webnovel

BUNUH SI BRENGSEK ITU!

Kepala Jenson tiba-tiba seperti kena pukulan palu raksasa dan itu membuatnya linglung sesaat.

Dia mematikan teleponnya seketika dan meraup wajahnya frustasi.

Kenapa semuanya sekarang menjadi salahnya?

Dia duduk dengan lesu di ruang tunggu dan menghela nafas tanpa daya saat dia benar-benar merasa sangat lelah dengan semuanya.

Pada saat itu ponselnya berdering dan itu panggilan dari Antonie.

"Tuan..."

"Ya."

"Nona Bella ternyata dibawa pergi oleh Gavin Thompson."

Kemarahan tiba-tiba menyala di matanya dan dia mencengkeram erat ponselnya hingga buku-buku jarinya seputih dinding di baliknya.

"Bukankah katamu anak buahmu sudah berhasil membunuhnya?"

"Maafkan keteledoran saya Tuan."

"Antonie, bagaimana kamu bisa menjadi tidak berguna sekarang?" Jenson mendengus marah dan meraung.

"Aku tidak mau tahu, selidiki dimana si brengsek itu membawa Christabella dan bunuh dia, mengerti?"

"B... baik Tuan, akan segera saya lakukan!"

Jenson mematikan sambungan teleponnya dan dia hampir membanting ponselnya karena kemarahannya yang berapi-api, tapi suara Dania seolah menghentikannya.

"Jenson, aku ingin bicara denganmu!"

Jenson hanya menoleh ke arahnya dengan tatapan sedingin es.

"Ketika Liora bangun nanti, jangan salahkan dia lagi. Dia harus segera pulih dan tidak boleh stress."

Jenson menyeringai sinis dan dia menatap Dania dengan tatapan mengejek.

"Siapa kamu berani mengaturku? Aku berhak marah karena dia melenyapkan anakku," bela Jenson.

Dania tertawa kecil, mencemoohnya, "Dia tidak akan pernah mengambil jalan ini kalau dari awal kamu tidak bertele-tele. Kamu sudah berani melakukannya dengan Liora, kenapa kamu tidak menikahinya diam-diam? Lagipula kamu menikah dengan istrimu itu bukan karena cinta kan?"

Rahang Jenson menegang saat kemarahan muncul di matanya.

"Harusnya kamu sadar posisimu, Dania! Kamu tidak berhak berbicara apapun tentang itu, jangan melampaui batas!"

Jenson mengatupkan giginya saat dia berkata dan memilih pergi setelah mengatakan itu.

Dia sudah sangat marah dengan berita Christabella, tapi Dania yang sok tahu itu justru memprovokasinya. Jenson seperti api yang disiram bensin sekarang.

***

Satu minggu berlalu begitu cepat, Liora sudah keluar dari rumah sakit dan dia kembali ke Villa Chrysoberyl, selama itu juga Jenson tidak pernah menunjukkan dirinya.

Jenson sedang sibuk menyebarkan berita hilangnya Christabella dimana-mana. Di TV, di radio, juga seluruh media sosial hingga trending satu di twitter tagar #mencarichristabella.

Sementara di Cape Town, di kota kelahiran Gavin.

Christabella yang saat ini dicari hampir seluruh warga tanah air karena iming-iming hadiah fantastis dari Jenson, justru sedang asik menikmati kopinya di depan TV sambil memainkan ponselnya saat dia tidak menemukan acara yang cocok.

Begitu dia tidak sengaja bertemu berita tentang sayembara Jenson dengan hadiah fantastis, dia tersenyum penuh ironi dan mencemooh, "Di depanku dia seolah tidak peduli, kenapa sekarang dia berubah menjadi suami yang begitu peduli di depan media?"

Christabella semakin jijik dengan Jenson.

Dia menaruh ponselnya sembarangan saat dia tiba-tiba merasa mual, dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua sarapan roti dan kopinya.

Begitu keluar dari kamar mandi, dia merasa tubuhnya sangat lemah dan dia merebahkan diri di sofa seperti ikan mati.

Dia meraih ponselnya kembali dan menghubungi Gavin yang memang tinggal berbeda rumah dengannya.

Christabella tinggal di rumah saudara Gavin yang sudah lama tidak ditinggali, sementara Gavin tinggal di rumah orang tuanya yang juga sudah lama kosong. Meski begitu jarak antar rumah itu sangat dekat, hanya selisih tiga sampai empat bangunan lain saja.

"Yes honey, what happen?"

"Perutku sangat sakit dan... huek."

Christabella menaruh kembali ponselnya dan berlari dengan susah payah kembali ke kamar mandi.

Di ujung telepon lain, Gavin tampak khawatir. Dia menutup teleponnya dan buru-buru menghampiri Christabella di rumahnya.

"Honey, kamu kenapa?"

"Perutku sangat sakit dan sejak tadi aku mual."

Gavin linglung saat dia bergumam pelan pada dirinya sendiri, "Mual? Apa itu artinya morning sickness?"

Gavin membantu Christabella dan dia mendudukkannya di sofa, setelahnya dia bertanya dengan serius, "Berapa kali kamu melakukannya dengan Jenson?"

"Ha?"

Pikiran Christabella justru kosong saat Gavin tiba-tiba bertanya seperti itu padanya.

"Christabella, katakan padaku berapa kali kamu melakukannya? Aku janji tidak akan marah, lagipula aku bahkan menyuruhmu melakukannya."

Christabella menatap Gavin dalam waktu yang lama dan dia baru sadar akan pertanyaan Gavin.

"Apakah itu artinya kamu curiga aku hamil?"

Gavin mengangguk tanpa daya.

"Kamu tahu aku tidak pernah melakukannya padamu, meski kita sering tidur bersama, tapi saat kamu memintaku untuk tidak melakukannya, aku masih menjagamu kan?"

Christabella mendesah dan dia membenarkan perkataan Gavin.

Saat itu, air mata mengalir deras di pipinya. Entah kenapa ia merasa marah pada dirinya sendiri, kenapa harus hamil di saat dia hendak melupakan Jenson.

Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang?

Dia tidak tahu selain menangis dengan keras hingga tubuhnya gemetar.

Gavin memeluknya untuk menenangkannya.

"Semuanya akan baik-baik saja okey, kalau kamu tidak ingin dia menjadi anak Jenson, dia bisa menjadi anakku bukan?"

Christabella tertegun dan dia mengangkat kepalanya untuk menatap Gavin dengan penuh haru.

"Kamu yakin, Baby?"

"Aku yakin, jadi jangan menangis lagi okey?"

Christabella mengangguk dan dia semakin membenamkan kepalanya pada dada bidang milik Gavin. Setelahnya Gavin menggendong Christabella dan membawanya ke tempat tidur.

"Apa kamu ingin makan sesuatu?"

Christabella menggeleng lemah.

"Hmm, kalau begitu istirahatlah dulu, nanti aku akan mengantarmu ke dokter."

"Thanks Baby."

***

Di Villa Emerald.

"Saya sudah menemukan Gavin Thompson, Tuan."

"Dimana dia sekarang?"

"Dia kembali ke kotanya, Cape Town."

Jenson menoleh ke arah Antonie dan dia memicingkan matanya.

"Bagaimana dengan Christabella?"

"Sepertinya Nona Bella juga tidak jauh dari situ. Gavin Thompson tinggal sendirian di rumahnya."

Jenson mendengus dingin.

"Bunuh si brengsek itu! Dan bawa Christabella kembali ke villa ini."

Suara Jenson yang rendah tapi terdengar sangat tegas bagai ultimatum yang tidak bisa dibantah, jadi Antonie hanya bisa mengangguk dengan patuh.

Jenson kemudian bangkit dari ruang kerja pribadinya dan dia pergi menjenguk Liora.

Tiba di Villa Chrysoberyl, Jenson dihalangi oleh Dania.

"Untuk apa lagi kamu ke sini?"

"Itu bukan urusanmu!"

Jenson menabrak pundak Dania dengan sengaja dan dia mengabaikan teriakan perempuan itu, dia masuk ke lift pribadi dan menemui Liora yang masih terbaring di kamarnya.

"Bagaimana keadaanmu?"

Liora menoleh ke arah Jenson dan dia tersenyum mencibir.

"Kamu masih peduli denganku?"

Jenson menarik sudut bibir tipisnya dan duduk anggun di samping Liora.

"Tentu saja."

Liora mendengus dingin dan dia mencibir Jenson.

"Kupikir Christabellamu itu lebih berharga sekarang."

Jenson menaikkan salah satu alisnya, sedikit terkejut.

"Dia masih istriku!"

"Hmm, lalu siapa aku bagimu sekarang?"