webnovel

Mature Female Knight

Buku dongeng? Itu adalah sebuah buku yang selalu dibaca Sophia, ia tergila-gila akan dongeng. Ksatria Wanita Menyedihkan, adalah dongeng yang paling disukai oleh Sophia walaupun memiliki akhir yang menyedihkan. Sophia selalu berkhayal untuk menjadi tokoh utamanya dan hal itupun menjadi kenyataan.

CeJLnoy · ファンタジー
レビュー数が足りません
18 Chs

Lokasi Pulau

Komandan Haides memanggil Hera, ia ingin mendiskusikan masalah Pulau Carehayes.

"Permisi komandan."

"Masuklah!" perintah Komandan Haides sambil membaca perkamennya.

"Ada apa komandan?"

"Menurutmu apakah kita harus kembali mencari Pulau Carehayes?"

"Entahlah komandan. Aku tidak tahu pulau itu berpindah tempat ke mana," jawab Hera.

"Tapi, mungkin saja aku tahu siapa yang tahu," imbuh Hera.

"Siapa?"

"Shilo."

Para prajurit sedang makan siang di camp mereka.

"Kau mau?"

Shilo menerima roti yang di berikan oleh Demure.

"Terima kasih."

"Tak masalah, makanlah sepuasnya!"

Shilo mengangguk dan tersenyum.

Leucos mengambil roti miliknya tanpa melirik Shilo sedikit pun, ia menyenggol bahu Shilo sehingga membuatnya menjatuhkan rotinya. Shilo mengambil rotinya yang jatuh di lantai.

"Jangan dimakan! Itu sudah kotor, ambil saja punyaku."

Kharysor memberikan rotinya kepada Shilo.

"Kalau jalan pake mata," cibir Noah.

Namun Leucos tidak menanggapinya.

"Memangnya kau tidak makan?"

"Aku sudah kenyang," jawab Kharysor santai.

"Benarkah kapan kau makan?" tanya Demure.

"Aku sudah makan," jawab Kharysor terus terang.

Hera berjalan menuju camp pria dan membukanya perlahan.

"Permisi. Shilo jika kau sudah selesai makan siang pergilah ke camp Komandan, ia menunggumu."

Semua mata tertuju pada Hera.

"Baiklah," jawab Shilo sambil memakan rotinya.

"Ada apa?" tanya Demure menghampirinya.

"Membicarakan pulau," bisik Hera.

"Hei! Jangan main rahasia-rahasian!" teriak Kharysor menatap Demure tajam.

"Oh ayolah aku tidak merahasiakan apa-apa," balas Demure.

"Kalo cemburu tuh bilang," sahut Noah langsung.

"Cemburu apanya."

"Aku rasa hanya itu, aku permisi."

Hera segera pergi meninggalkan tenda itu sebelum wajahnya ikut memerah seperti Kharysor.

"Sana kejar!" suruh Alaska.

Kharysor tetap mematung.

"Ayo!"

Akhirnya pun Kharysor keluar camp dan mencari Hera. Teman-temannya tertawa sekencang-kencangnya melihat perilaku Kharysor.

"Hera," panggil Kharysor.

"Ya?"

Kharysor menjajari Hera di sampingnya.

"Kau sudah makan?"

"Belum. Sekarang aku mau makan di campku," jawab Hera.

"Ayo!" ajak Hera menggandeng tangan Kharysor.

Sesampainya di camp Hera, ia menyuruh Kharysor duduk di tempat tidurnya.

"Buah?"

"Roti," Hera memberikan roti kepada Kharysor.

"Dia tahu saja aku belum sempat makan," batin Kharysor.

Hera bergabung di sebelah Kharysor.

"Mengapa Komandan Haides memanggil Shilo?"

"Hmm...ia ingin membicarakan soal pulau," jawab Hera sambil mengunyah rotinya.

"Kau pingsan kemarin?"

Hera sedikit terkejut mendengar pertanyaan Kharysor.

"Kenapa kau tidak beritahu aku? Bahkan soal jurang."

"Aku baik-baik saja Kharysor, lagipula itu hanya masalah kecil."

"Masalah kecil apanya. Bagaimana jika Shilo tidak dapat menangkapmu?"

"Sudahlah. Yang terpenting aku ada di sini sekarang," Hera menggenggam jemari Kharysor lembut.

Hera menarik Kharysor ke dalam pelukannya.

"Aku takut kehilanganmu," bisik Kharysor.

"Aku tidak akan meninggalkanmu lagi," sahut Hera menatapnya.

Kharysor mengecup keningnya pelan.

Setelah mereka makan siang, begitu juga dengan Shilo. Mereka memasuki camp Komandan Haides untuk membicarakan pulau yang hilang.

"Hera bilang, mungkin saja kau mengetahui lokasi Pulau Carehayes."

"Pulau itu dapat berpindah tempat saat ada seseorang yang menjejakkan kakinya di pulau itu."

"Siapa yang menjejakkan kaki di pulau itu?"

"Kaki tangan penyihir," jawab Shilo.

"Yang tidak sengaja menabrakmu di malam hari?" tanya Komandan Haides beralih ke Hera.

"Ya," jawab Hera.

"Kemana pulau itu berpindah?"

"Aku tidak terlalu mengerti, aku rasa orang yang telah menjejakkan kakinya di pulau itulah yang mengatur tempat pulau itu berpindah."

Ruangan itu hening seketika.

"Itu cukup masuk akal."

"Apakah di dalam dongengmu tidak diberitahu kemana pulau itu menghilang?" tanya Kharysor pelan.

"Tidak ada bagian itu, adanya kita melawan penyihir setelah ini."

"Kira-kira kemana pulau itu berpindah Shilo?"

"Kemungkinan besar adalah di Wilayah Rivera, tempat penyihir tinggal."

Dada Hera langsung berdegup kencang mendengarnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Kharysor yang menyadari hal itu.

Namun, Hera tetap mematung diam di tempatnya.

"Kalau begitu kita akan coba periksa lokasi itu," jelas komandan.

"Bisakah kau membantuku memberikan informasi ini kepada yang lain?"

"Tentu saja komandan," jawab Shilo.

"Untuk rencana pemberangkatan akan aku diskusikan lagi dengan Kharysor dan Hera nanti."

"Kau boleh istirahat. Terima kasih banyak," sambung Komandan Haides.

Setelah Shilo pergi, Komandan Haides beralih kepada Hera dan Kharysor.

"Jadi, kira-kira kapan kita akan berangkat?"

"Dalam tiga hari ke depan mungkin? Belakangan ini semua prajurit telah melakukan tugas mereka dengan sangat baik. Lebih baik kita beri waktu istirahat pada mereka agar misi kita bisa berjalan dengan lancar," jawab Kharysor.

"Aku setuju. Bagaimana dengamu Hera?"

"Hera," bisik Kharysor.

"Hera kau baik-baik saja?"

"Ah i-iya, maaf."

"Kau kenapa?"

"Tidak ada. A-aku hanya kelelahan mungkin dan soal keberangkatan aku setuju, aku permisi."

Hera langsung meninggalkan camp Komandan Haides.

"Kalian bertengkar?"

"Tidak komandan. Aku juga tidak tahu Hera kenapa," jawab Kharysor.

"Kau boleh pergi."

"Baik, aku permisi."

Kharysor menuju ke camp Hera, namun tidak menemukan Hera.

"Kalian lihat Hera?"

"Tidak. Ada apa?" tanya Mats.

Tanpa menjawab pertanyaan Mats, Kharysor langsung keluar campnya menuju ke tepi bukit tempat biasanya ia berjaga. Perasaan khawatir mulai tumbuh secara perlahan-lahan, ia takut Hera di culik lagi atau semacamnya.

Tep!

"Siapa itu?"

Kharysor menoleh ke belakang.

Hari sudah menjelang sore.

"Lupakan dia bergabung bersamaku!"

"Siapa itu?"

"Kau punya rasa obsesi kepada orang yang kau cintai dan itu membuatnya membencimu," seorang gadis turun dari atas pohon.

"Siapa kau?" tanya Kharysor memegang pedangnya.

"Aku tidak memiliki niat untuk melawanmu. Aku hanya ingin kau bergabung denganku," gadis berambut coklat itu tiba-tiba sudah berada di belakang Kharysor.

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Siapa kau?" bentak Kharysor.

Gadis itu sekilas sangat mirip dengan Hera, ia memegang pundak Kharysor dan membisikinya.

"Ikutlah denganku! Maka kau akan hidup dengan tenang."

Kharysor mengacungkan pedang padanya.

"Ayolah!" ajaknya.

"HENTIKAN," teriak Kharysor.

"Kharysor. Kau biak-baik saja?" tanya Shilo tiba-tiba.

"Dia," kata Kharysor menunjuk.

"Ada apa?"

Saat Kharysor kembali ke hadapannya, gadis itu sudah hilang.

"Tadi ada gadis di sini," kata Kharysor menunjuk-nunjuk.

"Di sana tidak ada apa-apa Kharysor. Kau baik-baik saja?" tanya Shilo memegang pundak Kharysor.

"Apa hanya halusinasiku saja ya?" guman Kharysor.

"Ngomong-ngomong aku ke sini ingin memberitahumu soal Hera."

Kharysor langsung menatap Shilo dengan semangat.

"Tadi aku tidak sengaja melihatnya di pinggir Danau Lachance."

"Terima kasih Shilo aku akan ke sana," tanpa basa-basi lagi Kharysor langsung ke tempat yang dikatakan Shilo.

Kharysor melihat punggung belakang Hera yang sedang duduk menghadap danau.

"Gadis tadi sekilas mirip dengan Hera," guman Kharysor.

Hera menengok ke belakang dan kembali menatap danau lagi.

"Kau baik-baik saja?" tanya Kharysor menghampiri Hera dan ikut duduk di sampingnya.

"Entahlah."

Mereka berdua duduk di tanah sambil mengamati danau.

"Arghh...aku mau jadi batu aja," kata Hera meletakkan kepalanya di pundak Kharysor.

"Kalau kau ada masalah ceritalah!"

"Tidak ada masalah. Hanya saja aku takut untuk pergi ke Wilayah Rivera," kata Hera memeluk lututnya.

"Kau takut dengan penyihir?"

"Bukan itu. Tetapi takdir," jawabnya lesu.

"Takdir?"

Hera terdiam, ia tidak sanggup menjawabnya.

"Katakan saja!"

Hera menghela nafas pelan.

"Aku akan mati di Wilayah Rivera," jawabnya dengan serius.

Kharysor pun terkesiap mendengarnya.