webnovel

My Virgin Kiss

Riri yang merasakan ada kecupan hangat di keningnya. Perlahan-lahan membuka mata. Remang-remang dia melihat sosok pria tampan tengah sibuk mengusapi keningnya. Bibirnya langsung melengkung ke atas. Hatinya begitu senang dan bahagia. Ini merupakan mimpi terindahnya.

Dia seakan terbang melayang menyusuri indahnya awan berlapis kabut-kabut cinta karena belum menyadari siapa sebenarnya sosok tersebut. Begitu pula dengan Marvel, jujur hatinya ikut berbunga-bunga. Ternyata pingsannya Riri memiliki dampak baik untuknya.

"Sepertinya, Riri mulai menyukaiku? Sunggung senyumannya begitu memabukkan. Ingin sekali aku menyesapinya bibirnya yang sexy ini," batin Marvel tak tahan.

Dia memberanikan diri menurunkan pandangannya lagi ke wajah Riri. Hasratnya kian menggebu-gebu. Berulang kali dia meneguk salivanya karena begitu tergoda dengan benda merah mudah itu.

Namun naas, ketika penglihatan Riri sudah jelas. Tanpa diduga-duga Riri segera mendorong tubuhnya karena sadar siapa pria tersebut hingga terjatuh di lantai.

Bugggg!

Suara tubuh Marvel yang membentur lantai. Jujur Riri merasa bingung dan ketakutan sekali saat ini.

"Waduh, apa yang sedang aku lakukan? Bagaimana kalau dia sampai marah? Ya Tuhan, hamba mohon lindungilah hamba-Mu ini dari terkaman pria berkedok kadal buntung ini," batin Riri cemas. Tubuhnya bergetar seperti tersengat arus listrik dengan tegangan rendah.

Sementara Marvel tengah mengaduh kesakitan. Perlahan-lahan dia bangkit dari lantai sambil memegangi pinggangnya yang mungkin retak akibat terbentur lantai.

"Ck, sakit sekali punggungku. Kenapa tenaganya begitu kuat dalam kondisi baru sadar dari pingsan. Apa sebenarnya yang wanita ini makan setiap hari? Sungguh tenaganya sangat kuat bak wonder women," cerocos Marvel lirih.

Setelah berdiri dengan sempurna, dia kembali melangkah mendekati Riri. Hal itu membuat jantung Riri kembali berdegup kencang. Bibirnya tersenyum manis seperti tak ada amarah sama sekali.

"Eh, kamu mau apa lagi? Dasar pria mesum! Berani sekali kau menyentuhku di saat aku tengah pingsan?" tanya Riri kesal.

Melihat senyuman manis terpancar jelas dari bibir Marvel membuat aura-aura yang sempat menyerangnya hilang tak tersisa. Dia yakin, seyakin-yakinnya kalau Marvel tidak sedang marah dengannya. Malah tatapannya seperti mengandung arti menggoda bagi Riri.

"Hey, memangnya kenapa? Kau sekarang sudah menjadi milikku seutuhnya. Kalau kau tak percaya kau baca saja kertas perjanjian itu," balas Marvel tersenyum sambil menunjuk map berisi kertas perjanjian yang berada di atas nakas dekat kasur.

"Aku tidak mau membacanya! Aku ingin pulang!" tegas Riri mulai bangkit dari posisinya, hendak turun dari kasur.

"Pulanglah, kalau kau ingin ke dua orang tuamu tinggal di jalanan. Tidak hanya itu, usaha bengkel ayahmu juga akan aku sita!" balas Marvel tersenyum licik.

"Kamu tak usah membohongiku? Perjanjian macam apa itu? Kakakku yang ikut balapan kenapa kami sekeluarga yang harus terkena imbasnya?" balas Riri emosi.

"Terserahku, aku yang mengadakan kompetisinya. Jadi, aku berhak menentukan sangsi apapun untuk mereka yang berani menantangku lalu kalah," jawab Marvel tersenyum licik.

"Dasar pria brengsek tak tahu diri! Sukanya memanfaatkan kelemahan seseorang! Aku yakin sekali kalau ada udang di balik batu pada kompetisi itu? Setahuku, baru kali ini Kak Andra kalah?" tanya Riri emosi.

"Haha. Kamu benar-benar gadis yang pintar dan sok tahu," ejek Marvel tertawa lepas.

"Eh, memang itu kenyataannya kan? Jadi, nggak usah munafik kamu." Riri berhasil turun dari ranjang. Menatap Marvel penuh kebencian.

"Terserahmu saja. Aku hitung sampai tiga, kalau kamu tetap ingin pulang ... pulanglah dengan hati yang damai. Lagi pula pintu kamarku terbuka lebar menuntunmu ke rumah. Namun, jangan pernah berpikir rumah itu masih ada. Akan kupastikan hunianmu itu akan rata dengan tanah. Orang suruhanku sudah stanbye di sana dengan buldosernya!" tantang Marvel sambil menaik-turunkan alisnya.

Gluk! Gluk!

Riri bolak-balik meneguk salivanya. Ini ancaman termengerikan yang diucapkan Marvel. Dia hanya diam mematung tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tak mungkin dia pulang, ia sangat mengenal watak Marvel. Dia tipikal orang yang kalau berucap pasti akan menjadi kenyataan.

"Ya Allah, kenapa Kak Andra begitu tega mengorbankan kami hanya demi mendapatkan uang dari hasil kemenangannya balap liar itu," batin Riri sedih. Setitik buliran bening lolos begitu saja dari pelupuk matanya.

"Satu ... dua ... ti ...." Marvel menghitung pelan-pelan.

Sementara Riri masih mematung di tempatnya.

"Kalau kamu masih berdiri di sana berarti kamu harus melayaniku saat ini juga," ucap Marvel tersenyum menang.

Dia segera melangkahkan kakinya ke pintu kamar lalu menguncinya. Dengan tersenyum nakal dia menghampiri Riri yang masih mematung. Tubuhnya terasa basah karena terus mengeluarkan keringat dingin.

Begitu berada di depan Riri, Mavel dengan telaten mengusap lembut keringat yang terus keluar membasahi kening Riri. Bibirnya tersenyum bahagia. Akhirnya, momen-momen impiannya terwujudkan juga.

"Mari kita mulai sekarang, Baby."

Tanpa menunggu lama dia mulai mendorong tubuh Riri dengan lembut hingga terjungkal ke kasur. Riri hanya terdiam saja. Dia tak berani berkutik. Hanya debaran jantungnya saja yang terdengar jelas. Entah itu karena Riri mulai terbawa suasana? Atau jangan-jangan karena ketakutan?

"Up, debaran jantungmu begitu menggoda. Sebaiknya, kamu minum obat dulu agar tak pingsan lagi!" Marvel segera mengambil obat yang diberikan Dokter Rizal tadi dengan segelas air juga.

"Ayo minumlah dulu! Aku tak ingin momen terindah ini gagal karena kamu pingsan lagi!" Marvel menyodorkan segelas air dan obat kepada Riri.

Riri seperti kerbau yang dicucuk hidungnya kali ini. Dia diam dan patuh saja menuruti perintah Marvel. Dia segera bangkit dari posisinya. Lalu, meraih apa yang diberikan Marvel tersebut.

Gluk!

Dia menenggak obat tersebut. Lalu, menyiramnya dengan air agar perjalanannya lancar sampai ke lambung.

"Good." Marvel tersenyum. Lalu, duduk di dekat Riri.

Dia mulai mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka begitu dekat. Dia tersenyum senang dengan keadaan seperti ini. Tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah mulus nan cantik milik Riri. Menyelipkannya ke daun telinga Riri. Sungguh ini meneduhkan jiwa raga Marvel.

Berbeda jauh dengan Riri yang begitu takut. Kondisi seperti ini jelas tidak nyaman sekali baginya. Untuk menetralisir suasana yang kemelut di hatinya, Riri segera memejamkan matanya.

Marvel mulai menyentuh bibir Riri dengan ibu jarinya sangat lembut. Sungguh ini membuat desiran panas merambat di tubuh Riri. Dia mencoba untuk pasrah saja. Kemudian, tanpa menunggu lama Marvel menempelkan bibirnya dengan bibir Riri.

Degggg!

Hati Riri berdenyut. Ingin sekali berteriak dan menangis histeris. Keperawanan bibirnya telah sirna diambil pria yang sangat dibencinya. Inilah kali pertamanya dia merasakan adegan yang kerap kali dia saksikan di film drakor kesukaannya.

"Ya Allah, bibir perawanku kini sudah ia renggut. Sebentar lagi, pasti dia akan merebut kesucianku. Aku harus mencari cara agar itu tak sampai terjadi," batin Riri sedih. Tanpa disadarinya, tangannya kembali mendorong tubuh Marvel dengan kuat hingga terjatuh lagi.