webnovel

Ke mana Kamu Pergi Semalam, Mas?

Alma beranjak dari tempat tidurnya, mendapati Mas Lazuardi tertidur di sana. Ia tampak sangat lelah. Alma hanya bisa mengembuskan napasnya.

"Aku bahkan belum sempat mengatakan apa pun kepadanya. Tetapi Mas Lazuardi sudah tidur dulu."

Lagi dan lagi, nafkah batin itu tidak diberikan oleh Mas Lazuardi. Alma tahu lelaki itu adalah sosok yang baik. Namun, bukan berarti kalau Mas Lazuardi mengabaikannya seperti ini.

Lama kelamaan, Alma merasakan sakit hati yang ngilu. Ke mana Mas Lazuardi? Kenapa ia tak memberitahukan kepadanya?

Alma menjadi frustasi. Gadis itu memilih untuk kembali keluar dari kamar, menangis tersedu sedan.

Sungguh, Alma tidak mau menyalahkan kedua orang tuanya untuk kondisi yang tengah dialaminya. Namun, pernikahan tanpa adanya pengenalan pasti membuatnya luka.

Tidak selamanya orang tua memiliki pilihan yang sama dengannya. Tidak selamanya juga pilihan orang tua itu selalu benar.

Alma menangis di sofa sampai ia pun ketiduran.

* * *

Alma terbangun dalam kondisi yang berantakan. Ia bangun pada pukul tiga pagi. Seakan Allah memang membangunkannya untuk shalat malam.

Memang benar, kebanyakan orang datang kepada Sang Pencipta di kala mereka merasa sedih dan ditempa oleh masalah. Tak berbeda juga dengan Alma.

Ia mengambil air wudhu, membasuh seluruh tubuhnya dengan menyeluruh, dan shalat malam.

Dalam malamnya itu, ia bermunajat, menceritakan segala masalahnya hingga menangis. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Tak cukup sampai di situ, Alma membaca Al-Qur'an. Ia berharap mendapatkan ketenangan hati dari membaca kitab suci. Ia sudah tidak ingin berpikir apa pun hal negatif tentang Mas Lazuardi.

Kalau pun memang Mas Lazuardi selingkuh di belakangnya ... Alma tidak akan bisa tinggal diam. Ia adalah seorang istri. Ia juga berhak mendapatkan hak dari suami.

* * *

"Kamu semalam memasak?" tanya Mas Lazuardi kepada Alma.

Kali ini, Alma bangun lebih cepat. Ia juga memasak untuk sarapan. Lupakanlah soal udang asam manis, cha kangkung, dan pangsit yang sudah dia buat sepenuh hati. Gadis itu sudah marah, hingga ia kehilangan nafsu makan. Membuangnya begitu saja ke tempat sampah.

Daripada dia makan dengan dongkol, lebih baik tidak memakannya, bukan?

Alma pun meringis saja kepada Mas Lazuardi. "Aku membuat sup, Mas. Mas makanlah sup ini."

Ia menjawab perkataan Mas Lazuardi dengan dingin.

Lelaki dengan senyuman menawan tersebut membalasnya dengan anggukkan canggung. Agaknya dia menyadari perasaan Alma yang sedang tidak baik. Namun, Mas Lazuardi tidak mau memperpanjangnya. Suami Alma itu hanya makan dengan keheningan. Sedangkan Alma tidak makan sama sekali.

"Kamu nggak makan?"

"Aku nanti saja, belum lapar, Mas."

Alma duduk di depan televisi. Di sofa yang semalam ditiduri olehnya.

Keduanya berada dalam lautan keheningan. Mas Lazuardi sibuk dengan tab-nya yang berisikan pekerjaan (katanya), sedangkan Alma fokus kepada acara stand up comedy yang sedang ditayangkan pagi hari. Itu cukup menghibur. Beberapa kali Alma tertawa, walaupun tawanya sumbang. Jelas sekali tawa pelarian.

Mas Lazuardi adalah lelaki yang cukup peka terhadap keadaan. Lelaki tersebut tidak biasa dalam keadaan yang sangat aneh ini.

Ia bangkit dari duduknya, langsung mendekat kepada Alma. "Adik marah padaku?"

Alma seketika terhenyak. Gadis yang semula tertawa tersebut, berubah. Tawanya menjadi wajah suram.

Perubahan ekspresi yang drastis menjadikan Mas Lazuardi duduk di sampingnya. Ia segera bertanya. "Katakanlah. Kamu marah kepadaku karena aku pulang malam?"

Alma beralih kembali lagi ke televisi. Ia berpura-pura tidak ada masalah apa-apa. Jurus andalan wanita yang paling dibenci pria. "Apaan sih," ia menyeletuk.

Tawa Alma kembali memenuhi ruangan. Mas Lazuardi pun menghembuskan napas perlahan. "Kamu marah padaku, kan? Kenapa? Karena aku tidak membalas pesanmu?"

Yang ditanya tidak mau menjawab.

Kekesalan itu bergumul dalam dada Mas Lazuardi. Ia segera mematikan televisi dengan remote.

PATS!

Televisi mati.

Alma memandang ke arah Mas Lazuardi sejenak. Dengan raut wajah yang sama, gadis itu mendesis. "Apaan, sih, Mas."

Dia merebut lagi remote televisi, tetapi wajah Mas Lazuardi sudah tidak bisa lagi dikondisikan. "Katakanlah saja."

"Kamu marah kepadaku, kan?"

Keteguhan Mas Lazuardi tidak bisa dipungkiri lagi. Wajah lelaki itu sangatlah kaku dan keras, seakan dia memang mengetahui realitanya.

Alhasil, Alma mengatakan dengan jujur. "Menurut Mas? Menurut Mas aku tidak marah begitu? Memangnya aku siapa?"

"Waktu aku pulang terlambat saja, Mas sudah marah kepadaku. Apalagi aku?"

"Bahkan aku tidak tahu Mas pulang jam berapa!"

Bola mata Alma berputar setelahnya. Ia jengah menatap Mas Lazuardi untuk saat ini. Lelaki itu telah membuatnya risau.

Ini semua karena perasaan Alma sendiri.

Alma memang 'sudah' sedikit menaruh rasa kepada Mas Lazuardi. Bagaimana tidak, lelaki itu adalah kakak kelasnya yang sejak dulu telah ia kagumi.

Ia tak bisa memungkiri hati dan perasaannya sendiri.

Di saat kemarahan Alma membludak, Mas Lazuardi malah berakting seakan meminta maaf. Ia bertindak seolah-olah menjadi lelaki yang paling harus dikasihani di muka bumi ini. Cih!

"Maafkan aku, Alma..."

Lihatlah, lihatlah ... Wajahnya bahkan memelas.

"Maafkan aku ..."

Alma pun merasa kesal. Akibat rasa marah yang telah meledak dalam dadanya, gadis itu lantas mendesis dengan kejam. "Kalau Mas meminta maaf kepadaku, sebaiknya Mas jelaskan kepadaku! Ke mana Mas pergi semalam?!"

Mas Lazuardi tampak ragu untuk menjawab, sampai akhirnya ...

* * *