webnovel

Bab 3.Mengunjungi Panti Asuhan

Rini mengendap-endap masuk kedalam rumahnya. Dia kembali hanya untuk mengambil beberapa potong pakaiannya,dan sedikit uang yang dia selipkan pada sudut tempat tidurnya. Tekad Rini untuk meninggalkan suaminya Anto sudah bulat. Biar bagaimanapun, Rini menyayangi nyawanya. Apalagi setelah kelahiran puteri mereka. Rini semakin ingin hidup dengan baik. Rini ingin melihat puterinya tumbuh besar. Walau kini, puterinya lepas dari tangannya, namun Rini masih bisa melihat Puterinya itu dari jauh.

Ya. Rini berniat kabur dari suaminya. Penyiksaan dan kekasaran yang selalu diterimanya dari suaminya, membuatnya membulatkan tekad untuk meninggalkan suaminya Anto.

Mendapati rumahnya kosong, Rini dengan cepat mengemasi barang nya dan memasukkannya kedalam tas yang terletak diatas lemari pakaiannya.

Ketika Rini mengangkat tas lusuhnya, Anto memergokinya. Entah kapan datangnya, tiba-tiba Anto sudah berdiri di pintu kamar dan memandang tajam kearahnya.

"Kamu dari mana, hah? " teriak Anto yang langsung meraih leher Rini dan mencekiknya dengan sangat kuat. Erangan Rini yang terdengar sangat kesakitan tidak menggubris rasa belas kasihan Anto.

"Kamu selalu saja memancing emosiku, Dimana bayi itu? " teriak Anto,ketika menyadari bayi mereka tidak ada di tempat tidur dan di dalam kamar mereka.

Cekikan di leher Rini membuat wajah Rini bersemu merah, dan tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya itu.

Anto pun menghempaskan tubuh Rini keatas kasur buluk yang ada dikamar mereka. Tubuh Rini pun terjungkal diatas kasur tersebut. Namun Rini merasa bersyukur Anto melemparnya.Sehingga dia bisa menarik nafasnya kembali.

Anto kembali mendekati Rini, dan menarik rambut Rini dengan kuat.

"Katakan dimana bayi itu berada? " tanya Anto dengan suara datar, berusaha menahan emosinya.

"Saya tidak akan memberitahu Mas, dimana putriku berada, " jawab Rini menguatkan hatinya.

Seketika Anto menarik rambut Rini keatas dengan begitu kuat, hingga membuat tubuh Rini ikut terangkat keatas.

"Kamu katakan tidak, dimana bayi itu berada? " tanya Anto dengan suara yang terdengar gemetar, sedang menahan emosinya yang sudah sampai ke ubun-ubunnya.

"Tidak! " jawab Rini lantang.

Seketika Anto kembali menghempaskan tubuh Rini ke dingding dengan begitu kuatnya. Seakan tidak puas, Anto kembali berlari kearah Rini dan menginjak injak tubuh Rini dengan begitu buasnya. Tubuh Rini tersudut ke dinding rumah papannya.

Emosi begitu terlihat dari sorot mata Anto. Setan sudah berhasil menguasai hati Anto sepenuhnya. Dengan kalap Anto terus menginjak-injak tubuh Rini. Tidak ada rasa belas kasihan di hati Anto saat melakukan aksinya tersebut, hingga Anto melihat tubuh itu tidak bergerak lagi.

Anto terkejut menyadari tubuh Rini tidak lagi bergerak.

Dengan perlahan Anto membalikkan tubuh Rini dan mendapati tubuh itu sudah lemas seperti tidak berdaya,seperti layaknya mayat.

Sontak Anto memeriksa napas Rini dengan dua jarinya. Ya. Tidak ada lagi hembusan napas dari hidung Rini.

Dengan panik, Anto berniat untuk segera melarikan diri dan akan bersembunyi di suatu tempat.

Anto pun segera mengambil langkah seribu. Dengan cepat dia keluar dari rumahnya dan bersiap untuk berlari.

Namun begitu Anto tiba di luar rumah, Anto mendapati beberapa warga sedang berlari kearah rumahnya.

"Itu dia..., " teriak salah satu dari warga yang datang sepertinya untuk menyergapnya.

Spontan warga pun mengejarnya beramai-ramai. Ada juga sebagian warga yang masuk kedalam rumah milik Anto.

Di pagi buta itu, ternyata ada seorang warga yang melintasi rumah Anto, yang hendak pergi memulung, mendengar pertengkaran mereka. Orang tersebut mendengar teriakan Rini beberapa kali.

Mengingat temperamen Anto selama ini, orang itu tidak berani melerai pertengkaran diantara suami istri itu.Merasa kasihan kepada Rini, diapun pergi memberitahu warga yang lain.

"Mbak Rini sudah tewas, dia membunuhnya, " teriak warga yang masuk ke rumah Rini, untuk memeriksa keadaan Rini di dalam rumah,berulang-ulang.

Mendengar itu, sontak emosi warga tersulut dan segera mengepung Anto. Warga sangat emosi mengetahui kalau Anto telah membunuh Rini, istrinya.

Tidak berapa lama, wargapun berhasil menangkap Anto. Tidak menunggu komando, Warga beramai-ramai menghujani Anto dengan bogem dan tendangan disana sini sebelum akhirnya, warga menyerahkan Anto kepada pihak kepolisian.

Sebelum polisi datang, Anto segera mengeluarkan sebuah belati yang disimpannya di dalam kaos kakinya dan segera menikam ulu hatinya sendiri.

Warga pun berusaha membawa Anto ke klinik terdekat di daerah itu. Namun, nyawa Anto tidak tertolong lagi, Darah yang mengalir deras dan luka yang bersarang tepat di daerah fital, membuat Anto meregang nyawanya dengan cepat.

Begitulah Rini membawa rahasia keberadaan putrinya tersebut ke liang lahat.

Dengan bergotong royong, wargapun menguburkan mayat Rini. Tidak ada yang mengetahui di mana bayi yang dilahirkan Rini dua minggu yang lalu.

"Mungkin, Anto sudah menjualnya. Kemarin, Rini sempat mengeluh kepadaku, kalau Anto ingin menjadikan anak merek sebagai alat untuk membayar hutang judi Anto, " ucap salah seorang warga yang bertetangga dengan Rini.

Warga sekitarpun mengira, kalau bayi Rini telah di jual oleh Anto, dan hal itu yang memicu pertengkaran mereka pagi itu.

___________________________

Begitu bel berbunyi, Gilang langsung berdiri dan bersiap dengan cepat membariskan teman-temannya, untuk segera memberi hormat ketika pulang kepada guru yang mengajar di kelas mereka.

"Berdiri gerak! " teriak Gilang dengan lantang.

"Sabar napa? " ucap salah seorang murid perempuan karena kewalahan membereskan peralatannya mendengar aba-aba dari Gilang yang terkesan buru-buru.

"Lelet amat sih? " gerutu Gilang.

Setelah menunggu satu menit, Gilangpun memimpin teman-teman sekelasnya untuk berdoa dan memberi hormat kepada guru. Hal itu merupakan Rutinitas yang Gilang jalani setiap bel pulang sekolah berbunyi.

Gilang begitu antusias untuk segera pulang dan bertandang ke Panti Asuhan tempat bayi itu dititipkan.

"Pak Mun, kita lihat dedek bayiku, cepat! " ucap Gilang begitu dia keluar dari gerbang sekolah.

"Ayuk, Bapak antar, " ucap Pak Mun yang langsung menuntun Gilang masuk ke dalam mobil.

Pak Mun pun membawa Gilang kepanti asuhan sesuai permintaan Gilang.

"Loh, Aden tidak makan jajanannya ya? kenapa masih utuh? " tanya Pak Mun ketika melihat Bekal jajanan Gilang tidak berkurang dan bungkusannya masih sama seperti tadi pagi.

"Ini akan saya berikan untuk dedek bayi, " jawab Gilang polos.

"Tapi dedek bayi belum bisa makan jajanan seperti itu, dedek bayi hanya bisa minum susu, " ucap Pak Mun.

"Kenapa? " tanya Gilang merasa keberatan dengan penututan Pak Mun.

"Nanti dedek bayinya keselek! dan dedek bayi bisa jadi batuk-batuk.Aden mau? " Gilangpun menggelengkan kepalanya.

Pak Mun terlebih dulu mengunci pintu mobil dari dalam, supaya Gilang tidak langsung melompat dari mobil seperti kemarin. Akhirnya Gilangpun turun dari mobil setelah Pak Mun membukakan pintu mobil untuknya, begitu mereka tiba di area Panti asuhan.