

 

Sarji tersadar dengan perbuataanya saat matanya tanpa sengaja menangkap tatapan tajam dari Iin, Aji dan Adel, "gak bisa! Ali lagi tidur gak bisa diganggu," tegas Sarji pada ketiga temannya.

 

"Yakin nih, Beh. Gak mau?" rayu Edi seraya menggoyangkan tas yang digendongnya seperti tadi.

 

Sarji terlihat berpikir, sepertinya isyarat dari Edi, Zaki dan Darul lebih menggoda. Tapi tatapan Iin, Aji dan Adel lebih menakutkan. Sarji juga khawatir pada Ali.

 

"BABEH...." Edi, Zaki dan Darul berteriak bersamaan memebuat Sarji terkaget hingga melompat karena sangat terkejut. Tanpa Sarji sadari ia melompat ke samping memberi jalan pada Edi, Zaki dan Darul.

 

"Terima kasih, Beh.." ucap mereka serentak seraya membuka pintu kamar Ali.

 

Ucapan terima kasih dari mereka membuat Sarji, Iin, Aji dan Adel langsung panik dan ketakutan.