webnovel

Mirai Aquilon

Suara atmosfer terdengar dari segala penjuru. Dimensi putih dan dipenuhi kabut. Dimensi dengan kekosongan yang tak berujung.

Si gadis mencoba untuk menganggap ini hanyalah mimpi biasa. Namun, tentu aneh jika kejadian ini disebut mimpi biasa.

Ia melihat sekeliling, tidak ada petunjuk apapun. Kesadarannya terbawa dengan begitu jelas, tentu aneh jika terjadi di dalam mimpi. Ia berpikir sejenak, kemudian ia telah menyadari bahwa dirinya telah berada di dimensi lain, bukannya mimpi. Atau mungkinkah ini hanyalah alam bawah sadarnya?

"..."

Si gadis mencoba untuk mengucapkan sepatah kata. Tetapi, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia tidak bisa mengucapkan apapun. Dia juga mencoba menggerakkan anggota badannya, namun hasilnya percuma. Seolah-olah sistem syarafnya tidak lagi berfungsi.

(Aku ingin bangun, lagipula tempat apa ini? Apakah aku sangat kelelahan?)

Saat ia melirik ke depan, ada seseorang di sana, orang itu menatapnya. Tapi, sejak kapan ada orang? Padahal daritadi si gadis hanya seorang diri di tempat antah-berantah ini. Pria itu berdiri seolah sedang berbicara pada si gadis. Namun, si gadis tidak mengerti dengan apa yang dibicarakannya.

Tiba-tiba gambaran-gambaran aneh berterbangan. Setiap gambar per gambar terkesan buram, seakan ditutupi oleh mozaik.

(Ini mimpi, kan? Ini bohong, kan?) Ribuan pertanyaan aneh muncul di benak si gadis. Dia merasakan ketakutan aneh. Dia ingin kabur. Dia ingin segera bangun. Namun, setiap usahanya sia-sia, tubuhnya tetap tidak mau merespon.

"Dengar, aku ... dan aku ingin memberitahumu sesuatu tentang ... Ini masih awal, tapi aku percaya kau akan mengerti nanti. Aku tidak tahu kenapa aku mengatakan ini .... Tentu saja kau tidak mengerti, kan? Aku paham."

Tiba-tiba semuanya gelap, kesadaran si gadis memudar. Hanya kegelapan yang tersisa.

...

Sang Putri tiba-tiba terbangun dari tidurnya, tubuhnya berkeringat. Ia mengerti dengan apa yang telah terjadi. Ingatannya terasa samar. "Hah... Hah... Apa itu tadi mimpi buruk...? Aduh, kepalaku pusing," lirihnya.

Mirai Aquilon, putri pertama dari keluarga inti Kerajaan Aquilon. Dia memiliki penampilan anggun dengan rambut yang berwarna kuning-kebiruan dan mata yang berwarna biru. Dia adalah putri dari Raja Morphin Aquilon dan Ratu Milia Aquilon. Saat ini dia berusia 9 tahun.

Mirai sedang berada di kamar tidurnya. Kamarnya sangat besar, ada banyak furnitur dan rak yang penuh dengan buku. Mirai tinggal di Istana Kerajaan Aquilon.

Mirai menoleh ke arah samping, seorang maid berada di sana. "Selamat pagi, Tuan Putri." Maid itu memberikan salam hormat kepada Sang Putri. Maid itu terkesan tidak memiliki gairah untuk melakukan suatu hal, wajahnya terlihat datar.

Sang Putri pun mengeluarkan tubuhnya dari selimut dan duduk di tepi kasur sambil menggosok-gosokkan kedua matanya, namun masih dalam keadaan pusing. "Selamat pagi," balasnya.

"Saya lihat Tuan Putri mengalami mimpi buruk," ucap si maid. Dia mendekat lalu meletakkan tangannya di atas kepada Mirai. "Wahai dewa penguasa roh. Berikanlah kekuatan penyembuhan kepada kami. Healing." Cahaya kehijauan muncul melalui tangan maid itu. Ia memberikan sihir penyembuhan tingkat rendah kepada Mirai.

"Terima kasih, Amora." Mirai pun berterima kasih kepada maid yang telah memberikan sihir penyembuhan kepadanya.

Amora Snowttain merupakan seorang maid yang bekerja di Istana Kerajaan. Ia merupakan orang yang berasal dari keluarga yang tinggal di Wilayah Yama. Rambutnya berwarna kuning dengan mata yang berwarna biru. Ia juga mengenakan pakaian maid pada umumnya. Ia satu-satunya maid yang tidak memiliki senyum saat bekerja.

...

Mirai keluar dari kamarnya, ia mengenakan gaun putih yang panjang. Ia juga nengenakan liontin simbol keluarga Aquilon. Aquilon adalah nama Kerajaan, sekaligus nama keluarga untuk para penguasa di kerajaan itu.

Suasa istana tidak begitu sibuk, hanya ada beberapa bangsawan kelas atas yang menjadi penghuni Istana ini. Mereka menyempatkan diri untuk menundukkan tubuhnya serendah-rendahnya kepada Tuan Putri yang sedang melintas di hadapan mereka.

Mirai bersama dengan Amora sedang menuju ke ruang makan. Di sana Raja Morphin dan Ratu Milia yang sedang duduk menghadap makanan yang disediakan di meja. Meja itu sangat panjang dengan banyak kursi yang berderet. Jika diperhatikan, ada seorang Penasihat dan beberapa penjaga yang berdiri di sana.

"Selamat pagi, Ayahanda, Ibunda. Senang bertemu dengan kalian pagi ini," sapa Mirai.

Dengan penuh kharisma, Mirai berjalan menuju ke salah satu kursi di hadapan Sang Ratu. Mirai menduduki kursi tersebut. Posisi mereka berjajar dengan Sang Raja yang berada di tengah.

Sang seorang pelayan membawakan hidangan kepada Mirai. "Nya... Silahkan nikmati hidangannya, Tuan Putri." Seorang maid ras hewan berambut ungu yang membawakan hidangan itu. Namanya adalah Shion Violette. Dia sempat menyelipkan kata "Nya~" pada setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

"Terima kasih, Shion." Mirai pun menikmati hidangan yang disuguhkan oleh Shion. Kali ini wajahnya berseri penuh dengan kebahagiaan. Sang Ratu pun melihat dengan senyum anggun.

Milia Aquilon, dia adalah Ratu sekaligus istri dari Raja Morphin Aquilon. Dia juga merupakan keturunan asli dari Kaum Yama yang menguasai wilayah utara Kerajaan Aquilon. Dan juga merupakan anak dari penguasa wilayah Yama.

"Wah, sepertinya kamu sangat bersemangat, ya? Ada sesuatu yang membuatmu senang hari ini?" Ratu Milia bertanya kepada Mirai. Mirai mengunyah makanan di mulutnya, lalu menelannya. Kemudian ia mengangguk, "Ya ... Iora-sensei akan kembali mengajar untuk semester duaku kali ini setelah libur beberapa bulan. Maka dari itu, aku sangat antusias untuk menyambutnya kembali," Mirai mengatakan itu dengan lancar. Kemudian melanjutkan kembali makan-makannya.

"Begitukah? Ibunda sedikit terkejut,"

"Ya, aku juga ... Seminggu lagi Mirai akan berulang tahun. Jadi, aku memikirkan untuk memberikan hadiah apa untuk anakku ini," Sang Raja menyela sambil tertawa. Sang Raja memiliki perawakan tinggi dan cukup berisi. Rambutnya berwarna putih dan hitam, dia tidaklah terlalu tua, rambutnya hanya mencerminkan penampilan asli dari orang-orang Kerajaan Aquilon. Itu berarti, orang-orang berpenampilan seperti itu ada di setiap penjuru Kerajaan. Lagipula usianya 34 tahun.

"Moh ... Ayahanda selalu saja. Padahal aku mencoba untuk melupakan hari ulang tahunku," Mirai mengatakan itu dengan geram dan ekspresi cemberut. "Tentu saja, tapi lebih baik mempersiapkannya lebih awal. Lagipula ulang tahunmu yang ke-sepuluh bukanlah hal yang biasa. Bahkan, aku sudah mempersiapkan pesta yang besar nantinya. Iyakan Firous?" Sang Raja melirik ke arah Penasehat yang berada di sampingnya. "Ya, saya bersama dengan yang lainnya sudah melakukan persiapan sesuai dengan perintah Anda."

"Sayang, bukankah membicarakan hal itu kepada Mirai akan mengancaukan hari pentingnya itu?" Ratu Milia menegur Sang Raja. "Ah, soal itu ... Maaf, aku selalu tidak bisa menyembunyikannya," Sang Raja menggaruk kepalanya sambil tertawa kecil.

"Ayahanda aku cemberut, nih." Mirai membalas. "Ah, maafkan ayah. Sebagai permintaan maaf, ayah akan memberikan apapun hadiah yang kau inginkan. Lalu, kamu mau minta apa?"

"Hm ... Bagaimana dengan seluruh tahta Kerajaan?"

"Wah, kamu rakus juga ya...."

Mirai bersama dengan kedua orang tuanya sedang sarapan sembari mengobrol sambil cekikikan bersama. Kehidupan seindah dan sebahagia itu selalu tercermin di hari-harinya Mirai.

...

--- Sudut Pandang Mirai ---

Namaku adalah Mirai Aquilon. Aku merupakan seorang putri dari Kerajaan Aquilon.

Setelah selesai sarapan pagi bersama keluargaku. Aku memutuskan untuk pergi seorang diri menuju ke Perpustakaan yang berada di Istana. Namun, seseorang menghampiriku. Dia adalah Garf, ksatria yang sebenarnya ditugaskan untuk menjagaku.

"Tuan Putri, sesuai dengan tugasku dari Yang Mulia, izinkanlah hamba untuk berada di sisimu!" Garf meminta untuk menjagaku selama aku pergi, kemanapun itu, seakan dia adalah boneka yang bisa aku permainkan. Namun, dia adalah Ksatria Pedang yang sudah menjagaku sejak lama. Kira-kira berapa lama ya? Mungkin saat aku masih kecil.

Dia sangat terampil dalam ilmu berpedang, aku sungguh sangat berterima kasih padanya karena telah menjadikan dirinya Ksatria penjagaku.

"Tidak, tidak ... Sebenarnya aku hanya ingin pergi ke Perpustakaan. Lagipula Vilia ada di sana, dia pasti tidak akan kerepotan jika ada sesuatu yang akan terjadi," Namun, kali aku menolaknya. Aku tidak bisa terus-terusan dilindungi walaupun di dalam Istana sekalipun. Lagi pula orang bodoh macam apa yang menyusup lalu membunuh seorang putri semata wayang Kerajaan di dalam istana-nya sendiri? Itu konyol sekali.

"Baiklah kalau begitu, jika Swordsman seperti Vilia yang menjagamu, maka aku tidak akan khawatir ... Permisi...." Garf menundukkan tubuhnya, lalu pergi meninggalkanku.

Aku melanjutkan kembali perjalananku. Ngomong-ngomong soal Vilia, dia adalah seorang Swordsman tingkat Raja. Namun, dia hanya menghabiskan waktu untuk memilah buku di Perpustakaan Istana. Aku sempat bertanya kepada Ayahanda tentang Vilia. Vilia memutuskan untuk menjadi seorang pustakawan daripada menjadi seorang ksatria kerajaan. Dia memang sangat terampil mengayunkan pedangnya. Namun, sangat langka melihatnya melakukan itu. Kalau tidak salah, dia melakukannya sudah lama sekali, mungkin sewaktu aku masih kecil.

Aku berjalan melewati koridor istana. Di sebelah kiriku ada jendela-jendela berkerangka yang bermotif. Sedangkan di sebelah kananku, hanyalah hamparan tembok berwarna putih dengan ukiran cat, dan lampu sebagai penerangan pada malam hari.

Langkahku terhenti. Di hadapanku ada sebuah pintu besar dengan banyak ukiran di setiap sisinya. Aku telah tiba di Perpustakaan. Aku pun membuka pintunya. Suasana perpustakaan sangat senyap. Ada puluhan rak besar yang menampung ribuan buku, aku tidak tahu jelas seberapa banyak bukunya. Wewangian buku tersebar di setiap penjuru ruangan. Ada lampu di atas, jadi tidak terlalu gelap di sini.

Ada satu yang kurang. Jika di perhatikan, tidak ada Vilia di sini. Mungkin dia sibuk dengan hal lain? Ah, tidak ... Dia lebih sering di panggil oleh Ayahanda. Mungkin untuk mempersiapkan pesta ulang tahunku? Mungkin saja. Meskipun aku tidak tahu akan seberapa mewahnya pesta itu nantinya, tapi mereka bekerja keras untuk mewujudkannya.

Tidak terasa usiaku akan menginjak 10 tahun. Jika itu dihitung dengan jari, usia 10 tahun hanyalah sebatas kedipan mata. Namun jika dirasakan, maka sangatlah lama waktu itu berlangsung. Aku tidak tahu hukum teoritis apa yang bisa membuat waktu bisa berputar secepat itu.

Aku berjalan mengitari setiap rak di depanku. Aku mencari buku yang membuatku tertarik untuk membacanya. Aku sangat suka buku mengenai sejarah perkembangan sihir dan bagaimana cara menggunakannya. Lebih tepatnya, aku ingin mempelajarinya.

Karena aku memiliki guru privat, aku bisa menggunakan sihir berkat pelajaran yang telah ia berikan. Saat ini, aku hanya bisa menggunakan sihir tipe es dan air. Sejujurnya itu adalah suatu kesatuan yang sama, bedanya aku harus menggunakan sihir air dan angin secara bersamaan untuk membentuk sihir es. Logikanya, aku juga bisa menggunakan sihir angin.

"Ah, ketemu!" Sambil berjinjit, aku meraih buku yang berada di rak teratas. Aku mendapatkannya, tapi aku salah mengambil buku. Yang benar saja ... Letaknya cukup tinggi, jadi aku kesulitan untuk melihatnya. Jadi aku memutuskan untuk merabanya saja. Tidak aneh jika aku mengambil buku yang salah.

Tapi kesan aneh terletak dari buku yang tidak sengaja kudapatkan ini. Buku ini agak kusam, jadi warna aslinya tertutupi oleh noda, terlihat jelas bahwa buku ini sebelumnya berwarna putih. Baunya juga tidak menarik. Kesan anehnya bukan terletak pada noda, tapi terletak pada sampulnya. Ada tulisan di sana, aku tidak bisa memahaminya. Tapi mungkin saja ini adalah bahasa ras laut. Mungkin, aku tidak tau jelas, aku hanya bisa menebak. Namun, karakteristiknya memang sangat mirip dengan bahasa ras laut.

Aku penasaran, jadi aku membukanya. Tapi untungnya buku ini menggunakan bahasa ras manusia di dalamnya. Namun, anehnya bagian luarnya berbahasa ras laut.

Lalu, aku membaca beberapa kalimat dari buku ini. "Kau bisa menguasai medan pertempuran dengan mudah. Wanita hanya harus mengambil alih kuasa dari medan itu. Walaupun terasa sakit, menjadi penguasa akan membuat jalannya menjadi nikmat. Itulah caranya kau bisa mendapatkan kepuasan di..." Aku mengerinyitkan dahiku. Satu detik, dua detik, tiga detik ... Aku belum memahami apapun.

"Eh ...?" Tanpa aku sadari, aku melempar buku itu ke sudut ruangan. Ada sepenggal kata yang tidak ingin aku sebutkan. Tapi, buku itu membawa kesan buruk dan sangat rusak.

Seseorang mengambil buku yang barusan aku lempar, dia adalah Vilia. Dia melihatku sambil seolah-olah mengatakan "Hei, jangan merusak buku!" Ya, dia sering mengatakan itu.

...

Aku duduk di kursi sambil membaca buku tentang sihir. Vilia menaruh buku bersampul kusam itu di atas meja. Aku melirik ke arahnya.

"Pertama-tama, apakah Tuan Putri membaca buku ini?" Vilia menyodorkan pertanyaannya kepadaku. "Tidak, aku tidak sengaja menemukannya. Kemudian, aku menyadari kalau buku itu memberikan kesan rusak. Lalu tanpa kusadari, aku telah melemparkan buku itu. Lagipula buku macam apa itu bisa ada di perpustakaan ini?"

Vilia menghela nafas panjang, "Baiklah, saya mengerti. Jadi, Tuan Putri tidak memiliki hubungan apapun dengan buku ini. Sejujurnya saya juga sama sekali tidak tahu kenapa buku ini ada di sini. Baru pertama kali ini, saya melihatnya. Saya kira pemilik buku ini adalah anda, maafkan saya sudah lancang...." balasnya.

Baru pertama kali melihatnya? Jadi, buku itu bukanlah penghuni asli perpustakaan ini? Aku mengerti ... Tapi, bagaimana caranya buku itu bisa tersesat sampai ke sini? Apakah ada seorang yang berkunjung, lalu tidak sengaja meninggalkan bukunya begitu saja? Tidak, itu tidak mungkin. Kebanyakan orang di Istana ini tidak memiliki kecendrungan untuk membaca. Menurut Vilia, yang sering mengunjungi perpustakaan ini hanyalah aku, ibunda, dan Iora-sensei. Dia membuat rekap satu tahun tamu yang mengunjungi perpustakaan dengan sangat niat.

Apakah aku patut mencurigai Ibunda? Tidak, itu tidak mungkin. Ibunda lebih suka membaca novel karangan daripada untuk membaca buku aneh yang antah-berantah itu.

Mungkin saja Iora-sensei. Dia memiliki kecendrungan suka yang sangat menyimpang. Dia sangat suka dengan kenikmatan diri. Dia adalah elf yang rusak.

"Baiklah kalau begitu, aku akan menyimpan buku ini nanti...."

Vilia Snowfox, dia adalah Swordsman tingkat raja. Aku selalu menganggapnya sebagai ibu keduaku. Dia selalu menganggapku seakan-akan aku adalah anaknya. Aku sih tidak masalah akan hal itu. Malahan aku merasa nyaman dianggap begitu. Dia begitu hebat, maka aku tidak salah kalau membuatnya menjadi idolaku. Kalau ditanya seberapa pentingnya dia di dalam kehidupanku, jawabannya simple ... Aku akan menjawabnya 'iya'.

Aku begitu dekatnya, bahkan lebih dekat daripada orang tuaku sendiri. Ayahanda terlalu sibuk dengan pekerjaan memimpinnya, sedangkan ibunda membantunya melakukan semua itu. Sekalipun dalam mempertanyakan soal waktu luang, Vilia lah yang lebih lama memiliki waktu luangnya padaku, bahkan untuk setiap harinya. Kemungkinan dia akan menjadi kerepotan sekarang, sekali lagi karena hari ulang tahunku itu. Tidak masalah sih, toh kami berdua sering bertukar cerita.

...

Siang hari, namun aku masih saja berada di perpustakaan. Memang tidak ada banyak hal yang bisa aku lakukan selain belajar. Ditambah lagi, tidak lama lagi aku akan bisa bersekolah di Sekolah Sihir dataran langit. Aku sangat menantikannya. Aku penasaran bagaimana bentuk dataran langit itu. Apakah ada kastil yang melayang di sana?

Saat ini aku sedang bersandar di kursi sambil mendengarkan kisah yang diceritakan oleh Vilia. Aku tidak tahu untuk menyebutnya dongeng atau bukan. Namun, menurut Vilia cerita ini anggap saja dongeng. Tapi boleh menganggapnya benar, tapi hanya batasan pedoman.

"... Kemudian sebuah lalu lintas mana yang tak terbatas saling bertabrakan dan menciptakan dunia ini. Dewa Eiel mengatur setiap dunia lalu menciptakan 7 Pintu Masuk Dunia berserta dimensinya dan 7 Penjaga Dunia."

"7 Pintu masuk dunia? Jadi ada 7 dunia lain selain dunia ini?" tanyaku.

"Mungkin saja, dalam catatan sejarah. Hanya ada dua dunia yang diketahui saat ini, yaitu dunia naga dan dunia multiteral seperti dunia ini. Mungkin 7 dunia itu memiliki kehidupan yang sama seperti dunia ini...."

"Begitu ya," Aku tertarik membaca tentang sejarah, tapi dominannya aku membaca sejarah tentang sihir dan bagaimana caranya mereka terbentuk. Kalau aku disuguhkan cerita tentang sejarah kuno bagaimana dunia ini terbentuk berserta perang besarnya, aku menjadi lebih tertarik daripada sebelumnya.

Tiba-tiba aku memikirkan satu hal, tadi malam aku melihat suatu keadaan aneh di dalam mimpiku. Mimpi yang tidak begitu jelas. Aku penasaran tentang mimpi itu. Jadi, apa salahnya berkonsultasi pada Vilia.

"Vilia..." Aku menatapnya, dia juga balik melihatku. "Iya, ada apa Tuan Putri" sahutnya. Dia menampilkan ekspresi serius. Sepertinya dia ingin mendengar apa yang akan aku katakan.

"Belakangan ini ... Ini sungguh aneh, tadi pagi salah satunya. Aku selalu saja bermi—" Aku memotong perkataanku, bukannya disengaja, lebih tepatnya aku tidak bisa melanjutkan perkataanku. Aku merasakan tenggorokanku diganjal okeh sesuatu. Apa yang terjadi?

Wajah Vilia terlihat cemas. "Ada apa, Tuan Mirai?" ucapnya.

Aku tidak bisa mengatakannya. Pandanganku kabur, kepalaku berputar. Telingaku berdenging. Kesadaranku ikut memudar. Setelahnya, aku jatuh pingsan.

...

Aku terbangun di kamarku. Ada kain hangat di atas kepalaku. Aku mencoba menggerakkan tubuhku. Kepalaku terasa masih sakit. Aku ingat, sebelumnya aku mencoba untuk terus-terang mengatakan tentang mimpiku tadi malam. Tapi yang kudapatkan adalah tidak sadarkan diri. Jadi kesimpulannya, aku tidak bisa membocorkan informasi apapun mengenai mimpiku itu, atau bahkan menyebutnya. Aku tidak tahu, apakah ini semacam kutukan?

"Tuan putri, syukurlah anda telah siuman..." Amora berada di sampingku. Sepertinya dialah yang merawatku ketika aku sedang tidak sadarkan diri. "Tadinya anda tiba-tiba tidak sadarkan diri. Lalu Vilia membawa anda kemari. Lalu, saya memberikan mantra penyembuhan kepada Anda," jelasnya. Jadi yang membawaku kemari adalah Vilia ya. Sepertinya aku akan berhutang budi padanya.

"Mirai!"

"Ibunda?" Ternyata ibunda berada di kamarku. Sepertinya dia khawatir dengan apa yang telah menimpaku. "Apakah kau tidak apa-apa, Mirai?" Dengan panik Ibunda mengarahkan pandangan kesana-kemari ke arah tubuhku sambil mengobrak-abrik tubuhku.

"Aku tidak apa-apa, lagipula mungkin aku hanya kelelahan saja..." Ekspresi lega terpampang di wajah ibunda. Dia meletakkan tangannya di dada. "Syukurlah..."

"Apakah kamu menguras mana-mu lagi?" Ibunda menanyakan itu. "Ya, aku terlalu banyak mengunakannya. Aku terlalu ceroboh," aku berbohong. Aku sama sekali tidak ingin mengkhawatirkan ibunda lebih jauh dengan masalah lain.

"Lain kali hati-hati, lho! Berbahaya kalau dibiasakan begitu" Dengan khawatir ibunda menasehatiku. "Baik," balasku.

Biasanya sebelumnya aku banyak pingsan setelah menguras banyak mana-ku. Jadi ibunda tidak terlalu mengkhawatirkan itu, walaupun sebenarnya itu tetaplah hal yang berbahaya. Kebanyakan orang-orang di sini tidak banyak menggunakan mana mereka, karena kebanyakan dari mereka adalah seorang Swordsman. Ditambah lagi, sepertinya aku juga pingsan setelah mengatakan sesuatu tentang mimpi itu. Sepertinya aku tidak boleh mengatakan apapun tentang mimpi itu. Begitulah kesimpulanku.

...

Aku kembali ke perpustakaan setelah pingsan sesaat. Dan setelah meyakinkan ibuku bahwa aku tidak apa-apa. Aku membuka pintu tanpa mengetuk. Seperti biasanya, Vilia sedang duduk di kursi.

"Vilia..." Aku menghampirinya. "Oh, Tuan Putri. Apakah anda sudah baikkan?"

"Ya, aku baik-baik saja. Sepertinya mana-ku terkuras mendadak" Aku mengatakan itu sembari tetap berbohong. Namun, Vilia menangkap itu dengan serius. "Bagaimana bisa?"

"Aku tidak tahu, tapi aku berteori begitu...." Vilia menanggapi dengan anggukan. "Ah, sebenarnya aku mau bertanya sih..." Aku kembali melanjutkan perkataanku.

"Maaf mengganggu Tuan Putri ... Saya mendapat kabar bahwa Tuan Iora sudah sampai di kota ini," Amora tiba-tiba menyela. Dia memberikan berita bagus untukku. Sepertinya Senseiku sudah sampai di Kerajaan ini. Sudah sekian lama, aku akhirnya kembali bertemu dengannya.

"Baiklah," balasku.

"Kalau begitu, permisi..." Amora pergi meninggalkan kami berdua. Tidak kusangka secepat ini Sensei sampai ke Kerajaanku.

Aku mencoba melanjutkan perkataanku kepada Vilia. Namun, lebih baik nanti saja. "Terus ... Ah, sepertinya aku akan menanyakan nanti kepadamu."

"Kalau begitu baiklah, saya akan meluangkan waktu untuk mendengarkannya."

Aku meninggalkan perpustakaan untuk menyambut Iora-sensei di depan gerbang Istana. Aku tidak menyadari bahwa Garf berada di sisiku. Ah, tidak masalah sih.