"Nnnn....Huum... Ungh" Selain erangan tidak jelas yang disertai isakan tersebut, Tidak ada lagi jenis suara yang bisa dikeluarkan Rino dari bibirnya yang tersumpal sarung bantal kala Arwin menjelajahi hampir seluruh tubuhnya entah itu dengan tangan atau bibir bahkan kepalanya pun juga Arwin gunakan untuk mendusel-dusel badannya.
Terutama bagian paha. Bekas gigitan nyaris memenuhi dari bawah pusar sampai ke batas lututnya, Kecuali penisnya.
Sesekali Rino akan menutup matanya merintih atau mengerang tidak jelas disebabkan rasa sakit yang melanda anggota tubuhnya akibat ulah Arwin.
Pria yang setahun lebih tua darinya itu kini tengah asik menghisap salah satu putingnya, Yang lain juga tidak dibiarkannya menganggur karena disana sudah ada tanganya yang lihai memilin atau mencubit.
"Mhhh, Aaaa..." Racau Arwin selagi mengenyot puting berwarna pink itu, Lidah begitu lihai melingkari tonjolan kecil itu, memutar-mutarnya, kemudian menghisapnya sampai bibirnya tirus.
Sementara pria itu sibuk menikmatinya, Rino mulai terangsang. Namun dia masih memiliki akal sehat yang lebih besar ketimbang nafsunya. Akan tetapi keadaannya yang menyedihkan seperti in membuat ia ragu jika akal sehatnya akan terus bertahan.
"Mmm!" Rino kejang, Asik dalam lamunannya dia sampai tidak sadar bila Arwin kini sudah pindah haluan dengan mengulum penisnya. Kedua tangan yang awalnya di puting kini pindah ke pinggang Rino dan mencengkramnya pelan.
Ingin sekali Remaja berlesung pipi itu menendang Arwin agar menyingkir tapi apa dayanya dengan tangan terikat serta kaki yang ditindih oleh lutut pria ini.
Yang bisa Rino perbuat adalah merapatkan pahanya sebab merasa geli ditambah dengan perasaan yang sulit dijelaskan olehnya.
Entah rasa apa itu, Rino kesulitan menebaknya.
Jujur mengulum penis adalah perbuatan yang baru pertama kali dilakukan Arwin. Perlu diingatkan bahwa sebelumnya pacarnya adalah wanita dan wanita. Ia bukanlah seorang Biseksual seperti Lintang, yang pasti bukan.
Lalu entah mengapa Arwin menjadi bergairah kala melihat penis berwarna pink milik Rino, Gemas akan warnanya. Ia diam-diam melirik pada miliknya sendiri dan kembali fokus lagi namun dengan rasa bangga sebab miliknya jauh lebih besar dari daging tegang yang sedang dikulumnya ini, Bahkan lebih panjang.
Dia menekan-nekan lidahnya, Seakan-akan benda lunak miliknya sedang berusaha masuk lewat jalur kencing penis Rino. Mulutnya bergerak maju mundur leluasa.
Plop!
Bunyi aneh namun menggelikan telinga itu terdengar jelas di ruangan kedap suara ini setelah Arwin mencabut paksa mulutnya dari sana. Sengaja ia tidak membuat Rino datang karena Arwin berencana untuk membuat 'pacarnya' dan ia sendiri datang bersama-sama ketika mereka menyatukan tubuh nanti.
Lantas diraihnya bantal dan menyisipkannya di belakang bokong Rino, Sekarang bagian selangkangan pria dibawahnya itu menungging, lubang pink berkerut yang menjadi candunya itu otomatis terlihat setengah timbul.
Hal ini membuat Arwin tidak puas. Kembali diangkatnya kedua paha Rino lalu ditahannya dengan kedua tangan agar remaja dibawahnya tidak memiliki akses untuk meloloskan diri. Barulah setelahnya hembusan nafas lega keluar dari bibirnya bahkan tidak terasa membuat Rino tanpa sadar mengerutkan lubangnya karena dingin dan sejuk yang melanda.
Persis di mimpinya, Warna pink itu, bahkan bentuk serta lipatan-lipatan daging kecil yang melingkari setiap sisi lubang itu masih sama. Mendekatkan kepalanya hingga hidungnya bersentuhan dengan lubang Rino lantas menghirupnya dalam-dalam.
"Enghhh!" Desah Rino, Tangisnya juga berhenti. Banyak pertanyaan yang ingin dilontarkannya untuk 'pacar' bejatnya ini, Tapi benda di mulutnya tidak akan keluar jika Rino tidak bisa menggunakan tangannya.
Setelah puas menghirupnya, Arwin ganti melesakkan lidahnya masuk ke dalam. Dia tidak peduli keterkejutan Rino serta lutut yang menghimpit lehernya di tengah.
Rasa aneh namun candu ini tidak sekalipun hilang dari indera pengecapnya walaupun sebelumnya lewat mimpi. Benda lunak miliknya ia putar-putar mengelilingi ruang yang lebih berkerut didalamnya guna meninggalkan saliva yang nantinya akan digunakannya sebagai pelumas untuk juniornya.
Nyaris Rino kencing saking gelinya. Lubangnya perih, Rasanya bagai dijelajahi oleh belut, licin, namun sedikit kasar. Dia menggigil, sekali-kali akan mendorong bokongnya agar lidah Arwin lebih masuk ke dalam dirinya. Dia tidak tahu apa yang membuatnya sampai melakukan itu.
Terkejut akan tindakannya, Arwin tidak kunjung menghentikan kegiatannya, Malah dia semakin mengubur lidahnya bermain didalam.
"Unngh" Mata Rino terpejam, "Mwm eeng mmm" Tetapi kemudian matanya terbuka lebar kala Arwin yang seketika berhenti dan tidak terduga menutup jalan datangnya sperma Rino menggunakan tangannya.
Arwin, "Dasar! Tadi aja nangis kejer, Eh sekarang malah keenakan!" Ejeknya.
Wajah Rino memerah malu. Bila jujur remaja berlesung itu bingung akan menjawab apa yang jelas lelaki mana yang tidak terangsang setelah penisnya dikulum? Apalagi oleh pacarnya sendiri, Lalu ditambah lagi dengan lubangnya yang dijelajahi seperti tadi.
Melirik lubang Rino yang basah bahkan nyaris becek membuat Arwin berdecak kecil. Dilepasnya tangan miliknya dari penis Rino yang sepertinya sudah tidak memiliki tanda-tanda akan datang. Arwin memposisikan dirinya tepat di tengah-tengah kedua paha Rino kemudian mengocok penisnya sendiri langsung dihadapan Rino.
Mata Rino melebar menatap kemaluan sebesar hampir empat jari pria dewasa tengah mengacung tegak lurus di dalam genggaman tangan
Arwin yang bergerak maju mundur.
"Ah... Engh" Guman Arwin.
Seketika tubuhnya menegang,Rino sungguh merasa gelisah juga rakut.
"MMM!" Rino memberontak berusaha melepas kakinya dari himpitan Arwin, Tetapi semuanya sia-sia karena Arwin jelas tidak bodoh melihat ekspresi ketakutan yang jelas di wajah Rino tapi dia tidak peduli.
Arwin, "Aah~ Eem...." Desahnya seraya menyeringai lebar kepada pria dibawahnya.
Dirasa sudah cukup, Arwin berhenti melakukan masturbasi. Kini remaja itu mengarahkan penisnya hingga menempel di lubang berkerut Rino lalu mendorongnya sedikit bertenaga.
Rino mengerang, "NNNNNGHHHH!!..." Kesakitan ketika merasakan sebuah benda tumpul namun keras itu berusaha menerobos masuk ke dalam lubangnya.
Arwin "Haaah... Perasaan udah gue kasih liur Aaah... tapi kok sempit amat?!" Geramnya kesal. Jangankan masuk seluruh, Kepala penisnya saja masih terlihat jelas berada di luar.
Karena kesal, Sebuah ide melintas di otaknya dan Arwin berhenti memaksa penisnya masuk. Dia memasukkan satu jari tengahnya ke lubang Rino lalu menariknya ke samping agar membuka sedikit ruang.
"Uuunghh!!!" Si pemilik lubang itu terlihat kesakitan akibat ulahnya.
Sedetik setelah lubang itu berkedut-kedut dan saliva Arwin keluar dalam jumlah kecil membuat tempat itu terlihat semakin menggoda di mata Arwin, Dia bahkan sampai memejamkan matanya sebentar sambil menarik nafas dalam-dalam.
Buka mata, Arwin terlihat sangat siap. Sekali lagi penisnya diarahkannya ke dalam lubang tersebut.
"Heeengh...!" Geram Arwin, pria itu tersenyum puas kala mendapati ujung kepala penisnya masuk, lalu berhenti untuk mengambil nafas.
Sementara Rino, Dia tengah merasakan kesakitan yang luar biasa. Cincin lubangnya terasa sobek juga diperjelas dengan sesuatu yang dirasakannya mengalir dari sana, Yang jelas bukan sperma Arwin.
Melihat ekspresi rumit di wajah Rino, Arwin melihat lagi ke bawahdan terkejut karena baru menyadari bahwa kepala penisnya telah basah oleh darah segar.
Arwin, "Ma-maaf Rin, Gu...gue gak... tahu" Ungkapnya penuh rasa bersalah.
Remaja dibawahnya itu jelas-jelas sangat pucat akibat menahan sakit, Apalagi dengan mulutnya yang disumpal membuatnya tidak leluasa untuk berteriak atau mengerang.
Begitu Arwin melepaskan penyumpal dari mulut Rino, Remaja itu langsung menangis keras bahkan terisak-isak.
"Huhu...hiks... Sakit astaghfirullah!" Hati Arwin makin teriris mendengar rintihan Rino. Lebih-lebih remaja berlesung itu sampai beristighfar karena sakit luar biasa yang dirasakannya.