webnovel

Misi dimulai

Di ruang laboratorium Joy bersama dengan Maxim sedang menikmati secangkir teh hangat, sambil melihat ke arah komputer dan belum menemukan petunjuk. Mereka sembari berbincang-bincang untuk menjalankan misi, bersembunyi dari para pencari Alien.

"Bagaimana kau jadi menikah dalam waktu dekat ini?" tanya Maxim kepada Joy yang duduk di sampingnya melihat ke arah komputer itu.

"Tidak tahu, aku belum yakin. Apa aku harus bersembunyi dengan sebuah pernikahan palsu. Aku masih tidak bisa mengkhianati Emma," jawab Joy dengan ekspresi raut wajah sedih.

"Aku tahu itu, tapi jika kau ingin lama tinggal di bumi. Maka kau harus menikah dengan manusia. Dengan itu kau bisa mencari dimana keberadaan Emma dan pelaku yang sengaja meninggalkan gas beracun di sana," jelas Maxim sambil melihat Joy.

"Aku memang berniat untuk menikah, tapi aku bingung siapa orangnya," jawab Joy dengan menghela nafasnya.

"Kau tidak perlu bingung, kau kan ada Marisa. Dia sudah tahu dari mana kau berasal. Kenapa tidak menikah dengannya saja. Hanya untuk menyembunyikan identitasmu agar tidak ketahuan oleh para pencari Alien itu," ucap Maxim memberi saran kepada Joy yang masih terlihat ragu.

Joy memikirkan perkataan Maxim, tapi hatinya masih ragu. Takut jika nanti dia menemukan Emma, dan tunangannya itu akan marah kalau mengetahui dirinya sudah menikah dengan wanita lain.

"Apa yang kau pikirkan lagi Joy?" Maxim melihat Joy dengan nada mendesak.

"Banyak. Sudahlah aku mau pergi dulu ke kampus." Joy berdiri lalu meninggalkan Maxim yang masih duduk menikmati secangkir tehnya.

"Joy jangan lupa untuk pikirkan perkataanku barusan." Maxim teriak sambil melihat Joy membuka pintu ruangannya dan segera pergi.

Di luar Joy bertemu dengan Shofie yang baru saja akan masuk ke dalam ruangan suaminya, dia pun menyapa Tante Shofie dan tak lupa untuk berpamitan untuk pergi ke kampus.

"Tante mau masuk ke dalam?" tanya Joy kepada Shofie sambil melihatnya.

"Hm... Kau mau kemana?" tanya balik Shofie melihat Joy yang baru saja keluar dari dalam ruangan.

"Aku harus mengajar di kampus Tante. Kalau begitu aku pergi dulu ya," pamit Joy sambil mengecup tangan Shofie.

"Hati-hati ya Joy," Shofie menoleh ke arah Joy yang berjalan pergi meninggalkannya.

Setelah itu dia pun segera membuka pintu ruangannya, melihat Maxim sedang memperhatikan layar komputernya yang menggambarkan titik-titik GPS yang muncul.

"Bagaimana sudah kau temukan kekasihnya Joy?" tanya Shofie membuat Maxim terkejut dengan kedatangannya.

"Belum... Aku takut terjadi hal buruk saat dia mendarat pertama kali ke bumi." Maxim berdiri mendekati Shofie.

"Lalu bagaimana? Joy tidak mungkin bisa lama-lama kan di bumi, ada periodenya untuk dia kembali ke bulan?" tanya Shofie sambil melihat Maxim. "Bagaimana dengan pencari Alien, mereka pasti sudah mendengar kabar gas beracun itu?" tanya Shofie dengan wajah cemas.

"Kalau itu sudah pasti, tapi hanya ada satu cara untuk menyembunyikan identitasnya dengan menikahi manusia. Sama seperti aku dulu yang menikah denganmu," jelas Maxim memberitahu Shofie.

"Tidak mungkin itu bisa terjadi, sedangkan Joy telah memiliki tunangan kan?" tanya Shofie kepada Maxim.

"Nah itu dia makanya dia bingung tadi setelah keluar dari sini." Maxim sambil melangkahkan kaki keluar dari ruangannya dengan merangkul pundak Shofie.

"Tentu saja. Kalau kau saat itu kan sendiri, itu juga karena aku tidak tahu kalau kau berasal dari bulan. Kalau tahu, mungkin aku tidak akan mau," jawab Shofie dengan cemberut manja melihat Maxim.

"Mana mungkin kau menolakku, wajahku saja mengalihkan duniamu," ledek Maxim sambil menjepit hidung Shofie dengan tangannya.

"Kau ini," Shofie memukul pelan tangan suaminya.

Di perjalanan Joy sedang mengendarai mobilnya, pikiran dan hatinya tertuju pada Emma calon istrinya yang sekarang belum ditemukan juga. Membuatnya bingung sekali.

"Dimana kau Emma, aku merindukanmu? Sungguh!" batin Joy sambil menghela nafasnya melirik ke kanan dan ke kiri kali saja dia bisa menemukan tunangannya itu.

Di kantor Marisa baru saja sampai di lobi, bertemu dengan Bela seniornya yang tak menyukai dirinya. Mereka pun berdiri bersama menunggu lift terbuka. Merasa dirinya merupakan junior, sudah selayaknya Marisa bersikap sopan kepada Bela.

"Selamat pagi kak Bela," sapa Marisa sambil menunduk kepalanya lalu melihat Bela.

"Hm..." Bela dengan ketus lalu masuk ke dalam lift yang sudah banyak orang.

Saat Marisa akan masuk ke dalam, dia pun menatap tajam dirinya untuk tidak memaksa masuk. Membuat Marisa mundur perlahan untuk menjauh.

"Untung saja kau senior, kalau bukan sudah kujambak rambutmu itu," gerutu kesal Marisa dengan melihat pintu lift yang tertutup.

Marisa menunggu dengan rasa kesalnya sambil memainkan kaki kirinya, menghilangkan rasa jenuh menunggu giliran pintu lift terbuka. Tiba-tiba saja Lala yang baru saja datang, langsung menyapanya dengan memukul lengan Marisa.

"Marisa. Tumben kau masih ada di sini?" tanya Lala sambil tersenyum menyapa Marisa.

"Kau tidak lihat pintu liftnya belum terbuka lagi." Marisa dengan nada kesal menunjuk pintu liftnya.

"Kau kenapa? Kesal denganku?" tanya Lala menunjuk dirinya sambil melihat Marisa.

"Tidak. Aku baik-baik saja kok," jawab Lala melihat Pak Roy yang baru saja tiba. Dia pun langsung menyapanya diikuti oleh Lala yang menoleh ke arah Pak Roy berdiri di sampingnya.

"Selamat pagi Pak Roy," sapa Marisa sambil sedikit membungkuk dan memberi isyarat kepada Lala.

"Pagi Pak Roy," Lala ikut menyapa sambil melihat Pak Roy.

"Euhm~ Pak Roy langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam lift yang kosong. "Kalian kenapa masih berdiri di sana. Masuk sekarang," perintah Pak Roy melihat kedua karyawannya hanya berdiri tak ikut masuk.

"Baik Pak," mereka serentak lalu berjalan masuk ke dalam lift dan berdiri di belakang Pak Roy.

Pak Roy pun menutup pintu lift kembali untuk naik ke atas bersama dengan kedua karyawannya, seketika mereka yang tak nyaman hanya saling memberi kode untuk tidak berisik.

"Marisa." Ucap Pak Roy dengan nada tegas.

"Iya Pak." Marisa terkejut dengan cepat menjawab panggilan dari Pak Roy.

"Saya dengar kau sekarang menjual dirimu. Apa itu benar?" tanya Pak Roy dengan wajah sinis tanpa menoleh ke arah Marisa yang ada di belakangnya.

"Tidak Pak, kata siapa?" tanya Marisa sambil melihat Lala yang langsung melambaikan tangannya dan menggelengkan kepalanya melihat balik Marisa.

"Saya hanya dengar dari karyawan yang lain, kau diantar oleh mobil mewah keluaran terbaru dan harganya sangat mahal itu kan." Pak Roy memberitahu detailnya kepada Marisa. "Saya hanya sarankan saja padamu ya! Bersikaplah baik di perusahaan. Saya tidak mau ada pelacur yang bekerja disini! Jika memang kau melacurkan dirimu, ya kenapa kau bekerja di perusahaanku. Itu rasanya tidak pantas!" tegas Pak Roy menghakimi Marisa.

Marisa kesal sambil mengepalkan kedua tangannya yang bersiap meninju punggung Pak Roy, tapi Lala langsung memegang tangannya untuk menghentikannya.