"Jadilah orang yang baik, yang akan selalu menjadi penolong orang-orang yang lemah"
Preman di hadapan Amira mengangguk. Mereka beringsut mundur, mencoba meninggalkan Amira dengan tetap menundukkan badannya. Amira mendesah pelan. Ia mencoba menguasai dirinya. Ia tahu, keturunan Eyang Sultan Adyaksa akan mendapat pengawalan dari makhluk yang dipelihara nenek moyangnya. Mereka setiap saat akan muncul ketika anak cucu eyang Sultan Adyaksa dalam masalah terutama menyangkut masalah yang berhubungan dengan dunia kejahatan.
Khalid yang baru saja mendapat pertolongan Mawar Jingga segera mendekat. ia ingin mengucapkan terima kasih atas segala pertolongan gadis bermasker warna orange, namun gerakannya kalah cepat. Mawar Jingga sudah menghilang dengan cepat meninggalkannya sendiri. Khalid mencoba memutar pandangan ke sekelilingnya mencari bayangan Mawar Jingga, pahlawan kebajikan yang baru saja menolongnya.
"Huft, kenapa cepat sekali menghilang?'
Khalid menggaruk lehernya dan meninggalkan tempat yang baru dijadikan sebagai palagan untuk bertarung menuju mobil yang terparkir di bawah pohon Mahoni di pinggir jalan sebelah warung makan sederhana. Ia baru saja akan membuka pintu mobil ketika matanya tanpa sengaja menangkap keberadaan Amira yang sedang berdiri di depan warung makan sederhana menunggu pesanan soto ayam.
Khalid tersenyum licik. Ia melangkah mendekati gadis yang sudah beberapa kali ia cari namun gagal. ia berdiri di belakang Amira yang masih sibuk dengan ponselnya. Kedatangannya tidak diketahui oleh Amira sehingga ia bebas memandang Amira dari atas sampai bawah.
"Ehm"
Amira yang sedang membalas pesan dari Ibunya menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah sumber suara. Ia pandang Khalid sambil mengerutkan dahinya. Ada rasa tak nyaman memandang tatapan Khalid yang mengintimidasinya. Amira memundurkan badannya ketika ia melihat pergerakan Khalid.
"Maaf, anda siapa ya?"
Khalid menggelengkan kepalanya, mencemooh pertanyaan Amira yang baginya hanya pura-pura tidak kenal untuk menghindari intimidasinya. Amira semakin memundurkan tubuhnya hingga mencapai dinding warung. Khalid masih mengikuti Amira hingga jarak mereka sangat dekat dan Amira tidak bisa berkutik sama sekali.
"A-apa yang akan kau lakukan?"
Amira menutupi dadanya dengan kedua tangannya, takut apabila Khalid sengaja akan memperkosanya. Khalid semakin suka menggoda gadis yang sudah membuatnya emosi saat kematian Mutia.
"Apakah kau takut?"
Amira menunduk. ia tidak mau melihat wajah pemuda yang sangat menyebalkan yang mencoba menggodanya. Wajahnya sedikit pucat karena takut Khalid mengetahui jati dirinya. Sejak pertemuan pertamanya dengan Khalid, Amira sudah merasa dia sangat tidak menyukai Khalid. Pria arogan yang sudah membuat sepupunya meninggal menahan rasa sakit di hatinya karena selalu diabaikan.
"Pergi kau dari hadapanku! Aku sama sekali tidak punya urusan denganmu"Amira mengibaskan tangannya mencoba menghardik Khalid agar meninggalkannya sendiri. Melihat kibasan tangan Amira, Khalid segera mencoba menangkapnya, namun gagal. tangan Amira sudah ia tarik secepatnya dan ia simpan di saku roknya.
"Benarkah? Kalau kau tidak merasa memiliki urusan apapun denganku aku tidak seperti itu. Aku justru merasa bahwa kau ada urusan denganku."
Amira menggelengkan kepalanya. Ia menurunkan badannya, merosot ke bawah, lalu menekuk lututnya dan meletakkan kepalanya di atas lutut. Ia mencoba melindungi diri dengan cara yang sangat Khalid benci. Bagi Khalid, hanya wanita lemah yang melakukan apa yang dilakukan Amira saat ini.
"Bangun! Aku benci melihat gadis cengeng seperti itu. aku tidak melakukan apapun padamu mengapa kau bereaksi seolah-olah aku sedang mengintimidasimu?'
"Tidak, Tuan. Aku tidak bersalah padamu."
Akting yang sangat sempurna. Dalam hati Amira mengutuk kelakuan Khalid yang sangat keterlaluan dalam menindas wanita lemah, namun ia sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menuruti perintah Khalid. Ia mencoba mencari cara agar bisa melepaskan diri tanpa membuat perlawanan apapun. Ia mencoba mengintip melalui celah tangannya, mencoba mencari tahu kondisi laki-laki yang masih berdiri di depannya.
Amira segera mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Andi untuk datang ke tempatnya saat ini saat Khalid sedang mengalihkan perhatian ke arah lain. Amira segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam tasnya dan menundukkan kepala di lututnya. Khalid yang masih melihat posisi Amira masih sama seperti semula segera mencibir. Ia berpikir bahwa Amira adalah gadis yang sangat menyebalkan yang hanya bisa membuat siapapun yang melihatnya membenci tanpa harus memberi alasan mengapa.
"Bangun!'
Amira segera berdiri dengan posisi masih menunduk. ia tahu Khalid sedang emosi. tidak ada gunanya menolak semua perintahnya. Ia yakin, menolak perintah Khalid akan membawanya pada malapetaka tiada henti dalam hidupnya. Amira paham bagaimana pria arogan bekerja hanya dengan emosi tanpa logika sehat.
"Katakan mengapa kau saat itu mengusikku?"
Amira mengerutkan dahinya, tidak mengerti dengan pertanyaan yang baru saja diucapkan oleh Khalid. Amira merasa saat pertemuan dengan Khalid yang pertama, ia sama sekali tidak melakukan apapun. Ia juga sama sekali tidak mendekati atau mengucapkan kata-kata apapun yang membuat laki-laki arogan di depannya terusik. Ia yang tidak berhasil mendapatkan jawaban nampak sangat bodoh di hadapan pria tampan yang menyebalkan.
"Aku? Mengusikmu? Kapan?"
Khalid semakin emosi mendengar pertanyaan Amira. Yang ia inginkan adalah jawaban, bukan pertanyaan balik yang bahkan jumlahnya lebih dari satu. Khalid mengeraskan rahangnya menahan emosinya. Ingin sekali ia tarik kerudung Amira dan membuangnya agar dia malu pada semua orang di sekelilingnya, namun ia sama sekali tidak ingin mengotori tangannya dan membuat semua orang memandang rendah padanya.
"Selain bodoh kamu juga pikun ya. Kejadian itu belum ada dua bulan dan kau sudah lupa? Aku yakin kau hanya pura-pura lupa. O, aku yakin kalau kau sengaja meledekku agar aku tertarik padamu, iya kan?"
"Oh my God, susah memang berbicara pada gadis dungu yang kampungan sepertimu."
Khalid segera mengulurkan tangannya meraih tangan Amira dan menariknya menjauh dari dirinya ke jalan raya dan ia dorong tubuh wanita yang ia anggap lemah. Amira yang tidak siap dengan tindakan Khalid akhirnya jatuh tersungkur di jalan beraspal.
Satu keuntungan untuk mereka, saat jatuh, tidak ada satupun kendaraan yang melintas sehingga Amira tidak mengalami kecelakaan yang bisa membahayakan dirinya. Melihat tubuh Amira yang jatuh, Khalid melotot. Ia tidak menyangka, dorongan kecil tanpa tenaganya mampu membuat Amira terhempas.
"Huh, benar-benar gadis lemah"
Amira mengibaskan tangan membersihkan pakaiannya dari debu yang menempel di pakaian sambil terus mengomel memaki Khalid dalam hati. Ia sama sekali tidak ingin mengotori bibirnya dengan mengumpat. Bukan takut mendapatkan hukuman lebih berat, tapi ia tidak ingin emosinya mengotori pikirannya.
Khalid yang melihat Amira masih diam saat diperlakukan kasar olehnya, menjadi penasaran dan melihat ke Amira dengan menautkan kedua alisnya. Ia tidak melihat wajah emosi yang ditunjukkan Amira. Sesuatu yang aneh. Namun hal ini justru membuat Khalid merasa benci. Ia tidak suka gadis yang lemah, yang hanya diam saja saat diperlakukan kasar oleh orang lain.
Khalid suka gadis yang kuat seperti mawar jingga yang baru saja menolongnya. Bukan seperti Amira yang hanya bisa menangis karena lemah.