webnovel

Mature Female Knight

Buku dongeng? Itu adalah sebuah buku yang selalu dibaca Sophia, ia tergila-gila akan dongeng. Ksatria Wanita Menyedihkan, adalah dongeng yang paling disukai oleh Sophia walaupun memiliki akhir yang menyedihkan. Sophia selalu berkhayal untuk menjadi tokoh utamanya dan hal itupun menjadi kenyataan.

CeJLnoy · ファンタジー
レビュー数が足りません
18 Chs

Serangan Siren

Saat ini suasananya sedang sangat genting. Mereka semua harus segera pergi dari kawanan siren itu tetapi siren itu sedang bernyanyi, sehingga mengganggu mereka untuk pergi. Komandan Haides mengarahkan apinya kembali ke arah siren, berharap dapat membuat mereka bungkam.

"ARKHHHHH!"

Siren itu menarik-narik perahu mereka dan sebuah ombak besar menghampiri mereka.

"Bergerak cepat!"

Detik-detik dimana mereka akan selamat dari kawanan siren, Demure malah tertarik ke dalam air.

"Demure!" teriak mereka semua.

Kharysor yang duduk di sebelahnya pun langsung menarik Demure untuk kembali ke atas kapal, namun sayangnya ia malah ikut tertarik ke dalam air.

"Kharysor!" teriak Komandan Haides.

Kharysor membantu Demure naik ke atas kapal. Mereka semua telah dilanda oleh kepanikan, perahu mereka semakin cepat menepi. Namun, Kharysor telah terseret oleh kawanan siren tersebut.

"Tidak," teriak Hera saat melihat Kharysor di bawa menjauh dari kapal.

"Hera jangan!"

Komandan Haides yang berusaha mencegah Hera pun terlambat, Hera sudah lebih dulu menyelam menghampiri Kharysor.

"Bodoh. Apa yang kau lakukan?" batin Kharysor yang melihat Hera sedang menyusulnya.

Hera terus mengejar Kharysor tak peduli apapun itu, ia juga menyingkirkan siren menggunakan pedangnya.

"ARKHH!"

Hera menutup kupingnya sejenak dengan kaki yang terus berenang.

Terkadang tangan atau kakinya tergores oleh sirip-sirip siren yang tajam dan terasa perih. Hera berhasil menggapai tubuh Kharysor dan memainkan pedangnya agar siren-siren itu menyingkir. Ada beberapa siren yang tergores oleh pedang Hera sehingga mereka menyingkir. Hera langsung menarik Kharysor berenang menuju ke tepi, tetapi mereka tetap dikejar oleh kawanan siren. Hera berenang semakin pelan karena ia kelelahan. Kharysor yang menyadari itu langsung berenang secepat mungkin dan menarik Hera.

"Itu mereka," teriak Demure yang melihat kepala Kharysor mulai timbul ke atas air.

"Lemparkan batu ini untuk menghambat pergerakan siren!"

"Ide bagus Demure," puji Komandan Haides.

Komandan Haides, Demure dan prajurit-prajurit lainnya melempar batu-batuan untuk mennghambat kawanan siren yang sedang menyerang Hera dan Kharysor.

Kharysor dan Hera sudah berhasil mencapai daratan dengan kaki yang di tarik oleh siren.

"ARKHH!"

Komandan Haides dengan sigap menjulurkan sebuah api ke arah siren.

"ARKHHHHHH!" siren itu sangat marah karena mengetahui mangsanya telah berhasil melarikan diri.

"Hera."

"Kau benar-benar gila," kata Komandan Haides dengan nada kesal.

Kawanan siren itu nampaknya sudah pergi.

"Kau baik-baik saja?"

"Ya."

Komandan Haides memeluk Hera, ia hampir saja kehilangan putri tunggalnya.

"Terima kasih Kharysor," kata Komandan Haides tulus.

"Sudah seharusnya," jawab Kharysor.

Tubuh Hera bergetar cukup hebat. Kharysor yang menyadari itu pun langsung merangkul Hera untuk menenangkannya.

"Kau gila. Apa yang kau lakukan hah?" desak Kharysor geram.

"Ma-maaf," Hera jadi ketakutan.

Ia membuat Kharysor tidak tega dan merasa bersalah mendesaknya. Kharysor langsung mendekap erat Hera. Itu merupakan perlakuan yang tidak biasa bagi Hera, ia sangat jarang mendapatkan sebuah pelukan ataupun dekapan.

"Kita sebaiknya kembali," kata Komandan Haides tiba-tiba.

"Baik."

Semua berjalan kembali menuju ke dalam gua dan mereka satu persatu naik ke atas.

"Kau bisa?"

Hera mengangguk pelan.

"Hahh. Naik!"

Kharysor menawarkan punggungnya kepada Hera.

"Huh?"

"Naik!"

"A-aku bisa sendiri kok," kata Hera salah tingkah.

"Sudah, naik saja cepat!"

Akhirnya Hera naik ke punggung Kharysor untuk digendong. Beruntungnya, mereka naik paling terakhir sehingga tidak dijadikan tontonan oleh banyak orang.

"Kita kembali sekarang dan kalian harus istirahat sebelum aku membahas pulau ini lebih lanjut," Komandan Haides sedikit merasa bersalah kepada bawahannya.

Semua orang sudah kembali ke camp mereka. Kharysor hanya menggendong Hera pada saat menaiki tali dan setelah itu mereka berjalan masing-masing.

"Dingin banget," kata Hera menggigil.

"Achoo."

Hera berada di dalam campnya, Ia baru selesai mengganti pakaiannya.

"Hera," panggi Kharysor dari luar camp.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ini masih hujan," Hera menarik Kharysor masuk ke dalam campnya.

"Achoo."

"Kau baik-baik saja?"

Hera hanya mengangguk.

"Kau seharusnya istirahat," balas Hera.

"Tidak mau, aku ingin memastikanmu baik-baik saja."

"Aku baik-baik saja," Hera merentangkan tangannya ke bawah.

Mata Kharysor langsung memandang goresan-goresan yang ada di lengan ataupun kaki Hera.

"Achoo."

"Seharusnya kau tidak perlu sampai menyelamatkanku juga, kau bisa ikut terbunuh."

"Lalu? Kau ingin aku membiarkanmu terbunuh begitu saja?"

"Kau demam," tangan Kharysor menempel di kening Hera.

"Tidak."

"Achoo," Hera mengusap hidungnya.

Kharysor tersenyum gemas dan menyuruh Hera berbaring di tempat tidurnya.

"Kau mau apa?" Hera membenahkan posisinya dari tidur menjadi duduk di pinggir ranjang.

Kharysor mengambil sebuah obat berwarna kuning dan menghampiri Hera. Ia berlutut di hadapan Hera

"Obat apa itu?"

Kharysor menunjukkan nama obatnya di botol tersebut.

"Tidak perlu tidak apa-apa," tolak Hera.

Kharysor berpindah tempat dan duduk di sebelah Hera.

"Achoo."

Kharysor tersenyum sambil menatap Hera.

"Kau pernah merawatku kan? Biarkan aku yang merawatmu sekarang," kata Kharysor meraih tangan kiri Hera yang terdapat beberapa goresan.

"Aku ikhlas tau."

"Aku tahu. Tapi tidak ada salahnya bukan aku merawatmu?"

Kharysor berharap Hera mengizinkannya.

"Baiklah," ucap Hera pasrah.

"Achoo."

Kharysor mengobati lengan dan kaki Hera yang penuh goresan secara perlahan-lahan.

"Akhh," Hera meringis pelan.

Kharysor melakukannya dengan sangat lembut. Goresannya begitu dalam hingga terasa sangat perih. Kharysor telah selesai mengobati lengan dan kaki Hera, jadi sekarang ia menyuruh Hera berbaring di tempat tidurnya.

"Achoo."

"Jangan banyak bergerak, kau itu kelelahan."

Hera hanya terkekeh kecil.

"Tidurlah!"

"Tidak bisa," jawab Hera pelan.

"Kenapa?" tanya Kharysor balik.

"Belakangan ini sepertinya aku mengidap insonmia."

"Insonmia?"

"Kau tidak tahu?"

"Tentu saja tahu."

"Maksudku. Kenapa kau tidak cerita?"

"Kita tidak pernah membahas soal penyakit, masa iya aku membahasnya tiba-tiba."

Kharysor manggut-manggut sambil mencelupkan sebuah handuk kecil ke dalam air hangat untuk mengompres Hera.

"Achoo."

"Tetaplah berbaring."

Hera yang awalnya ingin duduk menjadi tidur kembali. Kharysor meletakkan sebuah handuk kecil di kening Hera dan mengusap pipinya pelan.

"Tidurlah!"

"Ih. Dibilang tidak bisa," kesal Hera.

"Achoo."

"Kau butuh istirahat, dari tadi kau bersin-bersin terus menerus."

"Aku tahu, tapi bagaimana?"

Kharysor berpikir sejenak.

"Kemarilah!"

Kharysor membenarkan posisi duduknya dan menyuruh Hera tidur di pahanya. Hera hanya menurut tiduran di paha Kharysor.

"Sekarang kosongkan pikiranmu!"

Kharysor menutup mata Hera menggunakan tangannya.

"Achoo."

Kharysor tersenyum gemas.

"Aku seperti sedang melakukan meditasi," kata Hera.

"Ssst. Tidurlah," sahut Kharysor.

Kharysor menutup mata Hera sambil mengelus pipi Hera pelan. Tanpa ia sadari, Hera sudah terlelap. Melihat hal itu Kharysor langsung melepaskan tangannya dari mata Hera pelan dan menyelimuti Hera.

"Lucu sekali," Kharysor tersenyum sendiri saat melihat wajah Hera yang sangat lucu pada saat sedang tidur.

"Mimpi indah," bisik Kharysor.

Bibirnya reflek mengecup pipi Hera.