webnovel

Pengkhianatan

Di pagi hari yang cerah di dalam kamar Viona yang penuh dengan keheningan, Lusi duduk di depan meja rias, dihiasi oleh berbagai perhiasan berkilauan. Cahaya lembut lampu memantulkan gemerlap permata dan memancarkan keindahan yang mempesona di sekitarnya. Ia melihat satu persatu dan mencoba perhiasan yang ada, lalu ia terpana dengan kalung berlian biru berbentuk hati. Kalung tersebut bagaikan samudera yang terperangkap dalam sekeping hati. Kilauan biru berlian itu seolah-olah menggambarkan kedalaman dan keindahan yang tak terbatas. Lusi, dengan matanya yang bersinar penuh keinginan, memegang kalung berlian yang memikat di tangannya.

Saat itu, pintu kamar terbuka perlahan, dan seorang pria tampan dengan senyuman misterius menghampiri Lusi dari belakang. Rafael, pria yang selalu membuat hati Lusi berdebar-debar, memeluknya erat dan mencium keningnya dengan lembut.

"Apa yang kamu lakukan di kamar Viona?" bisik Rafael, suaranya seperti melodi lembut yang merayu.

Lusi tersenyum manis dan menjawab, "Aku sedang mencoba perhiasan ini. Terutama kalung berlian ini, begitu cantik, bukan?"

Rafael menatap perhiasan yang ada di tangan Lusi. "Kamu selalu mempesona, sayang. Apa yang membuatmu begitu terpikat pada kalung ini?"

Lusi tersenyum dan mengangguk ke arah kalung itu. "Aku hanya ingin merasakan gemerlapnya di leherku. Bolehkah aku mengambilnya?"

Namun, Rafael menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Sayang, itu milik Viona."

Lusi memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan seolah-olah kalung tersebut harus jadi miliknya. "Tapi, Rafael, Viona juga tidak akan sadar aku mengambil beberapa perhiasannya ini juga bukan pertama kali aku mengambil perhiasan dia, kita juga tidak tahu kapan ia bangun dari koma, bisa saja ia mati kan."

Rafael kaget mendengar itu dan ia berkata dengan nada sedikit keras "Viona belum boleh mati kamu ingat isi surat wasiat om Wisnu jika ahli warisnya mati yaitu Viona maka ia akan menyumbangkan semua harta nya termasuk perusahaan, jika itu terjadi maka semua rencana kita untuk menguasai hartanya akan hancur kecuali kita tahu dimana surat wasiat tersebut dan mengubahnya."

" Baiklah aku hanya ingin kalung ini saja kenapa kamu begitu berisik, kuharap ia lumpuh atau apa pun itu supaya kita lebih mudah memanfaatkannya." keluh Lusi dengan tampang cemberut yang menandakan ia sedang marah.

Rafael terdiam sejenak, merenung, namun akhirnya, ia melepaskan pelukannya dan tersenyum penuh pengertian. "Baiklah, sayang. Kalau itu yang kamu inginkan, tapi jangan gunakan itu di depan Viona" ucapnya sambil melepas kalung berlian dari leher Lusi dan memberikannya kepada Lusi

Lusi berseri-seri, meraih kalung itu dengan penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Rafael. Kamu memang yang terbaik."

Suasana bahagia di antara Lusi dan Rafael tiba-tiba terhenti ketika suara dering telepon menghentak keheningan. Rafael mengeluarkan ponselnya, dan ketika melihat nama rumah sakit di layar, kerutan di dahinya muncul. Tanpa ragu, ia menjawab telepon tersebut, meninggalkan Lusi dalam keadaan penasaran.

"Ya, halo?" ucap Rafael, dengan suara datar

Lusi yang duduk di dekatnya, menatapnya dengan wajah penuh penasaran. Setelah selesai berbicara, Rafael menutup teleponnya dan menarik nafas.

"Lusi, itu dari rumah sakit. Mereka bilang Viona sudah sadar. Dia baik-baik saja, tapi dia mengalami kebutaan."

Lusi memandang Rafael dengan campuran antara keterkejutan dan penasaran. "Kebutaan? Bagaimana bisa?"

Rafael menatap jauh, lalu menjelaskan, "Mereka mengatakan bahwa kecelakaan yang dia alami menyebabkan cedera pada mata Viona. Tapi itu hanya sementara suster yang menelpon tadi bilang Viona bisa pulih dalam waktu dua sampai tiga bulan.

Lusi menunjukkan ekspresi licik. "Kebutaan, ya? Itu bisa menjadi kelemahan besar baginya.

Rafael tersenyum penuh kecerdikan. "Tentu, mungkin kebutaan Viona bisa menjadi kesempatan bagi kita. Kita bisa lebih mudah memanfaatkannya. Ayo kita ke rumah sakit untuk menunjukkan ketulusan kita dan tetaplah bersikap seperti sahabat dan tunangan yang baik untuknya dan membuat ia lebih bergantung pada kita."

Lusi mengannguk setuju

Mereka pun pergi ke rumah sakit mengunjungi Viona. Setibanya dirumah sakit mereka melihat Viona yang lemah dan menenangkan Viona. Ketika Viona ingin mengunjungi makam ayahnya mereka beralasan sibuk karena tidak ingin mengantar Viona. Setelah mereka memberi solusi agar Viona bisa pergi mengunjungi makam ayahnya mereka pun pamit pulang.

Lusi dan Rafael pun meninggalkan Viona menyususri koridor dan menaiki lift.

Di lift saat hanya ada mereka berdua Lusi berkata, "drama queen banget sih itu anak manja" ucap Lusi mengolok Viona

"Sudah lah jangan dipikirkan lagi kita hanya perlu mengikuti scenario yang sudah kita buat." Ucap Rafael.

Lusi tersenyum dan melingkarkan tangannya di pinggang Rafael, "Kau memang yang terbaik" ucapnya senang.

Di mobil dalam perjalanan pulang Rafael berkata "aku masih penasaran siapa yang menyebabkan kecelakaan itu. Kecelakaan itu seperti di sengaja, banyak kejanggalan mulai dari supir truk yang mati bunuh diri dan kamera dasbor mobil yang menghilang." Heran Rafael.

Lusi, yang duduk di sebelah Rafael, terkejut mendengar itu. Ia menoleh dengan mata membelalak."Apa! itu bukan perbuatanmu. Aku kira kamu yang melakukannya karena itu kamu menyuruh polisi menutup kasus kecelakaan itu."

Rafael tersentak, lalu menggeleng dengan tegas. "jadi selama ini kau mengira aku yang melakukannya. Aku tak sekejam itu hingga sanggup membunuh" ucapnya.

"Apa yang harus kita lakukan bagaimana jika ia akan merusak rencana kita" Ucap Lusi khawatir. "Aku sudah bekerja keras untuk ini aku tak ingin ada hambatan yang akan menghalangi kita."

"Aku akan mencari tahu tentang hal itu kamu tenang saja" Ucap Rafael menenangkan Lisa lalu mengalihkan pembicaraan "Aku akan ke perusahaan ingin menemui para calon pengawal, apa kau ingin ikut atau ingin aku antar pulang."

"Pengawal? Untuk apa bukankah kita sudah memiliki beberapa?" Lusi bertanya-tanya.

Rafael tersenyum tipis. "Aku ingin memperketat penjagaan, kita belum tahu apa orang yang mencelakai pak Wisnu berada satu pihak dengan kita atau tidak jadi aku berjaga-jaga, dan juga untuk menjadi pengawal Viona. Akan merepotkan jika kita harus menjaga Viona terus-menerus. Kau lupa, kita sudah memecat Mbak Siti.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di perusahaan. Mereka langsung menuju suatu ruangan, di mana sudah ada lima orang yang menunggu. Empat orang diantaranya memiliki tubuh besar dan berotot sedangkan satunya memiliki tubuh yang sedikit kurus namun atletis dengan tinggi badan yang menjulang.

Rafael menatap tajam kearah lima orang tersebut, menyelidiki setiap gerak dan ekspresi, lalu matanya tertuju pada pria dengan tubuh kurus, matanya menatap dengan tatapan yang sulit di artikan, seolah sedang menganalisis.

"Sepertinya pemuda kurus ini cocok untuk menjadi pengawal Viona walaupun ia memiliki tubuh yang cukup bagus namun ia terlihat paling lemah diantara lainnya" batin Rafael.

"Siapa namamu" tanya Rafael pada pemuda kurus itu.

"Selamat siang pak, nama saya Kaihan" ucapnya dengan suara tegas.

Lusi yang berada di samping Rafel menunjukkan ketertarikan terhadap Kaihan. "Bagaimana bisa seseorang memiliki wajah yang begitu tampan, mata berwarna coklat terang yang tajam, alis tebal dan hidung mancung di tambah dengan postur tubuh yang atletis membuatnya tampak sempurna" Batin Lusi.

Lusi mencoba membawa Kaihan menjadi pengawalnya "Sayang bisakah kau memberikannya padaku." Ucap Lusi berbisik memohon pada Rafael.

Rafael menarik Lusi sedikit menjauh "Apa maksudmu, bukankah dia terlihat paling lemah diantara kelima orang itu. Apa kau tertarik padanya?" ucap Rafael sedikit emosi dengan tingkah Lusi

"Bukan begitu maksudku, aku hanya….." ucapan Lusi dipotong oleh Rafael "Aku akan memberikan keempat pengawal itu kepadamu dan Kaihan akan menjadi pengawal Viona. Keputusan aku sudah bulat " Ucapnya tegas.

Rafael kembali menghadap ke para pengawal "Kalian semua diterima Kalian berempat akan mejadi pengawal aku dan kau Kaihan akan menjadi pengawal Viona kalian bisa bekerja besok" Ucap Rafael sambil menunjuk kearah mereka dan memberikan Kaihan foto Viona.

"SIAP PAK. KAMI AKAN MELINDUNGI SEBAIK MUNGKIN" ucap mereka serentak sambil menunduk hormat.

Rafael dan Lusi langsung meninggalkan ruangan itu.

Saat Rafael dan Lusi meninggalkan ruangan itu para pengawal itu pun pergi, termasuk Kaihan.

"Bagaimana apa kau terpilih? Ucap seseorang yang duduk di sebelah Kaihan saat masuk mobil.

"Tentu saja, bahkan aku akan menjadi pengawal Viona.Dia pikir aku lemah sehingga memilih aku untuk menjadi pengawal Viona" jawab Kaihan pada Raka sedikit kesal karena di remehkan oleh Rafael.

Raka adalah orang yang dihubungi oleh Rafael untuk mencari pengawal dan juga adalah sahabat Kaihan.

"Baguslah jadi kau lebih mudah untuk menjaga dan melindungi Viona" Ucap Raka.