webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · 都市
レビュー数が足りません
281 Chs

Pagi hari yang menyebalkan

Hari pesta pernikahan mereka semakin dekat, hari ini Marve menyuruh supirnya untuk menjemput bibi Mina dan juga Arya untuk datang ke rumahnya agar Herlyn dapat membuatkan baju khusus untuk mereka.

Pagi-pagi sekali Mina dan Arya sudah sampai dikediaman Marve dan Maya.

Mina membawa banyak kue dan masakan buatannya sedangkan Arya membawa tas berisi buku pelajarannya karena ia ada kelas hari ini jadi setelah pengukuran baju ia akan segera kembali ke kampusnya.

Para pelayan yang telah bersiap dan menunggu segera berbaris rapih ketika Mina dan Arya sampai, Mina dan Arya begitu kaget setelah memasuki rumah Marve karena begitu megah dan mewah dan tentu saja taman bunga mawar diruang tengah ini yang menjadi daya tarik lebih yang membuat rumah Marve lebih dari kesan mewah.

"Rumah ini bahkan dua kali lebih besar dari rumah kita sebelumnya ya bi." Arya berbisik, cepat-cepat Mina menyenggol tubuh Arya yang duduk disebelahnya dengan sikunya.

Rumah yang dimaksud Arya adalah rumah saat ia masih memiliki orangtua karena rumah yang saat ini mereka tinggali bahkan tidak seluas dapur dirumah Marve.

"Berhenti bicara melantur.." Tegur Mina, Arya mengangguk mengerti.

Dewi kemudian datang menghampiri mereka.

"Hallo bibi Mina, hallo Arya, perkenalkan saya Dewi ketua pelayan disini." Sapa Dewi dengan ramah.

"Aku juga dulu kepala pelayan.." Mina mengatupkan bibirnya rapat-rapat saat ia tidak sengaja membocorkan rahasia masa lalunya pada Dewi saat ia masih bekerja sebagai kepala pelayan dirumah orangtua Maya dulu.

"Sungguh? Kebetulan sekali.." Tanya Dewi antusias, mereka terlihat seumuran namun Dewi memiliki bentuk tubuh yang sedikit kurus sedangkan Mina gemuk.

Mina kemudian tertawa risih "Tidak, aku sejak dulu hanya penjual kue tradisional. Maksudku dulu aku selalu ingin menjadi kepala pelayan karena mereka terlihat hebat." Jelasnya, Arya melirik kesal saat mendengar Mina membual, ia mengatakan untuk berhati-hati tapi ia sendiri yang begitu ceroboh.

Dewi kemudian tersenyum, ia sangat tersanjung dengan ucapan Mina yang menghargai pekerjaannya.

"Kalau begitu, saya akan memanggilkan tuan dan nyonya." Ucap Dewi permisi.

Mina menghela nafas lega kini dan dengan segera meneguk segelas air untuk menghilangkan ketegangannya.

"Berhenti bicara melantur.." Cibir Arya menirukan bagaimana sebelumnya Mina menatapnya galak karena membicarakan masa lalunya.

Mina kemudian melotot kesal membuat Arya merungkut takut.

....

Dewi mengetuk pintu kamar Maya dan Marve perlahan.

Sebelumnya mereka terkena demam dan obat yang diberikan oleh Dewi entah sudah bereaksi atau belum jadi ketika tidak mendapatkan jawaban Dewi memutuskan memasuki kamar mereka untuk mengecek keadaan mereka.

Dilihatnya Marve masih tertidur dan Maya baru saja keluar dari ruang ganti pakaiannya.

"Anda sudah baik-baik saja nyonya?"

Maya tersenyum dan berjalan cepat menghampiri Dewi.

"Tentu saja, obat yang diberikan olehmu sangat manjur." Jawab Maya, ia telah menggelayut manja pada Dewi kini.

"Syukurlah.. lalu bagaimana dengan keadaan tuan?" Tanya Dewi.

Maya lupa mengecek keadaan Marve, ia telah selesai mandi dan Marve belum juga bangun.

"Aku akan mengecek kondisinya.. " Maya lalu berjalan mendekat pada sisi Marve.

"Baiklah kalau begitu saya akan keluar, karena diluar ada tamu yang sedang menunggu." Ucap Dewi, ia segera berjalan pergi meninggalkan kamar Maya dan Marve saat Maya baru saja akan bertanya tentang siapa tamu yang dimaksud olehnya.

Tapi ia memutuskan untuk membiarkan Dewi menemani tamu itu dan mengecek bagaimana keadaan Marve.

Dengan perlahan ia menyentuh kening Marve, suhu tubuhnya sudah stabil dan pipinyapun sudah tidak lagi panas.

"Jadi mengapa ia belum juga bangun, tapi mungkin ia hanya mengantuk." Ucap Maya setelah memastikan kondisi tubuh Marve, ia segera beranjak bangun dan memutuskan untuk menemui tamu mereka tapi kemudian Marve menarik pergelangan tangan Maya hingga Maya terjatuh duduk tepat dipangkuan Marve.

"Selamat pagi istriku yang cantik.." Marve beranjak bangun dan segera mendekap erat tubuh Maya.

Matanya masih terpejam dan kepalanya disandarkan dibahu Maya.

"Marve lepaskan aku, ada tamu yang menunggu kita diluar." Ucap Maya meronta tapi Marve malah mempererat pelukannya.

"Marve lagi?" Marve merajuk kini, Maya tidak memanggilnya dengan sebutan 'mas' membuatnya semakin tidak melepaskan Maya.

"Astaga.." Maya mengerang kesal.

Ia menarik nafas dalam lalu tersenyum "Mas lepaskan aku.. ada tamu yang menunggu kita diluar."

"Biarkan saja.."

Maya memutar bola matanya kini, mengapa Marve sangat menyebalkan sekali.

"Ayolah mas berhenti bermain-main.." Gerutu Maya.

"Jadi kamu ingin langsung pada intinya?"

Aura ini lagi, Maya mengapa kamu malah membuat Marve mengeluarkan aura mencekam seperti ini lagi yang membuatmu tidak bertukutik.

"Bagaimana jika kamu memberikanku ciuman selamat pagi dan aku akan melepaskanmu." Ucap Marve.

Astaga tidak ada satu halpun yang menguntunganmu Maya, dia bernegosiasi dengan dua pilihan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.

"Tidak ada pilihan lain?"

Marve berpikir lalu berkata "Kamu bisa memilih aku yang menciummu atau kamu yang menciumku, itu adil bukan?"

Adil katanya? luar biasa..

"Baiklah.. aku akan menciummu tapi lepaskan aku dulu." Ucap Maya

"Nanti kamu kabur.."

Mengapa Marve begitu pandai, harusnya Tuhan memberikan sedikit kebodohannya pada Marve agar Marve dapat dikelabui olehnya sesekali.

"Lalu bagaimana aku menciummu dengan posisi seperti ini?"

Marve berpikir, benar kata Maya..

Akan sulit untuk Maya menciumnya dengan posisi seperti ini jadi Marve perlahan melepaskan Maya dan kini akhirnya Maya dapat terbebas.

Maya tersenyum, ia beranjak bangun dan segera menyentuh pipi Marve dengan lembut.

"pejamkan matamu.." pinta Maya.

"Tidak, nanti kamu kabur.." Tolak Marve tegas.

Maya menahan kekesalannya dibakil senyumannya, ia kemudian menyentuh bibir Marve lembut dengan ibu jarinya.

"Aku tidakakan kabur mas.." Ucap Maya lembut.

Perlakuan manis Maya membuat Marve akhirnya menurut, jadi ia perlahan memejamkan matanya dan menunggu.

Menunggu Maya mengecup bibirnya..

lembut dan manis.. namun mengapa Maya sangat lama?

Karena tidak sabar Marve membuka matanya dan Maya telah tidak ada dihadapannya.

"Gadis nakal.. dia mengelabuiku." Ucap Marve tersenyum malu.

...

Sebelum Marve menanggkapnya, ia harus segera menyelamatkan diri jadi Maya dengan cepat berlari menuruni tangga.

Tapi langkahnya perlahan melambat saat ia melihat Mina dan Arya sedang duduk bersama diruang tamu.

"Bibi.." Maya berlari dengan cepat dan segera memeluk Mina dan Arya.

"Bagaimana kalian bisa sampai disini sepagi ini?" Tanya Maya antusias.

"Marve yang menyuruh kami datang." Jawab Mina setelah melepaskan pelukannya.

"Kami membawa makanan kesukaanmu." Mina menarik Maya kesisinya dan menghimpitnya bersama bersama Arya.

Ia kemudian membuka satu persatu rantang dan "ada telur sambal balado, ada sambal ikan asin peda, dan satu lagi semur jengkol. Ada beberapa kue juga." jelas Mina

"Terima kasih bibi.. Aku sangat merindukan masakanmu."

"Makanlah kak.." Ucap Arya ia sangat senang karena kakaknya hidup dengan baik sekarang.

Para pelayan kemudian membawa makanan yang dibawa Mina kemeja makan dan menatanya.

"um.. Masakan bibi selalu yang paling enak." Puji Maya setelah mencicipi masakan Mina. Tapi kemudian chef didapur berdehem keras membuat Maya nyaris tersedak, ia kemudian menoleh "iya.. iya.. masakan chef juga paling enak." Ucap Maya membuat chef dan asistennya tersenyum senang.

"Kakak hanya makan sendiri, harusnya kakak menunggu kakak ipar." Ucap Arya, membuat Maya cemberut.

"Biarkan saja.. Marve tidak memberitahuku jika kalian akan datang, menyebalkan." Ucap Maya mendumal kesal.

"Aku menyebalkan?"

"Iya menyebalkan.."

Tunggu dulu,, barusan siapa yang bertanya?

Maya menoleh dan Marve sudah ada dibelakangnya sambil tersenyum penuh arti padanya.

"Mas.." Maya tertawa kaku kini, habislah.. ia sudah membuat dua kesalahan dipagi pada Marve.

"pantas saja telingaku berdengung.. seseorang tengah membicarakanku rupanya." Ucap Marve mendekat, ia menyentuh lembut rambut Maya menyalurkan ketakutan lewat belaian tangannya.

Marve kemudian menyapa Mina dan Arya lalu duduk disebelah Maya.

"Makanlah nak, mungkin ini tidak terlalu cocok denganmu dan ini semua agak pedas." Ucap Mina.

"Aku sudah melatih diriku dengan makanan pedas sebelumnya bi.." Jawab Marve tersenyum.

"Sayang.. kamu tidak mau menyuapi suamimu yang menyebalkan ini?" Tanya Marve memggoda, ia menopang dagunya dengan punggung tangannya.

"Makan saja sendiri." Bisik Maya kesal, Marve sengaja ingin membuatnya malu rupanya.

"Bibi.. Maya tidak mau menyuapiku.." Rengek Marve pada Mina.

Astaga.. dia bertingkah seolah bi Mina adalah bibinya.. Maya mengoceh dalam hati.

"Astaga Maya, apa sulitnya menyuapi pria tampan seperti Marve." Oceh Mina.

Marve tersenyum menang, tapi Maya merengut kesal, dengan terpaksa Maya menyuapi Marve dari tangannya.

"Kalian sangat romantis.. " Ucap Arya tersenyum disambut dengan anggukan setuju oleh Mina.

...