webnovel

MIMPI: Takdir Yang Hadir

[Buku kedua dari trilogi "MIMPI"] . Haruki Yamada berada di titik terendah dalam hidupnya. Kehilangan harta, keluarga, dan dikhianati istrinya sendiri yang selingkuh dengan pasangan suami istri Richard dan Aleysha. Dia diculik, dibawa ke suatu tempat rahasia dengan kedua mata tertutup, tangan-kaki terikat, dan mendengar suara Sheila sebelum kehilangan kesadaran. Sang anak pertama terancam dilecehkan lagi! Haruki pun berusaha keluar dari cengkeraman Richard dan Aleysha dengan segala cara. Namun siksaan mereka terlalu parah hingga membuatnya sering lupa bagaimana rasanya bernafas. Saat itu, nama yang dia sebut-sebut hanya satu: "Renji... Renji... Renji..." Renji Isamu. Pria yang telah pergi dari hidupnya di masa lalu. Renji Isamu. Pria yang telah memiliki takdirnya sendiri. Renji Isamu. Pria yang takkan pernah datang lagi untuk membawanya pergi. ….Akankah berlebihan jika Haru masih berharap sosok itu kembali? . . . PENGUMUMAN! Ini adalah kelanjutan dari novel "MIMPI" yang sudah TAMAT. Buku ini akan dibagi jadi 3/trilogi. Buku 1: MIMPI (Isi 220 bab) Buku 2: MIMPI: Takdir Yang Hadir (On Going) Buku 3: MIMPI: Akhir Sebuah Takdir (Belum) . . . IG: @Mimpi_Work

Om_Rengginnang · LGBT+
レビュー数が足りません
61 Chs

BAB 2 Bagian 13

Di sana, dirinya dan Renji disambut lebih banyak bodyguard yang disiapkan oleh perusahaan. Mereka sigap menahan lebih banyak kericuhan di sekitar, membentak tegas orang-orang yang ingin menjambak Ginnan, dan—agak mengejutkan—ada beberapa kreator lain juga yang hadir untuk menyaksikan momen penting itu.

Ah, mungkin mereka takjub dengan kehebohan ini? Sebab Renji tidak pernah serius kepada seseorang hingga membawanya ke depan kamera seperti sekarang.

"Halo, selamat malam," kata Ginnan. Di depan berpuluh-puluh microphone wartawan, dia bahkan mampu tersenyum cerah saat itu. Ditatapnya wajah-wajah penasaran mereka. Disisirnya beberapa yang tampak dendam. Lalu kepada Renji yang berdiri di sisinya tanpa menampilkan emosi apapun. "Aku Ginnan Takahashi, dan malam ini Renji mempercayaiku untuk mengatakan beberapa hal kepada kalian secara jelas."

Keheningan benar-benar menikam ribuan nyawa di tempat itu.

"Aku tahu, kebanyakan kalian pasti bingung dan penasaran. Siapa aku, dimana kami selama sebulan terakhir, dan lain sebagainya," kata Ginnan. "Tapi, sebelum kuberitahukan segalanya ... bukankah masing-masing dari kalian punya seseorang yang disayangi?"

Pertanyaan retoris. Tentu saja, Ginnan cukup puas dengan reaksi yang didapatnya.

"Spesifiknya, kekasih. Dan aku yakin, kalian pun akan terganggu jika ada orang luar yang ikut campur atau ingin tahu hubungan kalian," kata Ginnan. "Jadi, aku dan Renji pun seperti itu. Setelah mengenalku lebih dekat, dia membawaku sangat jauh dari sini. Kami pergi ke banyak tempat, membicarakan hal-hal penting berdua, dan juga menemui orangtua dia."

"Jadi, rumor kalian akan menikah itu benar?" sela seorang wartawan wanita. Kontan perhatian orang-orang pun tertuju padanya. Dari wajah ber-make-up tebal itu, Ginnan bahkan bisa melihat ketidak sabarannya yang berapi-api.

"Benar," kata Ginnan. Tiap perkataannya serasa mantra penting sampai harus dicatat ribuan notulen yang hadir di tempat itu. Namun, dia berusaha santai dengan sebuah cengiran kecil. "Awalnya menakutkan, memang. Tapi, setelah bicara dengan keluarga Renji, aku merasa lebih dekat dengan mereka. Umn, kalian yang pernah meminta restu pasti tahu rasanya, kan?"

"Lalu bagaimana dengan Jean Liew?" sahut seorang wartawan wanita lagi. Di pojok belakang, kini wajahnya dapat sorotan hingga mata itu berkedip-kedip. "Bukankah Renji-sensei masih berhubungan dengan dia di kurun waktu yang sama?"

"Ah, dia sudah menikah bahkan sebelum aku bertemu dengan Renji," kata Ginnan. Dia tahu sang kekasih agak mengeraskan rahang saat mengingat hal ini. Apalagi saat wartawan-wartawan itu tampak sangat kebingungan. Berbagai sahutan kata 'Apa?' kini mengudara bagai bisik-bisik. "...jadi, hubungan mereka benar-benar sudah berakhir waktu itu."

Hening yang kedua dan hanya berisi jepretan tak berkesudahan. Ginnan tidak sadar ada keringat yang mengalir di pelipisnya hingga Renji menoleh dengan raut mencemaskannya.

"I'm ok. Trust me." bisiknya dengan senyuman.

"Ada satu pertanyaan penting!" jerit wartawan lelaki yang tempatnya lebih ujung daripada wanita barusan. Dia mengangkat tangan, tampak angkuh, tapi juga tenang saat berdiri di tengah-tengah rekan seperjuangannya. "Maaf sebelumnya, tapi aku yakin bukan hanya pihak kami yang ingin tahu. Tapi bukankah Anda ini pelacur?"

DEG

"Oh, tentu saja. Pertanyaan itu takkan bisa dihindari," batin Ginnan saat merasakan telapak tangannya kini mendingin.

"Maaf? Itu benar, karena beberapa kalian pasti sudah pernah mengunjungi tempatku bekerja," kata Ginnan. "Bahkan mewawancarai bos-ku secara langsung, bukan? Tapi, boleh aku tahu pertanyaan apa spesifiknya?"

Wartawan lelaki itu menilik catatannya sekilas. "Bagaimana pun ada kemungkinan Anda disewa selama kurun waktu itu. Maksudku, hubungan kalian prosesnya cepat sekali. Jadi, kebanyakan dari kami berpikir ini hanya akal-akalan sosial saja. Apalagi terjadi beberapa skandal pelik yang mengikuti. Jadi, kami ingin dikonfirmasi semuanya jika Anda berkenan."

Bagus sekali. Penataan bahasa yang sangat mulus. Dia pasti mempersiapkannya dengan matang sebelum berani menghadapi Ginnan layaknya musuh di seberang sana.

Ginnan pun menghirup nafas dalam-dalam sebelum mengatakan jawabannya. "Baik, tebakan kalian memang tidak salah," katanya. Langsung membuat jepretan flash mengudara lagi dengan gumaman-gumaman ribut menjadi satu. "Awalnya, aku disewa Renji selama 2 minggu penuh. Lalu dia membawaku ke Italia untuk berlibur. Tapi, apa itu tak terdengar aneh bagi kalian? Selama itu, hanya orang aneh yang menginginkan hubungan intim dari orang yang sama, jika tak menyukainya. Jadi, aku menolak bayaran apapun setelah dia menjelaskan memang aku yang dituju."

Tahu-tahu, Ginnan merasakan genggaman tangan Renji di bawah meja jumpa pers panjang itu. Menenangkannya. Menguatkannya. Dan Ginnan langsung tahu dia harus menuntaskan penjelasan itu.

"Dia bilang ingin menikah denganku waktu itu. Bahkan juga memperkenalkan aku kepada orang-orang penting di sekitarnya. Sepupunya, temannya, sosok penolongnya di masa lalu..." Ginnan tidak tahu, bicara bisa semelelahkan ini dalam seumur hidupnya. "...dan aku tahu dia serius setelah membeli kontrak kerjaku secara sempurna. Jadi, di sinilah aku berdiri. Memberikan kalian kejujuran." Dia tidak yakin, tapi sepertinya para wartawan menahan nafas karena melihat amarah di matanya kali ini. "...intinya begitu. Kuharap siapa pun yang menganggap ini pamor—tolonglah. Meskipun pasangan Renji bukan aku, dia tetap butuh alasan kuat untuk hadir menghadapi kalian."

Itu benar.

Sangat benar.

Ginnan pun tahu penjelasannya sudah cukup, tetapi dia sungguh-sungguh geram sekarang.

"Lagipula, bukankah kalian sangat tahu bagaimana Renji bekerja sejak dulu? Dia sampai di titik ini karena mengajikan karya. Bukan pamer hal-hal pribadi, mengerti? J-Jadi ... Jadi ...."

PYAK!

Ginnan pun tersentak kaget. Dia tidak tahu kapan jus jeruk itu melayang, yang pasti Renji sudah menariknya ke dekapan sebelum ikut terbanjiri bersama barisan microphone.

Air matanya perlahan turun. Ginnan tak yakin apakah ada orang yang sempat melihat fakta tersebut, yang pasti Renji sudah murup kepada siapa pun manusia yang ada di ruangan itu karenanya.

"Siapa yang melakukannya?" tanya Renji. Suaranya tenang, namun terdengar dalam dan mengerikkan. "KUTANYA SEKALI LAGI SIAPA YANG MELAKUKANNYA?!"

Ngiiing~

Ekspresi-ekspresi pucat pun mulai mendekorasi wajah semua orang saat itu.

"Ren, aku baik-baik saja kok..." bisik Ginnan, padahal suaranya sengau dan isakannya sudah tak terkendali waktu itu. Namun, Renji samasekali tak peduli. Dia tetap fokus ke depan dan siap mencamah mereka jika sampai ada yang berani mengangkat tangan.

"Dengar, aku sudah menahan diri sejak tadi, tapi meyakini dia akan mengatakan apapun sesuai yang terjadi selama ini," kata Renji. Murka. "Dia kubawa karena maunya, tapi sebenarnya aku tak peduli bagaimana kalian berpikir. Dan jangan mengira aku sangat peduli dengan profesiku, jika itu yang kalian yakini, mengerti? Jadi, aku tidak datang untuk itu. Karena aku akan tetap menulis seperti biasanya, bahkan jika tidak mendapatkan wadah di sini."

Dalam sekejap, jumpa pers mengerikkan itu pun berakhir. Padahal ada begitu banyak pertanyaan wartawan lain yang masih belum sempat diudarakan. Seperti dimana Haru, kenapa hubungan kerjasama Renji dan Yuki sempat batal, apakah ada hubungannya dengan Ginnan, dan lain sebagainya.