webnovel

Rencana Mamy

Sudah ku putuskan, bahwa hari ini aku akan menemui Mamy di alamat yang sudah pak Gerry berikan. Tidak ada banyak orang yang tahu, hanya aku dan Reina yang akan pergi ke sana. Bukan untuk aku tutup-tutupi dari mereka. Tetapi keadaannya belum pasti, takut mereka kecewa jika terjadi sesuatu pada Mamy  nanti. Tidak gampang rasanya membicarakan ini semua kepada teman-teman ku, apalagi saat mencari alasan supaya mereka tidak curiga dengan kepergian ku ke tempat itu. 

Sekarang aku sudah berada di pangkalan ojek, untuk meminta jasa mereka mengantar kan kita berdua ke tempat Mamy berada. Kita memutuskan untuk naik ojek saja, karena bukan hanya harganya yang terjangkau tapi juga akan memakan waktu yang lumayan singkat. Sehingga kita memutuskan untuk naik ojek saja. 

"Mau kemana neng?" Tanya salah satu ojek yang gegas menghampiri aku dan Reina.

"Mau ke tempat ini. Anda tahu tempat nya, dimana?" Seruku sambil ku sodorkan kertas yang hanya selembar itu, kepada pengendara ojek yang usianya  tidak terlalu jauh dari ku.

"Oh, ini? Ya, saya tahu tempat ini dimana. Anda mau jenguk siapa, saudara, atau teman?" Cetus pria itu menatapku dengan rasa penasaran. Melihat ke arah aku dan Reina, seakan ada sesuatu yang aneh dengan kita berdua. 

"Maksud anda apa? Saya kurang paham." Aku merasa bingung dengan perkataan pria itu, yang menyebutkan bahwa kami akan menjenguk seseorang. Apa yang dimaksud pria ini? Apakah Mamy sedang sakit parah, dan dia dirawat di rumah sakit? Atau Mamy berada di….ah tidak. Aku tidak boleh berpikiran sampai ke sana.

Mamy tidak ada di sana, dia hanya sedang berada di suatu tempat yang jauh dari orang-orang  untuk dia menenangkan pikirannya. Mamy tidak apa-apa, dan dia sedang baik-baik saja saat ini. Iya. Itu benar. Perkiraan ku pasti benar, Mamy hanya menenangkan diri aku yakin itu. Batinku terus berbicara dan meyakinkan diriku sendiri, akan yang terjadi pada Mamy.

"Ada apa kak?" Reina mendekati aku dan menyentuh lenganku, mungkin dia juga bingung dengan sikapku yang tiba-tiba terdiam.

"Tidak apa-apa, dek. Kakak hanya sedang gugup saja." Jawaban ku memberikan senyuman pada gadis yang saat ini berdiri di hadapan ku.

"Oh. Aku kira kakak kenapa-kenapa, karena hanya terdiam. Ternyata Kakak hanya gugup. Tapi, gugup dengan siapa? Tukang ojek itu?" Reina malah menggodaku pada pria yang sedang berbincang dengan aku. Dia membuat aku malu dengan Ucapannya, yang menjodohkan ku dengan pria tersebut.

"Ssst.. nanti dia dengar. Tidak enak kalau sampai dia tersinggung. Siapa tahu dia sudah punya pacar atau bahkan istri." Bisik ku pada Reina.

"Iya, kak maaf!" Balas Reina malah tertawa lucu melihat tingkah ku yang begitu tegang.

"Mari! saya juga rekan saya antar kalian  ke tempat ini." Pria tersebut bersiap untuk mengantar ku pergi ke tempat itu dengan segera.

Aku juga Reina bergegas menaiki masing-masing motor yang saat itu sudah siap mengantarkan kita berdua, ke tempat yang saat ini ada Mamy di sana. Selang beberapa jam kita di perjalanannya, akhirnya kita sampai di tempat yang kita maksud. Abang ojek itu menghentikan kita berdua di sebuah tempat yang membuat tubuh aku bergetar. 

Sebuah tempat untuk warga binaan yang pastinya tidak akan ada orang sembarang masuk. Ada beberapa penjaga di tempat itu, dari mulai depan bangunan yang pastinya hingga di dalam akan ada yang bertugas untuk menjaga tempat ini. Berseragam lengkap juga senjata di tangannya, menjadi ciri khas mereka. Sehingga aku kini sudah yakin kalau ternyata  harapan ku untuk Mamy tidak di tempat ini, itu semua salah. 

Ternyata Mamy sedang menderita di tempat ini sendirian, tidak ada kita ataupun orang lain yang ikut terlibat disini. Padahal banyak yang seharusnya mendekam di sini selain Mamy, ada aku juga teman yang lain harusnya menemani Mamy di sini. Tetapi Mamy malah menyembunyikan kita di tempat yang jauh, supaya kami semua tidak ada yang terlibat dalam hal ini. Mamy mengorbankan dirinya dan hidupnya untuk aku dan teman-teman ku.

Aku terpaku di tempat, menatap dengan tatapan kosong ke sebuah bangunan yang ada di depan mataku. Hanya menganga dan tidak mau melakukan apa-apa lagi. Mungkin saking syoknya aku, hingga tidak lagi memperdulikan orang-orang di sekeliling ku.

"Maaf, apakah saya tidak akan di bayar?" Pria itu menghampiri aku, untuk menanyakan tentang pembayaran atas jasanya. 

"Oh, iya. Saya lupa. Maaf, sudah membuat anda menunggu. Ini bayaran kita." Ku sodorkan beberapa lembar uang, sebagai pembayaran atas perjalanan aku dan Reina ke tempat ini.

Setelah itu aku dan Reina memasuki ruang bangunan ini, supaya bisa dengan segera aku menemui Mamy. Aku sudah sangat ingin bertemu dengan nya, melihat keadaan nya saat ini yang sudah pasti akan tidak baik. Ku hampiri seorang Pria yang pastinya dia seorang penjaga, yang lebih dulu menyambut orang yang datang sebagai penjenguk tahanan di dalam.

Dia meminta aku menjelaskan tentang maksud kedatangan ku ke tempat itu, dan beberapa persyaratan sebagai bukti bahwa tidak ada maksud yang lain dari kedatangan kita. Setelah semua pertanyaan dan persyaratan di lakukan, aku di minta untuk ikut ke sebuah ruangan yang khusus di gunakan untuk bertemu Mamy. 

Aku juga Reina, di persilahkan duduk di sebuah kursi yang sudah tersedia di ruang itu.

"Kalian tunggu di sini sebentar! Kami akan membawa dia kemari." Pinta pria yang bertubuh kekar itu, sambil melengos  pergi ke ruangan lain. Tidak begitu lama, pria itu datang kembali dengan di temani oleh seorang wanita di belakang nya. Aku perhatikan wanita itu, dari mulai caranya dia berjalan.

Ternyata benar, Wanita itu adalah Mamy terlihat dari caranya berjalan yang berbeda dengan kita. Aku segera menyambut kedatangan nya, meski dia masih di himpit oleh kedua orang di dekat nya. Aku Segera merangkul tubuhnya, melepas rasa rindu ku yang selama ini sudah aku pendam. 

"Mamy!" Teriakku berlari menghampiri dia dengan merangkul tubuh nya, yang sudah sedikit rapuh itu.

"Anes? Kenapa kamu ke sini? Mamy sudah bilang untuk tidak menemui Mamy, sebelum Mamy minta." Mamy membuat pembicaraan yang sepertinya melarangku untuk menemui dirinya. Dia seperti itu, mungkin  aku takut terlibat. Dia tidak mau aku ikut mendekam dengan nya di tempat ini.

Memang terlihat menyeramkan Sih kalau aku sampai harus tinggal di sini. Jangkan untuk tinggal, hanya mengunjungi saja rasanya aku tidak mau. Akan tetapi demi Mamy aku harus melakukan nya, mungkin sebagai balasan atas kebaikan nya pada ku.

Kami bercerita dan saling bercanda ria dengan Mamy di saat ini. Banyak sekali yang kami bahas, tentang kami yang sekarang dan pekerjaan kami saat ini.

Hingga tidak terasa waktu mulai menyempit, dan tinggal beberapa menit lagi waktu kebersamaa kita.

Setelah sampai pada waktu yang di tentukan, tiba waktunya untuk Mamy kembali ke ruang tahanannya. Sebenarnya aku tidak rela, tapi mau bagaimana lagi ini sudah menjadi ketentuan yang harus di lakukan. Pertemuan akan di batasi oleh mereka yang bertugas di sini.

"Waktu berkunjung sudah habis, tahanan harus segera kembali ke ruangan nya." Seru pak polisi memberikan informasi kepada kita. 

"Baik pak. Tapi berikan saya tambahan waktu lima menit lagi." Mamy membuat satu keputusan untuk menambah waktu pertemuan kita.

"Baiklah. Hanya lima menit, tidak lebih."

"Iya pak."  Balas Mamy dan kini kembali menghampiri aku dan Reina.

"Aneska, dengarkan aku! Tolong bantu Mamy, untuk membuat Fredy ikut di jebloskan ke penjara! Mamy tidak terima semua ini. Dia juga harus berada di tempat ini bersama aku." Ujar Mamy memberikan permintaan yang harus aku lakukan, sebelum dia kembali ke dalam ruang tahanan nya. 

"Bagaimana caranya, Mam?"

"Buat satu pernyataannya, bahwa dirimu adalah salah satu korban Fredy yang dia jual terhadap Mamy. Dengan begitu, dia akan di cari dan segera ditangkap polisi." Ucapan Mamy ada benarnya juga. Dengan aku berbuat seperti itu, maka Fredy akan ikut di jebloskan ke penjara bersama Mamy.

Dengan begitu, maka dendam ku terhadap pria itu akan terbalas kan saat itu juga.

"Tunggu sebentar! Kata Mamy, om Fredy akan di penjara kalau ada pernyataan dari korban dia. Aku juga korban nya, aku juga bisa memberikan kesaksian itu. Bukankah aku bisa ikut menjebloskan dia, bukan?" Reina yang tadi hanya diam menyaksikan kita berbicara, menyela dengan tiba-tiba ikut berkomentar dalam perbincangan kita. Dia menawarkan dirinya untuk menjadi seorang saksi supaya dapat menjebloskan pria itu kepenjara. 

Yang tentunya kita memperbolehkan dia melakukan nya. Dengan begitu, maka akan lebih mudah bagi kita untuk membuat pria itu mendekam di jeruji besi yang dingin dan gelap ini.