Aku berlari kencang menerobos semak semak dan pohon-pohon besar di hutan belantara. Kurasakan kakiku telah mati rasa. Ahh, jangan sekarang. Darah dari telapak kakiku memberikan jejak kepada demon-demon mereka. Tentu saja hal itu dapat mempermudah demon-demon mereka mengejarku.
Aku menoleh ke belakang, gawat! Mereka semakin dekat!
Kugenggam erat-erat pusaka yang aku bawa. Aku tidak akan membiarkan mereka merenggutnya dariku. Tidak di tangan para kegelapan. Namun aku tidak bisa lagi menahan luka di kakiku. Aku terjerembab, masuk ke dalam rawa yang dingin dan penuh lumpur.
Masalah baru muncul. Makhluk-makhluk air ini, anthropus psarion, mulai mendatangiku, menarikku semakin ke dalam rawa. Kuku-kukunya yang tajam menggores lengan dan betisku setiap kali aku memberontak. Dalam keadaan seperti ini, aku terpaksa mengeluarkan tongkat sihir dan menyerangnya.
Mereka menjauh, tampak kesakitan sebab cahaya yang dikeluarkan tongkat sihirku. Aku berusaha bangkit dari dalam rawa sebelum makhluk-makhluk itu kembali menyerang. Dengan sekuat tenaga, aku kaluar dari rawa meski kakiku telah sepenuhnya lumpuh.
Tepat setelah aku berhasil keluar, mereka telah berada di hadapanku dengan senyum liciknya dan menyapaku seperti teman lama. "Hallo Virginia, senang bertemu danganmu lagi."
"Tidak! Jangan!" seruku.
Dengan sihirnya, dengan mudah ia merebut pusaka itu dari genggamanku.
Ia tersenyum licik. "Kau tahu? Seberapa kerasnya kau mencuri, pusaka ini akan kembali pada pemiliknya."
Aku menggeleng keras. "Aku tidak mencuri, kaulah yang melakukannya berabad-abad silam!" seruku.
Mendengarnya ia langsung berbalik memunggungiku. Asap hitam mencekikku hingga aku tak bisa lagi mengeluarkan suara.
"Kau tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa lalu!" bentaknya.
"Kalianlah..." ia berbalik, kembali menghadapku dan mengangkat pusaka itu. "Kalianlah yang telah berkhianat pada Penguasa-Kegelapan-Tiada-Tanding!"
Kruuakkk ... kruuaakk ...
Demon demon itu memekik dari atas sana, terbang mengitariku seakan menunggu mangsanya.
"Kau tahu mengapa kaummu selalu kalah?" tanyanya dengan senyuman khas itu.
"Karena tidak ada kemenangan bagi para penghianat!" ujarnya lantang.
Pusaka yang berada di tangannya itu menggelap. Aku memberontak, mencoba melepaskan diri dari jeratan asap hitam yang kini mulai menjerat tubuhku. Aku mencoba berteriak karena rasa sakit itu, namun yang keluar malah terdengar seperti cicitan burung pipit yang ketakutan.
Jeratan itu semakin kuat. Awan yang semula cerah berubah menghitam disertai petir yang seakan ingin menyambarku. Sekelilingku dingin. Dan ia mendekatkan wajahnya padaku.
"Kita lihat saja, siapa yang mati ... itulah yang berkhianat," bisiknya.
"Adakah kata-kata terakhir sebelum menjemput ajal, Tuan Puteri?" Asap hitam yang semula menjeratku kini melonggar.
Aku terbatuk pelan sebelum berbicara. "Ini bukan akhir, pertempuran yang sebenarnya akan segera datang. Dan darisana... kau akan tahu siapa penghianat yang sebenarnya ... uhuk ... uhuk ..." aku tersengal sebentar, menatapnya dalam.
"Dan pada saat itu tiba, akan kupastikan kaummu akan binasa!" seruku sebelum akhirnya ia berteriak dan memutar paksa kepalaku—
Demon : siluman milik penyihir kegelapan, biasanya dijadikan sebagai penjaga yang dibuat dari sebagian nyawanya sediri dan memiliki kekuatan yang lebih besar daripada kekuatan pemiliknya.
Anthropus psarion : salah satu makhluk air (manusia ikan pemakan daging). Biasanya mereka tinggal di rawa-rawa dan danau.