webnovel

APAPUN RESIKONYA

Jenson tersenyum sinis dan kemudian melepaskannya dengan kasar. Kilatan matanya masih dipenuhi amarah dan membuat Bella ketakutan.

"Kamu tidak bisa menyangkalnya kan? Kamu merayuku semalam agar aku tidak marah padamu."

Christabella menggeleng dan ia mengatur nafasnya untuk mengumpulkan keberaniannya, setelah terdiam begitu lama, dia akhirnya bersuara.

"Tapi kamu salah Jenson Alex, hubunganku dan Gavin sekarang berbeda, aku tidak seintim hubunganmu dengan Liora."

Jenson mengangkat sudut bibirnya dengan nada mencibir.

"Sayangnya aku tidak bisa percaya padamu Christabella, kamu sangat kehilangannya kemarin saat aku membuat berita kematian itu dan setelah kamu bertemu harusnya hubungan itu menjadi semakin intim, atau jangan-jangan kamu bahkan sudah tidur dengannya sebelum tidur denganku malam ini?"

Plak

Christabella sangat marah sehingga dia tidak segan melayangkan tamparan keras di pipi Jenson hingga kepala Jenson tersentak ke samping.

Jenson terperangah dan dia menatap tajam Christabella sambil memegangi pipinya.

"Kamu berani menamparku?" desisnya geram.

"Itu balasan karena kamu tidak bisa menjaga mulutmu Jenson." Balas Christabella dengan tatapan menantang.

Jenson menyipitkan matanya dan pergi dengan marah.

Christabella menutup matanya putus asa dan dia menggenggam erat selimutnya sambil menangis terisak. Tidak ada yang membelanya sekarang dan dia benar-benar merasa sendirian.

Sementara Jenson, dia berlari ke kamarnya dan membersihkan diri sebelum menyambar kunci mobilnya dan bergegas ke apartemen Liora.

Maseratti hitam melaju dengan kecepatan penuh, hingga tak lama kemudian ia tiba di apartemen Liora.

Ia yang sudah tahu password apartemen Liora langsung masuk begitu saja dan mendapati Liora tengah duduk sendirian dengan murung di kamarnya.

Jenson menatapnya dengan tatapan bersalah dan dia langsung duduk di sampingnya lalu memeluknya.

"Aku minta maaf Liora."

Liora melepas pelukan itu dan dia memaksakan tersenyum sambil berkata dengan sedih, "Tidak apa-apa Jenson, aku tahu kamu milik Christabella jadi aku bisa mengerti soal itu."

Jenson mendengus lembut dan dia tersenyum kecut.

"Aku sangat lelah semalam."

Liora menatap Jenson dan dia mengangguk.

"Aku mengerti."

Jenson menghela nafas dan dia berkata, "Aku sudah janji padamu, jadi ayo kita pergi."

Liora yang sudah badmood, tidak mengatakan apapun lagi dan dia hanya mengikuti Jenson.

Namun kejadian tak terdua justru menghadangnya, para wartawan tiba-tiba datang dan memblokir jalan keduanya saat mereka hendak masuk mobil. Jenson yang tidak persiapan apapun hanya bisa mengungkung tubuh Liora untuk menjaganya.

"Liora, hubunganmu dengan Jenson sangat dekat sekarang. Apa kalian balikan karena bayi yang ada dalam perutmu?"

"Liora, apa karena kamu hamil jadi kamu vacum dari karirmu?"

"Liora, bukankah Jenson sudah menikah? Bagaimana dengan istrinya? Apa dia tahu soal ini?"

"Liora..."

Liora mendadak pusing menghadapi banyaknya wartawan yang tiba-tiba menyerangnya dengan segudang pertanyaan yang menurutnya privasi, jadi hanya diam dengan wajah yang sudah kehilangan warnanya.

Jenson melirik ke arah Liora dan dia tidak tega melihatnya, jadi dia dengan spontan berkata, "Kami berencana menikah dan istriku tahu soal ini."

Para wartawan tercengang dan kesempatan itu Jenson gunakan untuk segera masuk mobil dengan Liora yang juga shock di pelukannya.

"Jenson, kenapa kamu tadi mengatakan itu pada mereka?"

"Aku hanya ingin melindungimu," balas Jenson santai sambil melajukan mobilnya menuju Villa Chrysoberyl.

"Jadi kamu serius mengatakan itu?"

"Bagaimana menurutmu?"

"Tapi bagaiman dengan Christabella?"

"Aku akan membicarakannya."

Liora menatap Jenson tak percaya dan dia justru merasa keberatan.

"Tapi aku masih memiliki Jaz, Jenson. Bagaimana nanti kalau suatu saat dia sembuh dan bangun?"

Jenson mengerem mendadak dan membuat Liora terkejut sehingga dia mengalami kram di perutnya.

"Aw sakit! Argh!"

Jenson baru sadar kalau Liora hamil dan dia langsung panik.

"Kenapa perutmu?"

"S... sakit Jenson, argh!" Liora meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.

Jenson panik dan ia memutar kemudi mobilnya melaju dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit.

Begitu tiba di rumah sakit, Jenson langsung menggendongnya dan berlari memanggil suster, suster dengan sigap membawa Liora ke ruang perawatan.

Jenson mondar-mandir di depan ruang perawatan sampai dia mengabaikan panggilan dari Antonie.

Berkali-kali Antonie memanggilnya dan berkali-kali itu juga dia merejectnya dan kemudian memilih menonaktifkannya. Bersamaan hal itu dokter keluar dan Jenson langsung menghampirinya.

"Bagaimana keadaan teman saya Dok?"

"Dia baik-baik saja."

"Lalu janinnya?"

"Keduanya baik-baik saja."

Jenson menghela nafas lega seolah beban di pundaknya terangkat pada saat itu juga.

"Apa saya boleh menemuinya?"

"Tentu saja Tuan, silahkan."

Jenson berterimakasih dan dia langsung bergegas menemui Liora.

"Syukurlah kamu baik-baik saja, maafkan aku Liora."

Liora hanya mengangguk dan dia menatap Jenson heran.

"Jens, apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?"

Jenson terdiam begitu lama, dia sudah keceplosan ingin menikahinya meski ia tidak secara gamblang mengatakan bahwa Jaz tidak baik-baik saja, tapi hanya dengan ucapan itu Liora pasti berpikir Jaz tidak baik-baik saja sehingga Jenson ingin menikahinya.

Liora mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Jenson dan dia menggenggamnya dengan lembut.

"Jenson, tolong katakan sesuatu!" Liora benar-benar memohon dengan sepenuh hati.

Tapi Jenson tidak siap, ia terlalu takut Liora akan shock dan sesuatu terjadi pada janinnya, sementara hanya anak itu yang ia punya sebagai reinkarnasi Jaz.

"Jenson!"

Jenson menatap Liora dengan iba dan dia akhirnya tidak bisa lagi menyembunyikannya.

"Apa kamu sudah siap dengan segala konsekuensinya jika aku aku mengatakan yang sebenarnya?"

"Memangnya apa yang terjadi?" hati Liora mulai menciut.

"Kamu sudah boleh pulang kan?"

Liora hanya mengangguk dengan pikiran yang dipenuhi kekhawatiran tentang Jaz.

"Kalu begitu ikut aku!" kata Jenson sambil menggendong Liora kembali dan membawa masuk ke mobilnya.

Liora hanya menurut saja dan dia tidak mengatakan apapun, tapi jantungnya berdegup begitu kencang dan dia merasa sesuatu yang buruk tentang Jaz.

Maseratti hitam melaju kencang meninggalkan rumah sakit menuju Villa Kencana.

30 menit kemudian, mobil tiba dan Liora langsung mengerutkan keningnya dengan keras.

"Kenapa kita ke sini Jens? Apa Jaz ada di sini?"

Jenson mengangguk dan dia menggenggam erat tangan Liora dan menggandengnya masuk.

Villa Kencana dibangun di atas tanah yang begitu luas dan mengadopsi bangunan romawi kuno, terkesan sedikit mistis dibanding villa lain karena dibangun khusus untuk pemakaman keluarga.

Memahami bangunan dan foto-foto di villa itu, Liora akhirnya mengerti maksud Jenson dan menata hati agar kuat bertemu Jaz nanti.

Tapi tetap saja dia perempuan, jadi dia tak kuasa menahan tangis dan langsung terduduk lemah di lantai begitu melihat makam Jaz.

Dia menangis histeris sambil memeluk nisan Jaz.

Jenson sendiri sama rapuhnya dengan Liora jadi dia hanya berdiri melihat Liora meratapi kepergian Jaz.

Lama Liora menangis di depan makam Jaz, sampai akhirnya dia meminta Jenson untuk membawanya pergi.

Namun ketika dia sudah berada di mobil, Liora menyeka air matanya dan dia berkata Jenson dengan serius.

"Jika menikah denganmu adalah permintaan Jaz, maka aku siap melakukannya Jens, apapun resikonya."