webnovel

Marry U Again, Aimee

Dia datang kembali! Mengusik hidupku dan ingin aku kembali padanya. Sehingga haruskah aku kembali padanya dan mengingkari sumpah yang telah aku patuhi selama bertahun-tahun selama ini? Malam itu, semua berawal dari malam itu. Hingga sesuatu yang tidak terduga terjadi. Lalu memaksa mereka untuk harus menikah lagi bagaimana pun Aimee tidak menginginkannya. Pria lain hadir. Berusaha mengacaukan hubungan mereka dan bagaimana keputusan Aimee? ig : @lenzluph_story

lenzluph · 都市
レビュー数が足りません
224 Chs

027 ( Sekretaris Andalan )

Saling menatap dan tidak memberikan komentar.

Semua orang mulai membicarakan Zack lagi. Mengorek banyak informasi dari Doren bagaimana pertemuan Doren dengan Zack setelah Doren bercerita bangga, dia sudah pernah bertemu dan bicara langsung dengan Zack.

Semua orang menyimak lebih serius.

Sedangkan laki-laki yang sedang dibicarakan, keluar dari kantor Alfin dengan mood kurang baik.

Berencana datang untuk mendapatkan hal yang dia inginkan.

Pesan di ponsel Aimee berbunyi. Berasal dari Alfin yang baru ingat masih punya hutang bicara dengan Aimee.

Aimee membaca pesan itu dengan malas.

[ "Dimana kau?" ] - tulis Alfin sangat pendek.

Lalu seakan tidak puas menulis tulisan pendek seperti Harry. Alfin mengirim pesan kedua.

[ "Kamu tidak mungkin lupa dengan hutang pembicaraan kita pagi tadi, bukan? ] - tulis Alfin.

Terbiasa bersikap seenaknya pada Aimee karena Aimee terkadang sering membuatnya jengkel. Meski Alfin tidak pernah benar-benar marah pada Aimee.

Pesan dari Aimee masuk.

[ "Saya tidak mungkin lupa. Saya sudah dalam perjalanan menuju kantor Anda. ]

Selesai mengetik dan mengirimkan pesan. Aimee menubruk seseorang. Sibuk mengetik sambil berjalan menuju ke ruangan Alfin. Aimee tidak memperhatikan langkahnya dan sekitar.

Sibuk berkesal hati karena setelah masuk dalam sangkar Elf. Aimee pasti akan dimarahi habis-habisan seperti biasa.

Ya, ampun.

Aimee sepertinya punya kekuatan super karena selama ini dia terus tahan terhadap Alfin.

"Aw!"

Suara rintihan Aimee menunjukkan jelas bagaimana Aimee mereka sangat sakit. Terutama di bagian tulang hidung.

"Siapa yang menabrakku? Apa tidak sadar tubuhnya itu seperti 'punch mitt' ( boleh googling ya klo gk tahu, hehe )?"

"Aw~~"

Entah dosa apa yang Aimee lakukan selama beberapa waktu belakangan ini. Tanpa henti dan tanpa berperasaan, semua penderitaan ini datang bertubi-tubi.

Zack mengerutkan keningnya.

"Bukankah aku yang seharusnya memprotesmu? Kenapa kau menabrakku? Apa kau tidak sadar kalau ini adalah jalanan umum?"

Mundur beberapa langkah dan terlihat kaget.

Aimee menunjuk Zack.

"Kau..! Kau masih ada di sini?!"

Menunjukkan ekspresi tidak senang. Lalu bergerak mengusir debu yang menempel di jas-nya. Aime mengerutkan keningnya sangat serius ketika dia melihat gerakan tidak sopan Zack di depan matanya.

"Kau kira aku kotor dan sangat berdebu?" protes Aimee.

Lupa sejenak soal bagaimana Zack begitu lama bicara dengan Alfin.

Zack menatap Aimee malas.

"Make-up dan lipstikmu mengotori kemejaku."

Aimee spontan mengulum bibir dan melihat ke sisi lain. Merasa penuturan Zack benar. Namun Aimee sama sekali tidak merasa bersalah.

Aimee menatap Zack berani.

"Salahmu sendiri karena berjalan tanpa langkah kaki. Jadi aku tidak bisa tahu kalau ada orang akan melewatiku."

Zack menaikkan satu alisnya.

"Jadi, ini bukan salahmu karena chatting di ponselmu sambil berjalan?"

Berdeham satu kali dan tidak ingin mengakui kesalahannya. Aimee memilih tidak membalas ucapan sarkas Zack.

Menghela napas satu kali dan merapikan pakaian.

Aimee bertanya lagi pada Zack.

"Urusanmu dengan Alfin sudah selesai?"

Mengangguk pelan dan masih memberikan tatapan malas. Zack membalas sekedarnya.

"Ya. Maka menyingkirlah dan biarkan aku lewat!"

Menghalangi jalan Zack secara tidak sengaja karena mereka saling berdiri berlawanan arah di koridor.

Aimee memiringkan tubuhnya.

Mempersilahkan Zack lewat dan mencibirnya setelah pria itu sudah menjauh. Aimee lalu berjalan pelan masuk ke ruangan Alfin.

Menunggu setidaknya dua menit agar napasnya teratur dan perasaannya tenang kembali.

Aimee menggosok hidungnya.

Berharap hidungnya tidak patah karena menabrak tubuh besi. Aimee mengetuk pintu dengan sopan.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

Melangkah dengan enggan dan menyapa. Aimee tersenyum datar.

"Anda mencari saya, Pak?" tanya Aimee.

Sudah tahu apa tujuannya dipanggil tapi masih berpura-pura bodoh.

Alfin memberikan senyum ramah.

"Ya, Aimee. Aku sudah menunggumu sejak tadi. Dan aku hampir berpikir kau lupa kata-kataku."

Aimee tahu Alfin menyindirnya.

"Mana mungkin seperti itu, Pak? Saya selalu ingat apapun yang Anda katakan dan sampaikan. Tidak mungkin melewatkannya begitu saja dan melupakannya."

Alfin mendengus diam-diam.

Membiarkan Aimee berjalan dulu sampai ke tengah-tengah ruangannya agar mereka bisa bicara lebih leluasa.

"Kalau begitu, kamu pasti masih ingat dengan apa saja yang kamu katakan semalam 'kan?"

Memainkan bergelombangnya dengan tidak nyaman. Aimee berusaha menunjukkan senyum lebar.

"Semalam? Ada apa dengan semalam, Pak? Apa kita sempat bicara?" tanya Aimee pura-pura bodoh.

Alfin menertawakannya.

"Kau tidak ingat?"

Menggeleng dan masih berpura-pura.

"Ya. Sepertinya memang tidak ada. Dan mungkin Anda salah."

Alfin terus menatap tenang Aimee.

"Jadi, kau tidak ingat?" masih mengulang pertanyaan yang sama.

Aimee tidak memberikan jawaban.

Sibuk memainkan kuku jarinya setelah berpikir memainkan rambut bukan cara yang tepat untuk menutupi kegelisahannya.

Aimee takut nanti malah Alfin pikir Aimee ingin menggodanya. Bermain rambut dan menunjukkan sikap manja.

Aimee meletakkan kedua tangannya di belakang.

Sibuk berpikir alasan apa yang lebih baik dia gunakan.

Alfin tiba-tiba saja berdiri.

Membuat Aimee bergerak mundur dan bersikap siaga.

Alfin menatap Aimee heran.

"Kenapa? Kau terlihat gugup dan panik aku mendadak berdiri."

Nyengir dan memasang wajah bodoh.

"Ah, itu pasti hanya perasaan Anda. Saya tidak gugup dan panik."

Alfin maju ke arahnya.

Aimee tetap bertahan di posisi terakhir.

"Aku menyuruhmu untuk menjadi sekretaris yang bisa aku andalkan sama seperti sekretaris lain. Aku menyuruhmu untuk selalu bersikap profesional dengan tidak membedakan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan."

Terus berucap dan memberikan kegetiran tersendiri dalam hati Aimee.

Aimee mendumel dalam batin.

Oh, Tuhan.

Jika dia memang ingin marah. Marah saja. Tapi kenapa dia masih bersikap sangat misterius?

***