webnovel

12. Harus Tetap Berani

Niat Raizel memanggil Egy dan Vano adalah untuk berpura-pura meminta tolong, supaya mereka bisa menariknya dari pelukan si Genderuwo.

Vano dan Egy yang telat menyadari Raizel terhenti, kemudian membalik tubuh mereka ke arah Raizel.

"Loh Rai, lo kenapa berhenti la-]"

Setelah mereka berbalik, Egy tidak mampu meneruskan ucapannya.

Mata kedua remaja itu terbuka lebar.

Mulutnya sedikit menganga.

Karena terkejut mendapati Sosok hitam di belakang Raizel.

Raizel yang masih diam dalam dekapan Genderuwo tersebut, menyaksikan respon kedua temannya itu.

Seakan seperti mereka bisa melihat sosok mahluk yang ada di belakang tubuhnya.

"Rrr-rraii ...." Panggil Egy bergemetar.

"Ra-ra-raai ... itt-it-ittuu ya-yang mel-melluk lo, Apa'aann?" tanya Vano dengan takut, dan terbata-bata, sembari menunjuk ke arah Raizel.

Oh, ternyata Genderuwo ini sengaja memperlihatkan wujud aslinya kepada Egy dan Vano.

Dengan sengaja, supaya membuat wujudnya tidak hanya bisa dilihat oleh Raizel, tapi agar bisa dilihat juga oleh Vano dan Egy.

Mata Egy dan Vano terus saja menatap fokus kearah genderuwo yang masih memeluk Raizel, bagi mereka. Itulah pertama kalinya bisa melihat mahluk halus secara langsung.

Dengan posisi tubuhnya yang masih dalam dekapan mahluk astral itu.

Raizel berusaha melawan rasa takut.

Karena, jika dia terus saja terlena akan perasaan takutnya, maka dia pastikan tidak akan bisa membantu Egy menemukan kebenaran tentang Ega.

Kemudian, Raizel mengesampingkan wajahnya. Mencoba melirik  paras si Genderuwo, meskipun ia sudah melakukan hal itu, matanya hanya bisa melihat setengah wajah dari si mahluk hitam tersebut.

Raizel memberanikan diri, untuk bertanya kepada Genderuwo yang terus diam di belakang tubuhnya.

"Apa maumu? Apa kamu ingin aku?"

Raizel mengira, mahluk tersebut  tidak akan menjawab, seperti ia bertanya pada Ega malam itu.

Akan tetapi, ternyata sang mahluk astral ini, justru memberikan jawabannya.

"Grrrrrrrrrr." Si genderuwo menjawab dengan menggeram yang memberikan jawab iya padanya.

"Kalo gitu, kamu cukup bawa aku." kata Raizel "dan biarkan temanku pulang." Lanjutnya memberikan penawaran.

Vano dan Egy mendengar ucapan Raizel, mereka yang semulanya takut. Kini berubah marah.

Mereka berdua tidak setuju, pada keputusan Raizel.

"Lo ngomong apa Rai!?" seru Egy.

"Iya ... maksud lo apa? lo nawarin dia buat bawa lo pergi, terus ngebiarin kita pulang? Gue nggak setuju!" bantah Vano.

Mendengar perkataan Egy Dan Vano, itu membuat Raizel panik, ia khawatir jika mereka telah menyinggung sosok mahluk hitam berbulu, yang masih memeluk tubuhnya.

"Guys. Tolong, kalian pulang ... gue janji, setelah lo berdua sampe rumah ... gue juga pasti pulang," pinta Raizel memohon.

"Nggak!" hardik Egy "lo gila? gue nggak akan ngebiarin dia bawa lo!" tambahnya.

Sedangkan Vano. Ia menatap tajam Raizel, memberikan arti bahwa ia setuju dengan perkataan Egy.

Tiba-tiba, angin berhembus lumayan kencang.

Tidak lama setelahnya, datanglah dari arah yang berbeda, tepatnya di belakang Vano dan Egy, muncul sosok wanita memakai daster penuh darah, membawa kain merah yang sepertinya warna merah itu juga adalah darah. Berjalan mendekati Vano dan Egy.

'Sial ... sekarang apa lagi ini!' umpat Raizel di dalam hati.

"Hey! Van! Gy! Awas di belakang kalian!" teriak Raizel.

Egy dan Vano yang awalnya tidak menyadari kehadiran sosok wanita tersebut, setelah Raizel berteriak memberikan peringatan,

Dengan cepat, mereka menoleh ke arah belakang.

Kini posisi mereka seakan seperti sedang dikepung. Vano dan Egy bisa saja lari untuk menyelamatkan diri, tapi tidak dengan Raizel.

Karena itulah. Meskipun tubuh mereka sudah memberikan sinyal takut, tapi hati mereka membisikan, 'Harus tetap berani'.

Berlari dan meninggalkan Raizel, itu sangat tidak mungkin bagi mereka berdua.

Sosok wanita berdaster. Yang membawa kain berlumuran darah itu terus saja mendekat, Egy dan Vano tentu melangkah mundur, masih mencoba untuk menjauh darinya.

Tetesan darah nampak berjatuhan seperti pakaian cuci yang belum diperas, menetes membuat jejak titik di atas jalanan aspal di setiap langkahnya.

Lalu ....

'Turuti permintaannya, maka aku akan melepaskanmu.'

Bisikan serak dan samar, muncul begitu saja masuk ke dalam telinga Raizel.

Dan sepertinya yang membisikannya itu adalah, Genderuwo yang ada di balik tubuhnya.

'Jadi ... Dia minta gue menuruti keinginan, si Hantu wanita ini?' batin Raizel.

"Gy ... Vano ... menyingkir!" seru Raizel.

Memerintahkan Egy, dan Vano untuk menghindar dari sosok wanita yang masih saja terus menghampiri.

Egy dan Vano mendengarkan perkataan Raizel, mereka yang awalnya terus berjalan mundur di hadapan Raizel, kini memilih menepi ke sisi jalan.

Dan. Sosok wanita itu tentu saja masih mendekat ke arah Raizel.

Vano dan Egy sembari menyaksikan itu semua. Telah bersiap, jika sewaktu-waktu hantu wanita tersebut berusaha mencoba melukai Raizel, maka dengan sigap Egy dan Vano akan segera memukulnya.

Raizel menatap setiap gerak-gerik hantu wanita itu. Ia menelan ludahnya, berusaha mengontrol tubuhnya yang sedikit bergemetar.

Hingga, sosok wanita tersebut menyodorkan kain putih yang berlumuran darah itu kepada Raizel, bahkan tepat di depan wajahnya.

Dengan cepat. Angin membantu aroma amis dari darah menerobos masuk kedalam pernapasannya, yang membuat Raizel ingin muntah.

"Hwluub!–" Raizel menahan keinginan muntahnya.

Egy dan Vano yang diam memperhatikan adegan di depan mata mereka, terus saja masih bersiap.

"Kamu mau aku melakukan apa?" tanya Raizel kepada sosok Hantu wanita yang tepat berada di hadapannya.

Hantu wanita tersebut kemudian menoleh kearah selokan panjang di pinggir jalan, selokan itu selebar 1 meter, dialiri air yang sedikit keruh seperti air sungai yang mengalir dengan lancar.

Sontak Egy, Vano, dan Raizel mengikuti gerakan kepala sosok si hantu wanita.

Mereka ikut menoleh ke arah selokan tersebut.

Bertanya-tanya, apa yang dia inginkan?

"Selokan ...? Kamu ingin aku kesana?" tanya Raizel menebak.

Hantu wanita itu lalu kembali menoleh kearah Raizel, mengisyaratkan bahwa tebakan Raizel benar.

"Baik" jawab Raizel setuju.

Dan saat Raizel menjawab ia setuju untuk memenuhi keinginan hantu wanita itu, secara tiba-tiba. Sosok hitam berbulu yang sedari tadi terus saja mendekapnya, kini melonggarkan tangannya, dan perlahan melepaskan Raizel.

Hantu wanita itu, masih tetap dalam posisi mengulurkan kedua tangannya. Bersama kain putih yang penuh oleh darah, masih saja terus ia genggam. Lebih tepatnya, masih setia diulurkan pada Raizel.

Lalu, Raizel melirik ke arah Egy dan Vano yang diam tidak mengucapkan apapun, sedang fokus mengamati dirinya.

"Ka-kamu ... ingin aku menyuci kain ini, di selokan itu?" tanya Raizel lagi.

Kepada hantu wanita yang berada di depannya.

Dengan posisi kedua tangan Raizel yang menyanggah dengan ragu, seakan siap menerima kain tersebut.

Hantu wanita itu kemudian maju selangkah lebih dekat kepada Raizel, yang seolah memberikan isyarat jawaban 'iya'.

"Haah ...!" pekik Vano dan Egy bersamaan.

Mereka berdua benar-benar tidak habis pikir, hantu wanita itu menginginkan temannya untuk mencuci kainnya? Yang bahkan darahnya begitu kental, melekat pada kain itu.

Di selokan air pinggir jalan, yang tepat berada di depan sepatu mereka.