webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · 都市
レビュー数が足りません
281 Chs

Menjadi pasangan yang sempurna

"Sudah selesai.."

Maya melihat kembali rambutnya yang sudah tersisir rapih, lurus dan lembut saat ia menyentuhnya. Kini rambutnya sudah tidak kusut dan berantakan seperti sebelumnya.

"Terima kasih." Maya tersenyum menatap Marve dari pantulan cermin yang kini berdiri dibelakangnya, tapi Marve tidak menjawab dan hanya tersenyum tipis.

"Mari kita makan." Marve mengulurkan tangannya membuat Maya menatap bingung haruskah ia menyambut uluran tangan Marve?

"Kita harus terlihat sempurna..." Jelas Marve membuat Maya dengan ragu-ragu menyambut uluran tangan Marve.

Dengan wajah yang tersenyum dan tangan yang bertautan, Marve dan Maya menuruni tangga menuju ruang makan dimana chef dan para pelayan sudah menanti sejak beberapa saat yang lalu.

"Tanganmu sangat kasar seperti aspal." Cibir Marve dengan nada datarnya namun dengan ekspresi tersenyum bahagia, entah mengapa ia sangat senang menggoda Maya.

"Tangamu yang terlalu licin seperti keramik kamar mandi." Balas Maya tidak terima.dan tentunya dengan ekspresi yang juga berpura-pura bahagia.

"Setidaknya keramik kamar mandiku bagus dan wangi, tidak seperti rambutmu yang kusut seperti sarang burung."

Mata Maya melotot saat Marve kembali menyinggung soal rambutnya. "Ayolah Marve, tidak sekusut itu." Protes Maya kesal, ia menepuk bahu Marve cukup kencang membuat Marve tertawa meringis.

Jodoh memang tidak bisa ditebak, Marve dan Maya baru bertemu kemarin dan saat ini mereka telah menjadi sepasang suami istri tanpa rasa canggung untuk mencela satu sama lain seperti pasangan yang sudah lama bersama.

Wajah sumringah terlihat jelas di wajah para pelayan dan seorang chef dan asistennya yang menanti disudut meja.

"Wah.. " Maya begitu terpukau saat melihat tatanan meja dengan lilin dan suasana ruangan yang telah disulap seperti reatoran mewah yang romantis.

Marve dengan penuh perhatian menarik kursi untuk Maya duduki. "Terima kasih.." Ucap Maya tersentuh, Marve tersenyum sambil memberi isyarat.

Maya lupa untuk mengucapkan kata sayang, betapa bodohnya ia "Sayang..." Sambungnya meski terdengar kaku.

Chef dan asistenya meletakan sepiring steak yang berukuran sangat kecil bagi Maya.

"Mana nasinya?" Celetuk Maya, ia menantikan sebakul nasi saat ini karena ia sangat-sangat lapar. Sudah sejak pagi ia tidak makan apapun dan kini perutnya sudah menggila karena lapar.

Tapi tidak ada jawaban, Marve malah menahan tawanya begitupun dengan beberapa pelayan termasuk Dewi yang menunggu di sudut ruangan.

"Apa ada yang salah?" Tanya Maya berbisik.

"Nyonya.. kita memakan steak dengan ini." Jelas sang Chef berbadan gemuk itu menunjukan kentang tumbuk dan dua batang asparagus "Wah.. apa kamu akan jatuh miskin jika memberiku makan nasi?" Bisik Maya sekali lagi yang kesal pada Marve, ia memastikan suaranya kali ini hanya terdengar oleh Marve karena bahkan bibirnya menyentuh daun telinga Marve saat mengatakannya tadi membuat Marve merasa sedikit gugup.

"Istriku belum makan sejak tadi pagi, kurasa ia sangat lapar. Berikan ia sepiring nasi." Ucap Marve pada chefnya dan segera dituruti dengan cepat.

Kini sepiring nasi telah berada dihadapan Maya.

"Wah.. dia sungguh pelit." Gumam Maya dalam hati, ayolah sepiring nasi yang kira-kira mungkin hanya secentong tidak akan menendang perutnya yang mulai menciut karena terlalu lapar saat ini.

Marve kemudian menukar piringnya dengan piring Maya. Steak dihadapan Maya kini sudah terpotong-potong kecil membuat Maya tersenyum senang.

Karena sebelumnya ia berniat akan memakan sepotong daging panggang itu menggunakan tangan kosong tampa pisau dan garpu.

Orang kaya makan dengan cara yang rumit, pikir Maya.

Diam-diam seorang pelayan memotret Marve saat menyuapi Maya begitupun ketika Maya menggoda Marve hingga membuat Marve tertawa karena ia tidak mendapatkan suapan yang Maya janjikan.

Kini Marve dan Maya benar-benar seperti pasangan sempurna yang melengkapi satu sama lain.

Siapapun yang melihat mereka saat ini akan merasa jika cinta mereka luar biasa.

....

Suara sendawa terdengar dari mulut Maya saat baru saja duduk disebelah Marve yang tengah menonton tv, tentu saja sendawa Maya membuat Marve terganggu tapi Marve tidak dapat berkomentar apapun, salahnya memilih istri yang terbiasa hidup bebas di jalanan.

"Apa kita akan tidur di kamar yang sama?" Tanya Maya, dengan kejadian yang mereka alami tadi sore pasti akan sangat sulit bagi mereka tidur di kamar yang sama.

"Kenapa? Kamu takut tergoda oleh ketampanan ku?" Tanya Marve sambil mematikan layar televisi yang baru saja ditontonnya, menggoda Maya lebih menyenangkan dari pada menonton acara televisi yang membosankan.

"Tidak.. kamu masih terlihat seperti seorang penyuka sesama jenis dimataku." Jawab Maya dengan mudah. Para pelayan telah pulang kini dan Dewi sudah memasuki kamarnya sejak dua puluh menit yang lalu dan letak kamarnya cukup jauh dari ruang dimana Marve dan Maya berada kini jadi mereka tidak perlu lagi berpura-pura menjadi pasangan romantis seperti sebelumnya.

Marve tidak terima dengan ucapan Maya, ia kemudian mendekat dan mengunci Maya yang kini sudah terbaring di bawah tubuhnya.

"Kamu meragukan kejantananku?" Tanya Marve, matanya menatap tajam menembus mata Maya yang juga mengikuti kearah mana mata Marve bergerak.

"Mau ku buktikan?" Marve menyeringai dan hendak mencium Maya. "Jangan.. a.. aku percaya." Ucap Maya dengan cepat dan tergugup-gugup sambil menatap kearah lain agar bibirnya tidak bersentuhan dengan bibir Marve yang kini sangat dekat dengannya. Bahkan Maya fapat merasakan deru nafas Marve yang hangat menerpa wajahnya.

Marve kemudian kembali duduk dengan tegak dan tersenyum puas karena sudah berhasil menggoda Maya. "Lagi pula aku tidak menyukai gadis yang berbibir pahit sepertimu." Ucap Marve sebelum meninggalkan Maya yang hanya dapat mengeratkan giginya menahan kesal atas cibiran Marve.

"Astaga.. Apa dia diciptakan tuhan untuk mencela diriku?" Gerutu Maya kesal, ia kemudian bergegas menyusul langkah Marve dan kembali memperdebatkan ucapan Marve tentang bibirnya yang terasa pahit.

....

Marve menekan sebuah remot dan sebuah tempat tidur muncul dari bawah tempat tidur Marve. King size dan queen size, jadi mereka berdua tidak perlu berbagi kasur.

"Orang kaya memang canggih..." Komentar Maya, ia kemudian berlari menuju tempat tidur dan membanting tubuhnya di atas kasur yang terasa sangat nyaman. "Inikah rasanya tempat tidur orang kaya? Aku seperti tidur di atas awan."

Marve tersenyum dan melangkah mendekat. "Kamu ingin tidur denganku disini?" Goda Marve, ia menopang tubuhnya dengan kedua tangannya agar tubuhnya yang besar tidak menindih Maya.

"Tentu saja.. Siapa yang tidak ingin tidur dengan pria tampan sepertimu." Maya kemudian mengalungkan tangannya pada leher Marve, setelah itu Marve menutup tirai kamar mereka menggunakan remot dengan posisi yang tidak berubah dan kemudian mematikan lampu kamar mereka.

"Wah aku bisa gila.." Komentar Maya setelah Marve berpindah dan kini terbaring disebelahnya.

"Apa kita harus melakukan hal seperti ini setiap malam?" Tanya Maya sambil menatap langit-langit kamar Marve yang luas dan gelap hanya ada lampu tidur di sisi tempat tidur mereka yang tidak begitu terang. Marve menjawab dengan mata terpejam karena rasa kantuk yang mulai hinggap. "Entahlah.. Aku rasa sampai kakek ku berhenti mencurigai kita."

Maya juga mulai merasa mengantuk hingga matanya juga terpejam.

"Sampai kapan kakek mu berhenti mencurigai kita?" Tanya Maya sayup-sayup.

"Entahlah, tapi minggu depan aku akan mengadakan pesta pernikahan kita."

Maya membuka kembali matanya saat mendengar ucapan Marve. "Pesta pernikahan?"

"Ya.. Kamu masih memiliki waktu untuk menyempurnakan dirimu. Aku ingin kamu tidak memiliki celah dan juga aku ingin kamu mempermalukan kakek tua itu."

"Baiklah.." kini Maya sudah benar-benar terlelap disebelahnya.

Marve membuka matanya kini saat ia mendengar suara Maya yang terdengar samar.

Marve juga sudah merasa sangat mengantuk hingga ia tidak dapat berpindah tempat lagi dan akhirnya terlelap disebelah Maya.

***

Maya membuka matanya saat matahari menyilaukan matanya, dengan sayu-sayu ia menyadari jika matahari sudah terik kini, itu artinya ia terlambat bangun dan kue-kuenya mungkin tidak akan laku.

Tanpa menghiraukan penampilan, Maya berlari keluar dengan cepat "Bibi mana kuenya.. mengapa kamu tidak membangunkan aku." Teriaknya saat keluar kamar sampai ia menyadari jika ia sudah tidak tinggal lagi bersama dengan bibi dan adiknya, seketika langkah Maya terhenti, mendadak ia merasa bersedih.

Dewi yang mendengar teriakan Maya segera berlari menghampiri Maya. "Nyonya.. Maafkan saya, saya hanya tidak ingin mengganggu anda." Ucap Dewi menyesal.

Maya merasa malu kini "Maafkan aku.. aku tidak berteriak padamu bu. Aku lupa jika aku sudah menikah." Jelas Maya menyesal.

Dewi tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Maya sehingga ia hanya terdiam. "Sampai kemarin aku masih membantu bibiku berjualan kue di pasar dan aku pikir aku kesiangan." Jelas Maya kembali tanpa rasa malu menceritakan tentang kehidupannya sebelum menikah.

Marve kemudian datang dan segera merangkul Maya "Ada apa sayang?" Tanyanya setelah mengecup kepala Maya.

Maya merasa risih sebenarnya tapi ia harus terbiasa dengan perlakuan manis Marve mulai sekarang.

"Tidak ada, hanya kesalahpahaman kecil. Bu Dewi mengira aku berteriak memanggilnya padahal aku yang masih mengigau. ini kesalahanku." Jelas Maya, Dewi tidak menyangka jika Maya mengatakan yang sebenarnya. Ia sudah ketakutan jika saja Maya tidak menjelaskannya pada Marve mungkin dirinya akan terkena masalah karena Marve tidak menyukai kesalahan sedikitpun.

"Kalau begitu sarapannya sudah siap." Ucap Dewi sebelum pergi meninggalkan Marve dan Maya berdua.

Setelah Dewi melangkah cukup jauh Marve segera melepaskan rangkulan tangannya dari bahu Maya.

"Astaga apakah tubuhku akan bau kambing sekarang." Celetuk Marve menggoda Maya dan membuat Maya menatapnya sinis, tapi Maya segera melangkah menjauh meninggalkan Marve. Maya ingin cepat-cepat mandi sekarang agar bisa sarapan karena perutnya sudah sangat lapar akibat kemarin hanya makan sepiring nasi.

Tapi setelah dipikir-pikir, Marve telah menghinanya jadi Maya kemudian berbalik kembali menghampiri Marve. "Bau kambing katamu? Kamu tau ketiakmu itu sama baunya dengan kotoran sapi." Balas Maya dan untuk mengakhiri pertengkaran mereka Mayapun menginjak kaki Marve kencang sehingga membuatnya meringis kesakitan.

"Mayaaaa..." Marve baru akan berteriak tapi ia menahannya, sialnya ia tidak dapat terlihat kasar kepada Maya atau seseorang akan melaporkannya pada kakeknya.

***

Maya dan Marve sudah selesai sarapan dan kini mereka ada diruang kerja Marve. Meskipun libur Marve tetap mengecek pekerjaannya dari balik meja kerjanya.

"Hei orang kaya.." Panggil Maya yang mulai jenuh menunggu Marve mengecek semua berkasnya. Sejak tadi Maya hanya duduk di sofa tanpa melakukan apapun dan sekarang ia merasa sangat jenuh, biasanya saat-saat seperti ini ia selalu sibuk di pasar dan sepertinya bersantai bukanlah hal yang bisa ia lakukan karena itu malah membuat tubuhnya merasa tidak nyaman.

"Apa?"

"Tidak jadi.."

Marve meletakan dokumennya karena sepertinya Maya sudah mulai jenuh dan berjalan menghampiri Maya.

"Duduklah yang benar Maya... Aku akan memperkenalkanmu pada seseorang yang akan membuatmu menjadi istriku yang sempurna." Ucap Marve, Maya segera menurut mengikuti apa yang Marve ucapkan dengan mencoba duduk dengan manis namun pada akhirnya Maya menyerah dan kembali duduk dengan mengangkat satu kakinya keatas sofa.

"Ingatlah kamu memakai gaun."

"Memangnya mengapa?"

Marve ingin menjawab jika cara duduk Maya dapat membuatnya melihat celana dalamnya namun Marve memilih menutupi kaki Maya dengan selimut karena tidak ingin suasana kembali merasa canggung diantara mereka.

"Ngomong-ngomong membuatku sempurna... Apa maksudnya?" Tanya Maya saat kemudian seseorang mengetuk pintu ruangan kerja Marve dan masuk tanpa Marve memberi izin.

"Dia adalah Veronica.. Dia akan membuatmu menjadi cinderella yang sesungguhnya." Ucap Marve berbisik pada Maya.

"Terima kasih sudah datang Vero." Marve berdiri menyambut, wanita bersanggul rapih dengan setelan seorang sekertatis profesional dengan garis wajah tegas dan penuh penekanan. Begitu melihat Veronicca, Maya merasa terintimidasi oleh dua orang dingin diruangan ini, siapamlagi jika bukan Marve salah satunya.

Veronica memang sudah tidak muda lagi tapi sisi tangguhnya mengalahkan jiwa muda Maya, membuatnya menelan ludahnya terlebih lagi saat Veronica melihatnya dari ujung kaki hingga kepala. Seakan Veronica sedang membaca betapa buruknya penampilan Maya dari sorot matanya yang terlihat menyerah.

"Istri anda sangat cantik tuan, hanya saja tidak terawat." Ucap Veronica pada intinya setelah melihat dengan seksama penampilan Maya saat ini.

"Dia memiliki bentuk wajah dan tubuhnya nyaris sempurna, hidung mancung dan mata bulat dengan bulu mata lentik dan alis tebal juga bibir yang membentuk hati dan lekuk tubuh yang indah hanya saja Maya sebagai wanita memiliki gestur yang terlalu cuek seerti laki-laki." Lanjut Veronica dia seperti seseorang yang seperti sedang membaca buku deskripsi tentang Maya dan tentunya Maya tidak merasa keberatan hanya saja wanita dihadapannya memiliki aura menakutkan yang membuatnya merinding.

"Dia menakutkan..." Bisik Maya.

"Aku tahu, karena kamu bahkan lancang padaku maka aku harus mencarikan orang lain yang dapat menakhlukanmu." Jelas Marve juga berbisik, Veronica tidak bergeming dengan kedekatan yang ditunjukan Marve dan Maya karena bagaimanapun mereka adalah sepasang pengantin baru.

"Kita akan mulai besok. Saya akan datang setiap jam delapan pagi dan pulang jam empat sore. Saya tidak menerima waktu lembur dan saya tidak ingin ada yang mencampuri pekerjaan saya termasuk Anda, Tuan."

Maya bertambah takut kini, wah ia tidak menyangka jika akan ada wanita lain yang lebih menakutkan dari pada bibinya.

"Tentu saja.. Aku serahkan istriku padamu."

Maya menatap Marve tidak terima, meskipun ia tahu pernikahan ini hanya sebuah kontrak tapi Marve tidak dapat menyerahkannya begitu saja pada orang lain.

"Maksudku, untuk belajar tentang penampilan dan kepribadian istriku padamu.." Jelas Marve, mengapa Maya memiliki sisi menakutkan yang tidak bisa Marve elak seperti ini.

...

Hallo, aku Mrlyn...

Main love sekarang juga ada versi bahasa Inggrisnya loh, yuk bantu aku agar bisa masuk pasar global biar author Indonesia bisa bersinar gak hanya di Webnovel lokal tapi juga di Global.

ฅ^•ﻌ•^ฅ Tolong bantu aku ya, masukin judul ini di perpustakaan kalian Ꮚ˘ ꈊ ˘ Ꮚ

(☞^o^) ☞

The CEO's Main Love (ノ゚0゚)ノ→

Demon Heart: Trying to break the fate(☉。☉)→

Crazy Boss Bitch←(>▽<)ノ

Oh My CEO english version (。◕‿◕。)➜

Terima kasih buanyakkkkk〜(꒪꒳꒪)〜

mrlyncreators' thoughts