webnovel

27. Cinta pertama Winda 2

Bersama dengan itu, Raizel keluar dari kamar mandi. Dia telah selesai mengganti bajunya, ia melihat satu gadis berkulit kuning langsat dan rambut sepunggung sedang bersiap membawa gelas juga teko di atas nampan.

"Huwaaahh ... ngantuk banget, tapi harus semangat buat ketemu sama cowok kota. Semoga aja, ada yang suka sama Winda nanti" gumamnya tersenyum senyum sendiri. Winda belum sadar, jika dirinya diperhatikan oleh Raizel

"Haaaaccuuuhh!!" Winda tiba-tiba bersin yang membuat kakinya mulai mundur-mundur dan akan terjatuh kedalam Kolam. Yang jauhnya hanya 3 langkah  di belakang kakinya.

Winda membelakakan mata karena sadar dirinya akan terjatuh, dengan lemas Winda tidak sempat berpegangan apapun.

Raizel yang tahu, bahwa gadis yang diperhatikan itu akan jatuh ke sebuah kolam, dengan cepat berlari menarik tangan Winda.

"Awas!!" Raizel berhasil menarik Winda dan membuat keduanya  terjatuh duduk di lantai yang sedikit kotor, di samping mereka ada meja kecil yang di atasnya tertompang sebuah kompor.

Winda  yang  ikut terduduk karena jatuh di depan Raizel, ia terkejut bahwa dirinya telah ditarik oleh seorang pria.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya Raizel memegang satu tangan Winda, dan menatap wajah Winda yang melamun.

Winda tidak menjawab karena ia sedang terpana, oleh paras pria yang  suday menyelamatkannya.

"Pangeranku ...." Lontar Winda dengan manik mata yang bulat, ia tersenyum bahagia bahwa dirinya telah menemukan pujaan hati.

"Maaf ... kamu bisa bangun dulu nggak?" kata Raizel kepada Winda yang sedari tadi diam menduduki pahanya.

Dengan cepat Winda tersadar dan beranjak bangun.

Raizel'pun menyusul bangun setelah Winda.

"Makasih ...." Satu kata terucap ke pada Raizel, pipi Winda memanas berubah menjadi pink.

Raizel  yang sedang menepuk-menepuk cenalanya karena sedikit kotor, tiba-tiba menoleh ke arah Winda.

"Iya, sama-sama" jawab Raizel tersenyum.

Kemudian berlalu melewati Winda untuk kembali ke ruang tamu, bergabung bersama teman-temannya dan Saleh.

Angin kecil berhembus menerpa hidung Winda karena Raizel yang lewat di depannya.

Aroma parfum dari Raizel tercium oleh hidungnya. Setelah Winda melihat Raizel telah pergi, ia menghirup panjang nafasnya.

"Parfuum cowok kotaa ... kyaaaa!" teriaknya pelan, bersama kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya karena malu.

Jam menunjukukan pukul 21.56 malam.

Di rumah Saleh yang biasanya hening, kini sangat ramai karena kedatangan Saleh, Raizel, Egy, Vano, Caca, Cindy, dan Diva.

Mereka kini mengadakan makan malam bersama.

Saat makan malam, Winda melirik Raizel yang duduk dekat dengan Diva. Entah mengapa saat melihat Diva dan Raizel tersenyum bersama. Hati Winda merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Winda udahan ah! Makannya" pungkas gadis itu berlalu pergi masuk ke dalam kamar.

Padahal ia baru saja makan beberapa sendok, sisa makannya pun masih banyak.

"Kok Winda makannya sedikit sekali" ucap Saleh heran, menatap kepada istrinya.

"Enggak tau, Mas. Biasanya juga nggak gitu" jawab Ningsih memandangi pintu kamar putrinya. Yang sudah ditutup oleh Winda.

Mereka tidak tahu, bahwa Winda seperti itu sebenarnya karena cemburu.

Di dalam kamar, Winda berdiri bersender pada pintu kamarnya.

Ia memalingkan wajahnya ke samping dengan murung.

"Hemb ... Winda kenapa ya, perasaan Winda baru aja ketemu sama kakak kota itu. Tapi kenapa ... Winda nggak suka lihat kakak itu dekat sama cewek lain" gumamnya pelan tanpa sadar.

"Tapi ... Kakak itu ganteng banget, dia manis, bulu matanya panjang. Dan kelihatannya romantis, hehe." Winda kini menundukan kepalanya, menutupi wajahnya yang memerah setiap kali mengingat kejadian di dapur bersama Raizel.

Tidak lama setelah itu, makan malampun berakhir.

"Gimana Neng, Den? Makanannya?" tanya Saleh ke pada Raizel dan teman-temannya, apakah enak atau tidak masakan yang dibuat istrinya itu.

"Enak banget, Pak!" Jawab Egy spontan.

"Iya ... enak, saya suka" timpal Diva tersenyum.

"Bener ... kerasa banget makanannya beda, bumbunya juga pas di lidah" imbuh Cindy.

Dan disusul anggukan oleh Raizel, Caca, dan Vano sambil tersenyum.

"Ah Aden sama Neng nih, bisa aja. Makasih, hihi." Ningsih tersenyum pelan, menerima pujian itu. Ia sangat tidak menyangka, ternyata orang kota bisa menerima rasa masakannya yang sangat sederhana itu.

Saleh hanya tersenyum senang, karena tamunya suka dengan hidangan kampung yang dibuat istrinya.

Ningsih mengemasi piring-piring kotor, dibantu oleh Nita.

"Bu, Nita ke kamar dulu ya ... mau manggil Winda buat ikut bantuin" pungkas Nita yang dibalas anggukan oleh Ningsih.

"Bu, boleh saya bantu?" Cindy kini berdiri karena melihat Ningsih yang mengangkat beberapa piring berisi sisa lauk dan sayur.

"Jangan Neng! Neng dan Aden, kan tamu kita, masa ikut beberes. Jangan ... ini biar Nita dan Winda yang beresin" ujar Ningsih  lembut ke pada Cindy.

Cindy hanya tersenyum dan menganggukan kepala mendengar jawaban Ningsih.

Saat Nita akan membuka pintu, tiba-tiba ia merasa pintu kamarnya begitu berat untuk didorong. Begitu berat untuk dibuka.

"Berat banget, ada apa sih?"

Hal itu disebabkan. Karena Winda yang bersender di belakang pintu tersebut, menghalangi Nita membukanya.

"Hemppph!"

Nita tanpa berfikir apa pun, dengan cuek mendorong sentak pintu itu.

"Waaahh! Cicak! Eh cicaak ...!" Terdengar suara latah kaget Winda yang tersungkur ke depan, hingga sampai bertengkurap di lantai.

"Winda, kamu ngapain malah nglongokin bawah tempat tidur?" tanya Nita yang heran melihat adiknya tengkurap di lantai.

"Kakak! kenapa nggak bilang dulu mau buka pintu! Aku, kan tadi di situ lagi enak senderan" Winda kini bangun dan duduk, lalu memprotes dan mengocehi kakaknya.

"Loohh ... kamu tadi senderan di depan pintu? Kakak, kan nggak tau. Lagian kamu ngapain juga sender-sender pintu kaya orang patah hati" celetuk Nita membuat Winda diam, ia mencerna perkataan kakaknya.

Apakah benar ia sedang patah hati?

Apakah ia sedang jatuh cinta?

Karena melihat lelaki yang baru saja bertemu dengannya, tadi bersenyuman mesra bersama orang lain?

"Ayo bangun, bantuin beresin" ajak Nita yang kemudian menutup pintu.

Kini Winda kembali sendirian terduduk di lantai kamarnya, ia  meremas kain baju di bagian dada. Wajahnya murung.

Sedikit mulai berfikir, ada apa dengan hatinya?

Ia menghela nafas, lalu berdiri dan berjalan menuju ruang tamu untuk membantu Nita.

Winda berjalan santai menuju ruangan yang di mana, di situ ada Raizel.

Ia sesekali melirik Raizel sambil mengangkati piring kotor dan gelas kotor.

'Kayaknya mereka pacaran' batin Winda bergumam karena melihat Egy yang mengenggam tangan Caca.

Satu persatu gelas dan piring kotor sudah diangkat dan dipindahkan ke dapur oleh Winda dan Nita.

Kini mereka kembali duduk bergabung bersama Ayah dan Ibunya, menemani tamunya.

Saat itu, hati dan pikiran Winda masih saja terus bergumam macam-macam.

"Oh iya, Bapak lupa. Ini perkenalkan anak bungsu saya namanya Winda." Tiba-tiba Saleh berbicara yang membuat Winda sedikit buyar akan hatinya yang bergumam.