webnovel

EPISODE KEDUA: BUDAK

Pria itu pun menuntunku ke sebuah bangunan yang cukup besar. Menurut tebakanku, bangunan itu adalah rumah bangsawan, tepatnya rumah pria yang terlihat seperti seorang bangsawan atau memang benar dia seorang bangsawan.

Tapi, masalahnya. Apa maksudnya dengan mengatakan aku membutuhkan budak? Apa bisa pertanyaan itu keluar dari seorang bangsawan?

"Mari, silahkan masuk," ujar pria itu setelah membuka daun pintunya.

Aku pun memasuki bangunan itu. Setelah masuk, dapat kulihat ruangan yang sangat besar sekali dan terlihat sangat mewah. Bahkan, ada tangga besar di depan. Benar-benar seperti rumah bangsawan.

Lalu, tiba-tiba muncul wanita berpakaian maid dengan rambut merah panjang diikat ekor kuda. Dari penilaian penampilan, menurutku wanita itu lebih tua dariku, namun tidak terlalu tua karena wajahnya terbilang cantik ala gadis muda. Wanita itu datang menyambut pria di depanku.

"Selamat datang, Tuan dan tuan tamu," sambut wanita itu dengan nada lembut sambil membungkuk untuk menyambut seperti maid-maid yang sering kulihat di anime.

"Lidina, tolong antarkan tuan tamu ini ke ruang tamu," ujar pria di depanku. "Aku akan pergi ke kamar dulu."

"Dimengerti, Tuan," balas wanita itu. "Mari, ikuti saya, tuan tamu," ujarnya kepadaku.

Aku pun mengikuti wanita maid itu menuju ruangan yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Setelah memasuki ruangan yang katanya ruangan tamu, aku dipersilahkan untuk duduk di salah satu kursi yang terlihat mewah dan nyaman.

"Minuman apa yang Anda inginkan, tuan? Apakah teh atau kopi?" tanya wanita maid itu setelah aku duduk.

"Teh saja…" balasku sedikit gugup.

"Dimengerti, tuan."

Wanita maid itu pun membungkukkan badan ke arahku dan kemudian pergi ke luar, meninggalkan aku sendirian di ruangan yang cukup besar ini.

Karena tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jadinya aku duduk sambil melihat-lihat sekeliling saja. Dapat kulihat ada beberapa lukisan besar dengan bingkai emas, dinding dicat coklat bercorak indah, tiga kursi untuk satu orang yang modelnya seperti yang kududuki dan ada juga yang panjang di sudut ruangan berjumlah tiga, dan berbagai hal lainnya yang terlihat mewah.

Setelah beberapa saat, akhirnya muncullah pria yang mengundangku kemari. Dia pun duduk di kursi mewah di depanku. Tidak lama setelah kedatangnnya, muncul wanita maid tadi sambil membawa dua gelas di atas nampan. Kemudian, dia menyimpan di atas meja di depanku. Setelah selesai, wanita maid itu pun pergi.

"Ada apa, Tuan? Anda terlihat gelisah begitu," tanya pria itu.

"Yahhh… aku hanya belum terbiasa berada di tempat yang mewah begini…"

"Hahahah, rileks saja, Tuan. Ini bukan rumah keluarga kerajaan. Jadi, Anda tidak perlu takut akan ditahan. Ah, tapi kalau sampai mencuri, tentu saja Anda akan ditahan."

Aku hanya tertawa kering sebagai balasan candaannya… mungkin?

"Baiklah, Tuan. Mari kita langsung ke bisnis saja. Oh, iya, maaf atas keterlambatanku memperkenalkan diri. Namaku Axlitigia De Herga atau biasa disapa Axli."

"Ki-Kiki. Namaku Kiki."

"Baiklah, tuan Kiki, kita kembali ke pembicaraan. Aku tidak sengaja melihat barang Anda tercuri tadi, jadi aku ingin membantu Anda dengan menawarkan seseorang yang bisa menjaga keamanan Anda maupun barang milik Anda, yaitu seorang budak petarung."

"Tunggu dulu. Jadi, Anda penjual budak?"

"Ah, apakah aku tidak terlihat seperti itu? Memangnya selama ini Anda mengira aku apa?"

"I-Itu… lanjutkan saja."

Bukannya tidak mau menjawab pertanyaannya itu, tapi aku merasa tidak terlalu nyaman berada di sini. Jadi aku tidak ingin terlalu banyak basa-basi.

"Aku punya beberapa budak yang hebat bertarung. Mulai pemakai senjata atau tangan kosong atau bahkan keduanya. Berjenis manusia dan bukan. Laki-laki maupun perempuan. Dari yang muda dan cukup dewasa. Bahkan, ada juga budak yang hebat dalam urusan rumah tangga dan pemuas kenikmatan."

Saat bagian akhirnya, Axli sedikit menekankan kalimatnya dan menatapku dengan senyuman aneh. Seolah, dia ingin membuat bagian akhir itu diperhatikan olehku.

Baiklah, aku semakin tidak nyaman berada di sini. Sebaiknya aku keluar saja. Seharusnya aku tadi menahan rasa penasaran akan pernyataan Axli sehingga memutuskan mengikutinya agar rasa penasaranku hilang.

Setelah dipikir baik-baik. Dengan kata singkat 'budak', asumsi kalau orang itu penjual budak bisa saja terlintas. Terlebih, aku sering sekali melihat dunia lain di anime-anime rata-rata pasti ada penjual budak, mau itu legal atau tidak legal.

Kalau begitu, kenapa aku bisa-bisanya datang kemari seolah menginginkan budak?!

Tapi, tunggu dulu… Kenapa aku tidak terpikir sampai segitu sebelum datang kemari, ya?

"A-Aku tidak tertarik untuk punya budak. Jadi, aku akan pergi…"

"Anda yakin? Aku punya yang beradada besar, sedang, maupun kecil. Berkulit putih maupun coklat. Periang, pemalu, mudah marah, pe-"

Aku langsung saja berdiri dan berjalan menuju pintu keluar sambil berusaha menahan 'serangan' dari Axli yang masih duduk dan terus mengoceh soal budaknya.

"Bahkan, kami punya gadis kecil yang imut."

Seketika aku pun diam di tempat.

Sial… kalau saja tadi aku lebih cepat satu menit untuk langsung pergi, aku pasti tidak akan mendapatkan 'serangan' mematikan itu sehingga sekarang aku memutuskan untuk menutup pintu dan kembali ke tempat duduk.

"Jadi, Anda ingin budak petarung, pengurus rumah tangga, pe-"

"Yang bisa bertarung!" jawabku langsung memotong pertanyaannya.

"Manusia atau bukan?"

"Mau mana pun tidak masalah…"

"Anda sangat beruntung sekali karena datang kemari. Karena aku punya budak yang sesuai dengan selera Anda. Mohon untuk tunggu sebentar, aku akan memanggilnya."

Axli dengan ekpresi penuh kemenangan karena berhasil membujukku, keluar dari ruangan ini. Sedangkan aku, merasa kesal karena memakan umpannya sekaligus cukup malu. Kalau saja di sini banyak orang, aku akan mati karena malu.

Tanpa diberitahu atau kukatakan dengan jelas dan mengingat saat ocehan tentang hal-hal yang membuat laki-laki tertarik terhadap perempuan dibeberkan tadi aku terlihat tidak terpengaruh, namun saat di bagian akhir terpengaruh. Sudah dipastikan, Axli tahu akan kesukaanku itu.

Aku tahu kesukaanku ini buruk, bahkan bisa menjadi aib yang mempermalukan orang yang dekat denganku bahkan keluargaku. Lebih parahnya lagi, aku bisa dicap penjahat. Tapi aku sudah terlanjut menyukainya. Ingin mengubah kesukaan ke arah yang terbilang 'normal', namun tidak berhasil.

Kenapa Axli bisa terpikirkan untuk mengeluarkan 'serangan' yang mematikan seperti itu? Apakah kebanyakan pelanggannya orang yang punya kesukaan sepertiku?

"Maaf membuat Anda menunggu, Tuan," ujar Axli yang tahu-tahu sudah ada di dalam ruangan. "Budak yang kurekomendasikan sebentar lagi akan tiba. Dia harus didandan dulu. Jadi, sambil menunggu. Bagaimana kalau kita bicara harganya atau mungkin Anda ingin menanyakan soal budak ini."

"Me-Memangnya… ada berapa yang direkomendasikan…?" tanyaku masih ada rasa malu sehingga tergagap.

"Sebenarnya ada beberapa. Tapi, aku merekomendasikan hanya satu yang kuyakin Tuan akan memilihnya."

Ah, sial… Dari ekpresinya, sepertinya dia tahu dengan detail jenis kesukaanku. Dia benar-benar berbahaya…

"Kalau begitu… berapa harganya?" tanyaku.

"Lima koin emas ditambah tiga puluh koin perak, bagaimana?"

Aku tidak tahu apakah harga segitu terbilang mahal atau tidak. Mengingat uangku masih banyak koin emasnya, kurasa tidak masalah.

"Baiklah, aku akan menerimanya kalau ternyata memang budaknya sesuai yang kuinginkan."

"Ohhh, Anda sangat unik sekali, Tuan. Aku suka sekali pelanggan yang tidak suka bertele-tele dalam berbisnis seperti Anda."

Mungkin maksudnya dia suka pelanggan yang tidak suka tawar-menawar. Aku memang tidak suka tawar-menawar, karena nanti bisa berunjung bertarung argumen dan selalu kepikiran takutnya malah buat tidak untung penjual sehingga nanti sulit untuk menafkahi keluarganya. Apalagi di sini aku tidak tahu satu mata uang yang mana besar atau kecil. Bisa-bisa nanti aku malah menawar ke harga yang mahal atau terlalu murah.

Ah, benar juga. Aku jadi teringat. Aku belum tahu apa-apa tentang dunia ini. Cara agar aku bisa bertahan di sini adalah mendapatkan informasi sebanyak mungkin tentang sistem dunia ini. Mau itu dari segi peraturan maupun hal-hal yang umum.

*kruukkk

Tiba-tiba perutku berbunyi, terlebih cukup keras sehingga aku yakin Axli yang sekarang sedang memasang senyuman mencurigakan ke arahku dapat mendengarnya dengan jelas.

"Oh iya, Tuan. Aku di sini selain menjual budak, menjual makanan juga. Sepertinya Anda belum makan siang. Bagaimana kalau kelanjutan bisnis kita dilakukan setelah makan?"

Apa-apaan itu?!

Jualan makananmu sebenarnya tidak ada, kan? Kamu hanya ingin memanfaatkan kelaparanku ini agar bisa mendapatkan uang. Dengan senyuman yang mencurigakan tadi, siapapun pasti bisa memperkirakan kalau senyuman tadi adalah senyuman senang mendapatkan 'mangsa' lagi.

Dasar, penggila bisnis!

Tunggu, dulu. Kalau dia bertipe seperti itu. Itu berarti, aku bisa mendapatkan apapun darinya asalkan mau dibayar.

Kurasa tidak ada salahnya untuk mencoba.

Aku langsung merogoh kantong uang koinku untuk mengambil tiga koin emas. Aku tidak tahu berapa nilai pastinya koin emas ini dan hal yang ingin kudapatkan sebanding dengannya, tapi kurasa di antara koin yang kupunya koin emas ini adalah yang paling tinggi. Jadi, kurasa pria di depanku ini bisa memberikan hal yang kuinginkan tanpa basa-basi agar ditambahkan.

Kemudian, aku letakkan di atas meja. Hal itu, membuat pria pembisnis atau kusebut saja pria mata duitan itu tertarik sehingga matanya sempat melihat ke ketiga koin emasku itu. Kemudian, dengan senyuman kecil dia melihat ke arahku.

"Tuan, apa yang ingin Anda pesan?" tanyanya dengan nada ramah.

"Satu koin untuk makanan serta minumannya. Dua koin untuk jawaban yang sejujurnya darimu dan bayaran agar tidak menanyakan kenapa aku menanyakan hal yang ingin kutanyakan," jawabku dengan tatapan serius agar terasa seperti pembisnis.

"Untuk makanan, aku terima. Tapi, tergantung pertanyaannya. Bila sebanding, aku akan menerimanya," balasnya dengan tatapan serius dan tidak ada senyuman ramah lagi.

Berkat itu, aku sempat takut dan hendak mundur, karena entah kenapa rasanya kalau aku sampai salah langkah di sini maka aku akan mati. Tapi, mengingat pertanyaanku ini bukanlah hal yang rahasia atau berbahaya. Aku pun memberanikan diri untuk memberikan semua pertanyaan yang ingin aku ketahui tentang dunia ini.

Sebelum melakukan sesi tanya jawab, Axli meminta membuatkan makanan untukku dan cemilan. Lalu jangan ada yang berdiri di sekitar ruangan ini maupun daerah luarnya kepada dua maid yang baru kulihat setelah mengantarkan cemilan serta teh.

Setelah cemilan serta teko teh datang, lalu disimpan di atas meja oleh salah satu dari dua maid tadi dan situasi sudah terbilang aman. Axli mempersilahkan aku untuk bertanya dengan ekpresi yang masih cukup menakutkan bagiku. Berkatnya, aku sempat tergagap setiap kali ingin mengeluarkan pertanyaannya.

Setelah memberikan semua pertanyaannya, Axli langsung menjawabnya tanpa meminta menambahkan koinnya. Bahkan, dia menjawabnya dengan santai seolah tatapan mengerikan tadi tidak pernah dipasangnya.

"Aku tidak menyangka, ternyata pertanyaan seperti itu. Memangnya Anda ti-"

Dengan cepat, Axli menutup mulutnya agar kalimat yang ingin dikeluarkan tadi terhenti. Kemudian, dia membuka tangannya dan meminta maaf kepadaku.

"Maafkan aku, Tuan. Karena aku terlalu tertarik dengan Anda, jadinya tanpa sengaja rasa ingin tahuku keluar."

"Tidak masalah," balasku. "Kuharap tidak ada yang tahu kebodohanku ini."

Saat aku mengucapkan kalimat itu, aku menyimpan satu koin emas sebagai bayaran agar Axli tidak menceritakan tentangku kepada siapapun. Hal ini kulakukan agar aku tidak dicurigai oleh pihak mana pun dan seolah aku hanyalah seorang pemuda pengembara biasa.

Dengan fakta aku menanyakan hal yang terbilang umum di dunia ini, maka asumsi aku bukanlah berasal dari dunia ini bisa saja ada. Bahkan, parahnya adalah aku dianggap musuh seperti dari ras iblis yang diketahui sangat jauh dari peradaban manusia dan ras lain sehingga memiliki negeri dan peraturan sendiri.

Untung saja aku menanyakan hal-hal tentang dunia ini kepada Axli yang kurasa berperinsip 'yang terpenting adalah uang'. Sehingga, dia tidak akan peduli dampak apa yang terjadi kalau ternyata aku adalah musuh asalkan diberi uang.

Kuharap dia tidak menjadi pemimpin kota ini atau bahkan kerajaan ini.

Oh iya, kota ini bernama Duke yang berwilayah di kerajaan Hirga. Katanya ada empat kota dan dua desa yang dipimpin oleh raja dari kerajaan tersebut. Berkat itu, kerajaan Hirga dikenal sebagai salah satu dari empat kerjaan terbesar. Jadi, maka akan gawat kalau Axli menjadi pemimpin kerajaan, bahkan kerajaan yang kecil pun atau satu wilayah di kota saja.

*tok tok tok

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Axli pun mempersilahkan yang mengetuk pintu agar masuk. Lalu, terbukalah pintu itu sehingga aku bisa melihat maid yang sebelumnya aku lihat. Kalau tidak salah namanya Lidina.

"Tuan, Nao sudah siap untuk dipertemukan dengan tuan barunya," lapor Lidina setelah memberikan bungkukkan badan.

"Kalau begitu, suruh dia masuk!" perintah Axli.

"Nao, ayo masuk," ujar Lidina sambil melihat ke samping bawahnya.

Perlahan, sosok yang katanya adalah budakku pun memasuki ruangan ini. Dia melangkah dengan jarak yang pendek, sehingga untuk sampai dekat dengan kami cukup lama. Bahkan, dia tidak mengarahkan wajahnya ke depan sehingga aku tidak terlalu jelas melihat wajahnya.

Setelah cukup dekat dengan kami, dia pun berdiri diam dengan tubuh yang kurasa gemetar. Berkat dia diam, Axli pun mengeluarkan perintah agar budak itu berbicara.

"Nao, kamu tidak sopan terhadap tamu. Angkat kepalamu dan sapalah calon tuanmu ini!" perintahnya dengan sedikit suara tegas.

Setelah tersentak kecil, budak itu pun perlahan mengangkat kepalanya. Saat momen itulah, jantungku entah kenapa berdetak kencang dan tubuhku jadi gemetar.

Setelah wajahnya dapat kulihat dengan jelas. Aku langsung merasa jantungku berhenti berdetak dan berteriak keras dalam hati.

"KAWAIIIIIII!!!"