webnovel

36. Minta Pertanggung Jawaban (2)

Nampaknya kehadiran sang Mentari terasa begitu singkat bagi Rino. Jam 9 pagi dia telah berada di depan rumah Lintang ditemani Bunda, Dani, Dan jangan lupakan satu lagi remaja yang terlihat menahan emosi saat ini yaitu Randa.

Rino, "Kita pulang saja ya?" Sudah berapa kali Rino membujuk mereka, Entah dia sendiri pun tidak ingat. Yang jelas dia belum siap mental untuk ke sini lagi terlebih niatnya kali ini adalah meminta pertanggung jawaban bak seorang wanita usai dihamili pria.

Randa menolak tegas, "Nggak bisa! Seenggaknya gue harus kasih satu-bukan, Maksud gue sepuluh atau seratus bogem mentah di mukanya tuh anak bangsat!" Teriaknya emosi.

2 Satpam penjaga pintu gerbang saling melirik melihat keluarga dengan beragam emosi tersebut. Kalau Rino mereka sudah tahu karena dia adalah perawat dadakan tuan muda bungsu mereka sebelumnya. Lalu bagaimana dengan yang lain? Mereka jelas tidak tahu selain Rino yang mengatakan 'ini keluarga saya pak'

Rani, "Anakmu tidak akan memiliki Ayah jika kita pulang"

Rino, "Rino belum siap Bun"

Randa, "Yang udah nyetak ponakan gue harus terima bogem gue dulu baru gue seneng!" Seraya meremas kepalan tangan dengan tangan lainnya.

Orang dewasa itu begitu sibuk berdebat membuat Dani si satu-satunya bocah kecil diantara mereka hanya dapat menggigit bibirnya, Mata bulatnya lurus terpesona oleh besarnya rumah didepannya.

"Maaf, Tapi kalian sedang apa marah-marah di sini?" Tanya tukang pangkas rumput menghampiri mereka.

Rani "Maaf, Kami tidak berniat apa-apa, Hanya ingin menemui tuan rumah ini" Jelasnya.

"Jadi begitu ya, Lah terus ngapain nunggu di sini?"

Rani, "Ini, Si Rino tidak mau diajak masuk" Keluhnya.

Pria yang tak lain Asep tersebut ganti melihat Rino, "Loh den Rino toh, Kenapa gak mau masuk? Saya juga dengar dari Nyonya besar katanya den Rino sakit, Udah mendingan ya?" Tanyanya akrab.

Rino garuk-garuk kepalanya, "Sudah mendingan Mas, Cuma masih kambuh sedikit-sedikit" Cicitnya.

Asep, "Ayo masuk jangan cuma diem disini, Nyonya pasti seneng lihat kamu kemari lagi, Apalagi bawa keluarganya juga, Tapi kalian nunggu dulu ya soalnya Nyonya sama Tuan besar lagi keluar" Ungkapnya pada keluarga kecil tersebut.

Makin tidak tega Rino menyusahkan keluarga ini, Pembantunya saja ramah kepadanya. Lebih-lebih Ayah dan Ibu Lintang mereka bahkan dengan senang hati menerimanya di rumah besar mereka tanpa membedakan kastanya yang hanya seorang anak penjual Bakso.

Dari dalam seseorang berseru, "Ada apa sih ribut-ribut?" Lalu membuka pintu.

DEG!

Arwin mematung saat matanya tidak sengaja menemukan kehadiran Rino, Pria yang sudah diperkosanya beberapa hari dulu. Rino juga sama bereaksi, Tubuhnya gemetar, Diraihnya tangan Bundanya untuk menguatkan hatinya yang terus berdebar keras di dalam sana. Bayangan dia digerayangi paksa berputar otomatis di kepalanya.

Rani menatap remaja di ambang pintu dengan tatapan bingung sebab dia belum pernah melihat anak ini sebelumnya, Dan menoleh ke Rino, Kenapa anaknya seakan ketakutan melihat pemuda itu?

"Lo ngapain jadi patung di situ?" Tegur suara yang Randa yakini pastilah Lintang, Datang mendekati Arwin yang terdiam di pintu.

Lintang, "Loh Rino? Tante, Kalian ngapain di sini?" Herannya.

Rino, "Bun, Ayo kita pulang saja" Kali ini Rino sedikit menarik tangan Bundanya bermaksud hendak pergi, Dia benar tidak siap juga malu.

Randa membentak, "Bang!! Lo itu lemah banget! Pokoknya kita gak boleh pulang sebelum calon ponakan gue ditanggung jawab sama Bapaknya!" Rino tersentak dan diam, Ini pertama kalinya sang adik membentaknya.

Kemudian remaja sawo matang itu menoleh lagi pada 2 remaja yang senantiasa berdiri di pintu yang terbuka, Lalu berteriak lantang, "Siapa yang namanya Arwin!?" Nafasnya tersengal-sengal, Amarahnya memuncak.

Dengan linglung Arwin mengangkat tangannya, "Gue, Emangnya kenapa?"

Randa berlari ke arahnya, "Jadi Lo ternyata!!" Melompat dan...

BUGGH!!

"Njing!" Umpat Arwin terpental ke lantai rumahnya. Sang adik malah bengong di pintu menyaksikan kejadian didepan matanya.

Belum puas, Randa berlari lagi dan menduduki perutnya sekuat tenaga kemudian lanjut memukul wajah Arwin membabi buta.

"Randa Berhenti!!" Sampai Rino berteriak barulah Lintang tersadar.

Segera ia bergegas melerai, "Napa Lo mukul Kakak gue?" Sambil berusaha menarik Randa beranjak dari perut Arwin yang kini hampir babak belur.

Randa, "Enak aja! Abang Lo ini harus dikasih pelajaran! Seenak jidatnya main perkosa Abang gue kek gadis terus hilang gak tau kemana! Sekarang Abang gue bunting, Lo pikir gimana perasaannya, Bunda, Atau gue sebagai adiknya Hah?!!" Amuk Randa menatap tajam Lintang.

Lintang terkejut, "Apa Lo bilang? Jadi Kakak gue yang udah bikin Rino sampai di bawa ke Rumah Sakit? Dia hamil?"

Dari halaman Rani menyahut, "Benar Nak Lintang, Tante sampai tidak percaya, Tapi Rino benar-benar hamil"

Lalu Lintang berbalik menatap marah Kakaknya, "Bangsat Lo!!

Berikutnya bertambah satu lagi tukang pukul Arwin, Yaitu Lintang. Rino semakin panik, "Kalian kenapa diam saja?! Cepat lerai mereka!!!" Teriaknya pada 2 satpam yang sedari tadi tidak berkutik.

Saat kesadaran mereka kembali, Dua satpam tersebut berlari disusul Asep memisahkan dua orang yang tengah mengamuk dari Arwin, Asep membatu tuan mudanya berdiri dan membawanya masuk.

Randa memberontak, "Lepasin! Gue harus kasih pelajaran sama tuh anak!"

Lintang, "Gue bakal pecat kalian kalo gak lepas gue sekarang juga!!" Teriaknya.

Asep, "Kalian sudah panggil Nyonya sama Tuan besar?" Salah seorang pembantu dengan wajah pucat mengangguk gusar.

***

Yudi dan Jasmine duduk di sofa ruang tamu, Ragu ingin bereaksi apa melihat pembangunan di depan yang mana ada Rino beserta satu keluarganya datang tanpa diduga, Juga anak ke tiga mereka sudah dipenuhi luka dan lebam di wajahnya, Dan yang paling mengherankan adalah kenapa si bungsu malah menatap kakaknya seakan ingin membinasakan?

Yudi meringis melihat banyaknya jumlah luka di wajah Arwin yang sedang diobati pembantunya, "Ada yang bisa jelaskan?" Ia mengalihkan perhatian pada keluarga Rino.

"Dia udah hamilin Rino!" Seru Lintang geram, Andai saja tidak mengingat orang tuanya ada di sini, Habislah Kakaknya itu ditangannya.

Hening...

Dua orang tuanya blank mendengar ucapannya, "Apa katamu, hamil?"

Randa, "Benar Tante, Anak Tante ini, udah bikin Abang saya bunting!"

Yudi, "Benar yang dikatakan anak Ibu?" Tanyanya balik kepada Rani.

Rani, "Benar Pak, Maaf atas kelancangan kami kesini dan membuat keributan, Tapi apa yang anak saya katakan benar Pak, Bu" Tutur Rani hampir terisak, Jujur dia juga malu ke keluarga besar ini namun jika dia diam, Masa depan anaknya lebih hancur lagi.

Walaupun belum mengerti sepenuhnya, Jasmine bisa merasakan kesedihan Rani. Dia berdiri dan ganti duduk di samping Rani yang kosong, "Bu, Tenanglah, Jelaskan baik-baik, Kami akan dengarkan" Ucapnya lembut, Pundak wanita yang lebih muda juga dielus-elusnya.

Rani, "Tanyakan sendiri sama anak ibu, Dia yang lebih tau jelas" Rasanya Rani tak sanggup lagi meneruskan kata-katanya.

Jasmine memelototi anaknya, "Arwin! Kamu jelaskan sekarang!" Pintanya tegas.

Sejenak Arwin memegang rahangnya yang serasa ingin lepas kemudian menjawab gugup, "I-itu... Arwin ngaku udah perkosa Rino..." Lalu menunduk sembari menggertakkan giginya.

Alangkah terkejutnya seluruh orang di sana kecuali Rino tentunya, Malah remaja itu begitu malu sampai hendak menangis tetapi Randa dengan cepat menenangkannya, "Gak usah malu bang, Abang gak salah, Yang salah tuh cowok brengsek itu!" Makinya pada Arwin.

Rino berbisik lirih, "Mau ditaruh dimana muka Abang Ran...huhu..."

Amarah Lintang semakin menjadi melihat air mata di pipinya, "Lo cerita semuanya sama kita di sini!! Atau nggak gue hajar Lo!" Desaknya disertai ancaman pada Arwin.

Pada akhirnya Arwin menceritakan semua yang dilakukannya kepada Rino di depan semuanya tanpa menambah atau mengurangi kata. Mendadak Yudi bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Arwin,

PLAK!

"PRIA BANGSAT KAMU! APA PAPA PERNAH MENGAJARIMU HAL MENJIJIKKAN SEPERTI ITU HAH!?" Teriakannya menggema dalam ruangan besar itu.

Diam, Cuma itu yang bisa Arwin praktekkan sekarang bila sang kepala keluarga sudah murka seperti ini. Yudi adalah ayah yang sabar kepada anak-anaknya, tidak akan marah sekalipun sang istri atau dia sering dipanggil ke sekolah. Itulah Arwin tidak menyangka ayahnya akan begitu mengamuk hanya karena dia menghamili seorang pria.