webnovel

Milena Si Peri Nakal [ Fairy Series ] - KEMBALI HIATUS! MOHON MAAF!

☆ HIATUS SAMPAI TANGGAL YANG TAK BISA DITENTUKAN☆ Saya mau kejar setoran dulu, guys! Harap maklum! ♡♡♡ Baca GRATIS sebelum pindah lapak! Note: Judul asli novel ini adalah Milena The Mischievous Fairy. Mischievous artinya nakal, jahat, atau jahil. Mengacu pada perbuatan nakal kelakuan anak remaja pada umumnya yang suka merusak dan mengganggu. [Kemungkinan tidak cocok untuk semua pembaca! Mohon kebijaksanaannya! Terima kasih! ] ⚠️ PERINGATAN! • SLOW UPDATE • SLOW STORY ______________________________________ KONTEN NOVEL INI UNTUK UMUR +21 TAHUN. Untuk keperluan alur cerita, dalam novel ini akan berisi deskripsi tentang percintaan dewasa (porn*graphy secara eksplisit akan dihindari sekeras mungkin), kekerasan, rokok, pakaian minim, konsumsi minuman keras, kata-kata kasar, dll. Bagi pembaca di bawah umur atau tidak nyaman dengan konten tersebut, tidak dianjurkan untuk membaca. Cek novel saya yang lain: 1. Perempuan Jenius Berhati Dingin: Istri Seorang Playboy! 2. Saingan Sang Playboy 3. Perjodohan Monarki: Terjebak Nikah Bersama Putera Mahkota! Sadis! Dingin! Dan Bermulut Tajam! 4. Sirene Malam 5. Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama Cepetan! Nanti keburu saya hapus, loh! Kalo udah pindah, bakal dikunci soalnya. Terima kasih sudah mampir! Saya tunggu komentar PEDAS, kalian! Budayakan komen yang beretika dan sopan, ya, guys! :) __________________________________________ SINOPSIS: MILENA THE MISCHIEVOUS FAIRY (Milena Si Peri Nakal) Volume 1: THE AVERMENT Menjelang musim dingin, pohon persedian kerajaan fairy (peri dari golongan Tinker Bell) dibanjiri oleh air bah, hal ini membuat persedian yang telah dikumpulkan sekian lama oleh para rakyatnya hanyut ke sungai. SUNGGUH SEBUAH BENCANA! Milena yang terkenal sebagai peri cantik mempesona dan keturunan terakhir dari salah satu peri legendaris di komunitasnya, namun suka berbuat onar, akhirnya dituduh sebagai pelakunya. Kesal karena mendapat fitnah, ia pun memutuskan mencari cermin kejujuran agar membuat bungkam seluruh peri-peri yang hendak mengusirnya menjadi peri soliter. Di saat berusaha mencuri cermin kejujuran di pondok Katrina—Sang Penyihir Kegelapan, kejadian tak terduga menimpanya dikala berusaha meloloskan diri. Milena terlempar ke dunia mortal dan menjadi seorang manusia! Di sana, ia bertemu David, Max, dan Jessie. Ketiga pria ini memiliki rahasia masing-masing yang membuatnya kaget dengan segala pesona mereka yang menawan dan mematikan! Sementara Milena kebingungan dengan kondisi yang menimpanya, Katrina memburunya ke dunia mortal dan berniat merampas segala-galanya darinya, khususnya pria yang dicintai Milena! ----------------------------------------- Novel ini adalah karya asli anak bangsa dengan latar Amerika, dilarang menyalin dan meniru dalam bentuk apapun! Copyright @2019 by NatsuHika ----------------------------------------- ■ GENRE » • FANTASY • ROMANCE • ACTION • MAGIC • FAIRY • PSYCHOLOGICAL • SUPERNATURAL WAR • BADASS FEMALE • STRONG CHARACTERS Disclaimer: The original story is made by me, but the picture of the cover is not mine. I just used it temporary and it's been edited. All credits of the picture belong to the respective owner. ----- Cerita original ini dibuat oleh saya, tapi gambar pada cover webnovel saya ini bukanlah milik saya. Saya hanya menggunakannya sementara dan telah saya edit. Semua kredit gambar kembali pada pemilik gambar.

NatsuHika · ファンタジー
レビュー数が足りません
119 Chs

Pria Bermuka Dua (3)

Milena mengambil satu. "Sudah agak baikan. Hanya saja rasa berdenyut itu kadang datang dan punggungku tiba-tiba terasa sakit dan nyeri."

Dokter Ames merenung sejenak, di tangannya tergenggam polpen yang siap mencatat keluhan Milena.

"Apa kau tak ingat pernah jatuh? Diganggu mungkin?"

Milena mendengus, lalu duduk di pinggiran meja kerja sang dokter. "Aku yang mengganggu mereka. Bukan sebaliknya."

"Ok." katanya singkat. Mencatat hal-hal yang dianggapnya penting.

"Apa aku tak akan mengingat hal yang terjadi padaku? Selamanya?" tanyanya ragu-ragu, ia menatap ujung kakinya yang bergoyang.

"Aku tak bisa memberikan jaminan apapun. Tapi, jika kau mengikuti terapi secara rutin, besar kemungkinan kau akan ingat beberapa hal—"

"Seperti kembang api, contohnya?" Milena memotong perkataan dr. Ames.

"Yah. Seperti kembang api." Nada suaranya berubah lembut dan menenangkan.

Tiga hari setelah ia melakukan tes pertamanya, ia melakukan sesi konsultasi, sang dokter memperlihatkan berbagai macam gambar padanya. Konsultasi kali ini tidak masuk dalam hal prosedurnya, lebih kepada konsultasi pribadi—teman ahli psikolognya menyarankannya melakukan pendekatan psikolog, di mana ia bisa berbagi pendapat mengenai kasus Milena.

Pertama, dokter Ames memperlihatkannya gambar berupa siluet hitam putih tak berbentuk jelas. Tes kedua, melibatkan berbagai macam warna, aktivitas, ekspresi, dan kata-kata. Ia merespon pada beberapa hal yang mengerikan: kembang api, kostum-kostum aneh, minuman berbagai warna, kalung berlian (wanita mana yang tak suka, bukan?), dan cermin....

Semua benda itu memicu rasa sakit di kepalanya. Kemudian disusul dengan punggung yang nyeri.

"Aku rasa, kau juga butuh konsultasi ke psikolog, Milena. Kasusmu agak kompleks." Nada suaranya tajam, berwibawa, dan mengandung bujukan. Detik berikutnya ia terdengar lebih santai. "Sangat lucu seorang psikiater merekomendasikan pasiennya ke psikolog." Ia terkekeh memikirkan hal itu.

"Aku tidak gila!" Ia menghela napas. "Berapa kali harus aku katakan? Apa tes MMPI atau tes apalah itu, tidak cukup?"

"Banyak faktor yang bisa mempengaruhi hasil tes itu. Belum tentu valid. Aku tak akan memaksamu. Hanya saja, kau lebih butuh sesi konsultasi ketimbang obat-obatan. Dokter Chris melarangku memberimu resep tanpa persetujuannya. Dia bilang masih ingin memeriksa fisikmu lebih lanjut."

"Bagus! Aku lebih suka sesi konsultasi semacam ini. Meluapkan isi hati." Ia nyengir.

"Yeah. Tapi, rasanya aku tidak berguna jika tak bisa membantumu." keluhnya meringis.

"Anda sudah lebih dari cukup membantuku, dokter." Ia tersenyum tulus.

"Boleh aku tahu obat apa yang ia berikan padamu?"

"Entahlah, semacam penghilang rasa sakit?" Jawabnya ragu-ragu.

"Vicodin?" sebelah alisnya terangkat.

"Aku tak tahu. Aku sudah boleh berhenti mengkonsumsinya besok." Kali ini dia menjawab dengan wajah linglung.

"Apa punggungmu selalu sakit?"

"Tidak juga. Muncul sesekali, dan disertai sakit kepala atau lainnya."