webnovel

Mature Female Knight

Buku dongeng? Itu adalah sebuah buku yang selalu dibaca Sophia, ia tergila-gila akan dongeng. Ksatria Wanita Menyedihkan, adalah dongeng yang paling disukai oleh Sophia walaupun memiliki akhir yang menyedihkan. Sophia selalu berkhayal untuk menjadi tokoh utamanya dan hal itupun menjadi kenyataan.

CeJLnoy · ファンタジー
レビュー数が足りません
18 Chs

Scylia&Shilo

Hera duduk, kemudian melihat sekitarnya.

"Aku dimana?"

Dia berusaha untuk membebaskan tangannya yang di borgol.

"Sudah bangun manis?"

Hera mendelik ke arahnya. Ia memasang ekspresi jijik saat mendengar kata-kata manis? Yang benar saja.

"Siapa kau?" tanya Hera gusar.

"Mustahil kau tidak mengetahui kami," kali ini orang yang berbeda dan ia perempuan.

Hera memberi tatapan penuh tanya.

"Kau ingin menangis?" ledeknya.

"Huh?"

Mereka berdua saling tatap.

"Kau yakin tak mengenal kami?" tanyanya mendekati Hera.

Hera mengangguk pelan.

"Bohong. Kau percaya dia?" bentak perempuan itu.

"DYs?" tebak Hera.

Laki-laki di dekatkan menjentikkan jarinya.

"Tepat sekali."

"Jangan bermain-main Shilo!" teriaknya berang.

"Shilo?"

"Itu namaku," katanya tersenyum nakal.

"Singkat cerita, kami ingin menyerahkanmu kepada pe-"

"Penyihir kegelapan?"

"Ba-bagaimana kau tahu?" desaknya.

"Sejujurnya aku bukan Hera yang asli," jawab Hera.

"Omong kosong."

"Benarkah?"

Mereka berdua seperti kembar, tetapi sikap mereka berdua saling bertolak belakang atau bisa dibilang bertentangan.

"Kau ingin menyerahkanku kepada penyihir kegelapan bukan?"

Mereka berdua tercengang mendengar pengakuan Hera.

"Apa alasannya?"

"Kau tidak berhak tahu alasannya," sergahnya.

"Ya. Aku berhak tau karena aku terlibat sekarang," sentak Hera.

"Kami harus melakukannya," giliran Shilo yang menjawab.

"Kenapa?"

Mereka berdua terdiam.

"Kalian membunuh ibuku," guman Hera.

Perempuan itu menerjang dan mencengkram leher Hera.

"JANGAN ANGGAP KAMI PEMBUNUH!"

"Ka-lau begi-tu ke-na-pa kali-an memla-ri-kan di-ri?" tanya Hera terbata-bata.

"Scylia hentikan!"

Shilo menarik Scylia untuk melepaskan cengkramannya pada Hera.

"Uhuk uhuk."

Hera menatapnya dengan mata penuh pengharapan. Berharap mereka mau mendengarkannya.

"Cepat bawa saja dia ke penyihir tua itu!"

"Apa gunanya kalian membawaku hah?"

"Masih berani melawan kau rupanya," kata Scylia menatapnya tajam.

"Scylia tenanglah!"

"Kau membelanya?"

"Dasar bodoh," makinya.

Di dalam dongeng milik Hera, tidak dijelaskan mengapa DYs ingin menyerahkannya kepada penyihir.

"Memangnya kau sendiri percaya pada penyihir itu?"

Scylia terdiam.

"Liontinnya," kata Hera membatin.

Hera tidak sengaja melihat liontin di leher mereka berdua.

"Kenapa liontinnya ada dua?"

Hera terus bertanya-tanya dalam hatinya.

"Lebih baik kau ringkus saja dia!" kata Scylia meninggalkan ruangan.

Sebenarnya Hera masih belum mengetahui dirinya berada di mana, tetapi sepertinya ini adalah tengah malam.

"Jangan sentuh aku!"

"Diamlah! Kau mau ikut kami dengan cara baik-baik atau cara kasar."

Hera berdecik sebal mendengarkan Shilo berbicara.

"Aku tidak akan ikut sebelum kau memberitahu alasanmu menculikku," kata Hera acuh tak acuh.

"Kau mengancamku," sentaknya.

"Lagi pula jika kau memberitahuku alasannya dari tadi, aku rasa kau tidak perlu sampai memborgolku begini."

"Kau ingin kabur kan," balsa Shilo.

"Aku hanya ingin tahu alasannya ih. Jutek banget," kata Hera menatapnya sinis.

Ia menghela nafas pelan.

"Kau ingin tahu alasannya?"

"Ya," jawab Hera singkat.

"Ikut kami maka aku akan memberitahumu alasannya."

"Itu sama saja dengan aku mengetahui kebenaran setelah aku mati," cibir Hera.

Shilo hanya diam.

"Sudah kubilang jangan sentuh aku!"

"Ayo!"

Shilo menarik Hera keluar ruangan.

"Sudah puas bertanya?" tanya Scylia.

Hera menatapnya acuh tak acuh.

Mereka berjalan di tengah hutan yang gelap. Ini bukanlah hutan Moist, hutan ini lebih gelap dan terlihat tak berpenghuni.

"Bisakah kau melepaskan borgol ini?" keluh Hera.

"Diamlah! Kau ingin kabur kan," bentak Scylia.

"Tidak, aku bahkan tidak tahu jalan."

Hera duduk di sebelah batu.

"Hei! Apa yang kau lakukan?"

"Aku mengantuk."

Hera mengusap wajahnya menggunakan bahunya untuk menyingkirkan anak rambutnya.

"Ayo jalan!"

Scylia menarik Hera untuk berdiri dan mereka pun berjalan kembali.

"Ih cepat beritahu aku alasannya!" teriak Hera.

"Berisik."

"Kita istirahat sebentar saja di sini Scylia," kata Shilo.

"Kau merasa iba padanya?"

"Bukan begitu. Aku-"

"Memangnya kau tidak ingin bebas dari penyihir tua itu? Jangan bilang kau lupa perjanjian kita."

"Aku tahu tapi jika kau seperti ini, maka kau yang jadi penjahatnya."

Nada bicara Shilo menjadi lebih datar shingga membuat Scylia terdiam.

"Kita istirahat sepuluh menit," katanya dingin.

Hera hanya mendengarkan mereka, ia meringkuk kedinginan di dekat batu.

Shilo mendekatinya dan membuka borgol di tangannya, tetapi Hera tidak berkutik sama sekali.

"Kau mati?"

Hera tetap diam.

"Alasanmu melakukan tindakan kriminal adalah karena kalian berdua dikendalikan oleh penyihir?" tanya Hera tiba-tiba.

"Ba-bagaimana kau tahu?"

"Aku tidak sengaja mendengarnya," jawab Hera malas-malasan sambil merenggangkan tangannya.

"Apa yang menyebabkanmu dikendalikan oleh penyihir?"

"Ibuku."

"Ibumu?"

"Ibumu membuat perjanjian dengan penyihir dan ia tidak dapat menepati janjinya, sehingga...menjadikan kami pengganti janji itu."

"Penyihir hanya menggunakan seseorang yang memiliki aura negatif dan hati yang gelap.

"I-iya."

"Memangnya kau memiliki hati yang gelap? Kau bahkan sangat ceria tadi," kata Hera tanpa menoleh ke arahnya sama sekali.

"Aku mempunya kelainan identitas disosiatif, itu yang membuatku tak percaya dengan apapun yang aku lakukan."

"Kepribadian ganda maksudmu?"

"Ya."

"Kepribadianku saat pertama kali bertemu denganmu berbeda dengan yang sekarang," jelasnya.

"Pantas saja," guman Hera.

"Mengapa kau tidak pergi meninggalkan penyihir itu?"

"Aku pernah mencobanya dan hidupku menjadi lebih hancur daripada sebelumnya."

"Mengapa begitu?"

"Tidak ada yang mau berbicara padaku dan bertemanku," jelasnya.

"Kenapa begitu?"

"Entahlah."

Shilo menghela nafas berat.

"Kalau begitu tinggalkan penyihir itu dan aku akan menjadi temanmu," ucap Hera dengan percaya diri.

"Teman? Kau gila ya?" sambar Scylia dari belakang mereka.

"Mengapa kau melepas borgolnya?"

"Kau sungguhan akan menjadi temanku?"

"Tentu saja."

"Jangan bodoh Shiloh, ia hanya membohongimu."

Wajah Shilo yang awalnya bersemangat menjadi cemberut.

"Aku tidak akan memaksamu atau pun kau," ia menunjuk Scylia.

"Semuanya kalian sendiri yang tentukan, hidup bebas? Atau hidup bersama penyihir itu," jelas Hera.

"Bicara apa kau?"

"Aku mengenal seorang gadis, umurnya sama sepertiku. Ia selalu dimanfaatkan oleh temannya dan ia tidak pernah menjadi dirinya sendiri," cerita Hera.

Scylia ikut tertegun dengan cerita Hera.

"Kau ingin kami menjadi diri kami sendiri?" tanya Scylia sentimen.

"Tentu saja, dengan itu kau akan mereasa bebas."

"Kau menyuruh kami seperti itu seakan kau dapat melakukannya, itu adalah hal yang mustahil bagi kami. Takdir berbicara lain, sekeras apapun kau mencoba kau tidak akan bisa lari dari takdirmu."

Scylia menandaskan kalimatnya soal takdir.

"Aku tidak bilang kau bisa lari dari takdirmu dan kau salah. Takdir adalah sebuah hal yang kita pilih, maka itu aku mau kalian yang memilih sendiri. Untuk hidup bebas atau mengikuti perintah penyihir kalian."

Nada berbicara Hera menjadi lebih serius dibanding sebelumnya.

"Kau kira teman-teman bodohmu itu akan mempercayai kami? Kau ingin menjebak kami kan?"

"Aku tidak tahu teman-temanku akan percaya atau tidak. Setidaknya aku percaya pada kalian dan aku tidak ada niat untuk menjebakmu. Aku bahkan tidak tahu kalian akan menculikku."

"Baik kami ikut."

"Shilo kau gila," bentaknya.