Marve masih menunggu Maya menyambut tangannya dengan sabar, ia tahu harusnya ia tidak menggoda Maya dengan cara seperti itu dan kini Maya terlihat sangat berhati-hati tapi ia tidak dapat menahan sisi nakalnya saat Maya memberikan kesempatan padanya.
"Kamu tidak mau? baiklah kalau begitu baik-baiklah dirumah." Ucap Marve, ia mengusap lembut rambut Maya dan berjalan meninggalkannya.
Maya menoleh kini dan melihat Marve memasuki ruang ganti pakaiannya, kini ia merasa penasaran kemana Marve akan pergi jadi ia memutuskan untuk menghampiri Marve dan menunggu didepan pintu ruang ganti pakaian Marve.
Maya masih berdiri diambang pintu sampai Marve akhirnya keluar dengan memakai setelan jas yang rapih seperti saat ia akan pergi bekerja.
"Kamu mau kemana?" Tanya Maya tanpa basa basi, Marve tersenyum dan kemudian menggeser tubuh Maya yang menghalangi langkahnya lalu melangkah melewati Maya begitu saja.
"Marve.." Panggil Maya, ia kembali mengejar langkah Marve dan kini ia telah berada disebelah Marve.
"Kamu bilang tidak mau ikut denganku bukan." Ucap Marve, ia sengaja membuat Maya penasaran kini dan kemudian melanjutkan langkahnya tapi Maya menghentikan langkahnya kembali dengan berdiri dihadapannya.
"Ayolah Marve, kamu bilang aku tidak boleh sepenuhnya mempercayai pria. Jadi aku harus memastikan kemana kamu akan membawaku pergi." Ucap Maya, Marve menyesal kini karena mengatakan hal yang akan menjadi bumerang baginya.
"Baiklah.." Marve menyerah.
"Aku akan pergi kekantor ku karena ada rapat mendesak setelah itu aku akan pergi membeli cincin karena aku tidak mungkin membiarkan ilalang itu mengering dijari manis istriku." Jelas Marve, penjelasan tepat pada intinya, Maya menyembunyikan senyum bahagianya kini dan menyentuh cincin ilalang buatan Marve yang masih melingkar manis dijari manisnya.
"Tapi ini sudah sangat sore."
"Jadi kaku tidak mau ikut?" Marve bertanya sekali lagi.
Maya terlihat ragu-ragu karena sebenarnya ia ingin ikut namun disana ia mungkin akan bertemu kakek Marve, ia tidak dalam kondisi yang ingin berdebat saat ini.
"Maya.."
"Apa tidak masalah jika aku ikut?"
Marve tersenyum kembali, ia sungguh gemas dengan Maya, "Kamu istri direktur utama grup Cakra, siapa yang akan melarangmu datang kesana?"
"Kakek mu.."
Astaga, Marve kembali tertawa dan mengusap lembut rambut Maya.
"Kakek ku yang mungkin akan takut jika bertemu denganmu." Ucap Marve membuat perasaan tegang Maya mengendur kini.
"Apa aku begitu menakutkan?" Tanya Maya seiring berjalan beriringan dengan Marve yang masih memainkan dasinya.
"Ya kamu cukup menakutkan.." Jawab Marve membuat Maya merengut kesal.
Melihat Maya yang mulai kesal, Marve lalu berjalan lebih cepat hingga mendahului langkah Maya dan mengehentikan langkahnya tepat diatas anak tangga pertama dan membuat Maya ikut menghentikan langkahnya.
Maya tidak mengerti mengapa Marve berhenti tiba-tiba sampai Marve menyerahkan dasinya pada Maya.
Dengan tersenyum Maya meraih dasi yang diulurkan Marve padanya dan kini melingkarkan dasi itu kedalam kerah baju Marve.
"Bagaimana kamu tidak dapat memakai dasi sedangkan kamu bekerja di kantor?"
Marve tidak menjawab dan hanya diam sampai Maya menarik tali simpul dasi yang dipakaikannya pada Marve.
"Karena aku ingin istriku yang memakaikannya."
Maya kembali merona kini, tapi tunggu dulu..
Marve dan dirinya bertemu secara tidak sengaja dan pernikahan mereka terjadi tanpa direncanakan sebelumnya jadi yang dimaksud Marve dengan 'istri' mungkin saja bukan dirinya tapi mantan kekasihnya.
Kini Maya menjadi sedih, perasaan tidak nyaman seakan menjalar keseluruh tubuhnya dan membuatnya tanpa sadar mengencangkan ikatan dasi Marve hingga mencekiknya.
"Oh astaga.. Maafkan aku Marve.." Ucap Maya menyesal, ia segera menurunkan tangannya dari dasi Marve.
"Kamu ingin membunuhku?" Ucap Marve kesal sambil mengendurkan dasinya.
"Maaf.." Hanya satu kata itu saja yang kembali terlontar dari bibir Maya, wajahnya terlihat sedikit kesal kini dan ia memutuskan berjalan melewati Marve.
Marve menggelengkan kepalanya karena bingung, mengapa wanita cepat sekali mengubah suasana hatinya. Maya baik-baik saja tadi dan kini ia berubah menjadi ketus.
Bukankah harusnya ia yang marah? Maya hampir saja membunuhnya dan mengapa kini seolah semua hal terbalik.
....
Maya duduk disebelah Marve dengan memalingkan wajahnya, hatinya masih merasa sesak entah mengapa.
Hanya karena Marve mengucapkan hal seperti itu dan kini perasaannya menjadi tidak nyaman.
sungguh konyol...
Maya apa kamu telah jatuh cinta pada Marve? semudah ini kah?
Marve masih tidak mengerti mengapa Maya masih saja diam dan terus memandang kearah luar jendela.
Apa aku mengatakan hal yang menyinggungnya? Marve bertanya dalam hati.
"Apa kepalamu sakit?" Tanya Marve, Maya hanya menjawab dengan gelengan kepala pelan hampir tidak bertenaga membuat Marve sedikit kesal.
Supir yang melihat dengan keanehan kedua pasangan ini segera menaikan sekat mobil hingga tidak dapat melihat mereka lagi karena sepertinya Marve dan Maya sedang dalam suasana hati yang buruk.
Maya masih memandangi jalan yang melintas dengan perlahan karena mobil yang ia kendarai berjalan cukup pelan, sampai ia menemukan Andre yang tengah berdiri dipinggir jalan dengan menuntun sepedanya.
Mata mereka bertemu dan Maya dapat melihat bagaimana hangatnya Andre tersenyum padanya membuat Maya menyunggingkan sedikit senyumannya untuk membalas keramahan Andre.
"Kamu berani memandang pria lain dihadapanku?"
Maya segera menoleh saat mendengar suara berat Marve tepat ditelingannya seakan berbisik.
Kini wajah Marve sangat dekat dengannya membuatnya mengkerut.
"Haruskah aku merobek bibirnya agar ia tidak tersenyum pada istriku lagi?"
Maya menahan nafasnya yang mulai terasa sesak saat Marve terus mendesak Maya yang sudah tidak dapat bergerak kini karena tangannya mengunci ruang geraknya.
"Marve, kami hanya tidak sengaja saling melihat.. jangan salah faham." Jelas Maya terbata.
"Dan kamu tersenyum padanya?"
"Aku hanya bersikap ramah.."
"Aku tidak suka.. Maya aku tidak suka kamu tersenyum pada pria selain diriku."
Marve seakan membunuh Maya hanya lewat pandangan matanya yang menggelap dan ucapan datarnya terasa dingin menusuk kulit.
Kini Marve perlahan menjauh dan memalingkan pandangannya karena hatinya memanas.
Maya menyesal kini sekaligus merasa bersalah. Marve memposisikannya seperti wanita yang berselingkuh.
"Maafkan aku.." Ucap Maya, suaranya berubah menjadi parau dan perlahan ia mulai menangis, ia menyesal karena membuat Marve marah padanya.
"Maafkan aku Marve.."
Marve menghela nafas dalam, apa ia sudah keterlaluan? Mengapa ia menjadi sangat posesif pada Maya?
Apa ia telah benar-benar jatuh cinta pada Maya? Hatinya terasa terbakar saat melihat Maya tersenyum pada Andre meskipun ia jelas tahu jika Andre yang tersenyum lebih dulu pada Maya.
Dan kini ia membuat Maya menangis, sungguh bodoh... Maya mungkin akan semakin menjauh padamu Marve.
Marve membentangkan tangannya kini dan merangkul Maya.
"Sudah jangan menangis.." Marve berkata dengan lembut dan menyeka sisa air mata yang membasahi pipi Maya.
"Kamu sudah tidak marah padaku?" Tanya Maya menatap Marve lekat, Marve menunjukan senyumannya dan itu artinya Marve sudah tidak lagi marah padanya dan kini ia dapat bernafas lega.
"Aku berjanji tidak akan seperti itu lagi.."
Hati Marve kembali menghangat, Maya mau menjaga perasaannya apa ini artinya cinta diantara mereka sudah semakin dekat.
Marve kemudian melepaskan rangkulannya dan menatap Maya lekat.
Ia menyentuh pipi hangat Maya dan mengusapnya lembut lalu tersenyum.
"Maafkan aku.. "
Mengapa Marve mengatakan kalimat seperti itu membuat hati Maya kembali tersentuh dan ingin menangis lagi hingga membuatnya memeluk Marve dengan erat.
"Aku tidak ingin kita bertengkar karena orang lain.."
Maya.. mengapa kamu sangat sulit diprediksi?
Setiap tingkah lakumu selalu berakhir dengan membuat hatiku tersentuh dan menghangat.
Marve melepaskan pelukan Maya kini dan menatapnya lekat, ia kembali menyentuh lembut pipi Maya dan perlahan ibu jarinya menjalar menusuri bibir lembut Maya dan membuatnya tersipu.
Kini Marve mendekatkan wajahnya, mereka sudah sangat dekat dan Maya bahkan telah memejamkan matanya ia tahu apa yang akan Marve lakukan padanya.
Sebuah ciuman hangat dan manis untuk menyelesaikan pertengkaran kecil mereka.
Tapi belum sampai bibir mereka bersentuhan, pintu mobil terbuka tiba-tiba tanpa terduga.
"Kita sudah sampai, pak." Terdengar suara dari luar mobil.
Ciuman hangat mereka telah gagal dan membuat mereka tertawa malu kini.
.....
Hallo, aku Mrlyn...
Main love sekarang juga ada versi bahasa Inggrisnya loh, yuk bantu aku agar bisa masuk pasar global biar author Indonesia bisa bersinar gak hanya di Webnovel lokal tapi juga di Global.
ฅ^•ﻌ•^ฅ Tolong bantu aku ya, masukin judul ini di perpustakaan kalian Ꮚ˘ ꈊ ˘ Ꮚ
(☞^o^) ☞
The CEO's Main Love (ノ゚0゚)ノ→
Demon Heart: Trying to break the fate(☉。☉)→
Crazy Boss Bitch←(>▽<)ノ
Oh My CEO english version (。◕‿◕。)➜
Terima kasih buanyakkkkk〜(꒪꒳꒪)〜