webnovel
#ROMANCE
#TEEN
#CINTA
#CINTASEGITIGA
#PERSELINGKUHAN

LUDUS & PRAGMA

WARNING! VOL. 2 & 3 = MATURE CONTENT 18+! (Harap bijak untuk memilih bacaan dan menyikapi bacaan yang ada^^) Vol. 1 : The Meeting of Ludus And Pragma *Chapter Prolog - Chapter 145 Vol. 2 : The Secret of Destiny *Chapter 146 (1) - Chapter 285 (140) Vol. 3 : Ending "Reduce To Tears" *Chapter : 286 (1) - 368 (82) Ludus bukan nama seseorang, melainkan sebuah sifat dalam psikologi bagaimana manusia menjiwai dan bermain dalam sebuah hubungan percintaan. Mania, sedikit posesif dengan penuh bumbu romance yang dilebih-lebihkan. Orang-orang ludus akan mementingkan sebuah kesenangan juga penaklukan saat dirinya 'bermian' dengan lawan mainnya dalam sebuah hubungan. Bagi orang-orang ludus, percintaan adalah sebuah permainan kejar dan mengejar. Jika 'orang ludus' lelah, maka bosan adalah kata yang menjadi alasan untuk meninggalkan pasangannya. Lalu, Pragma. Sama seperti Ludus, pragma bukanlah nama orang meskipun kata itu sangat indah untuk diucapkan. Pragma adalah si dia yang kaku dalam mencinta. Hanya menginginkan sebuah hubungan yang realistis untuk dirinya dan masa depannya. Orang-orang pragma cendurung memilih menyeleksi pasangannya dengan baik. Ia tak suka bermain 'kejar mengejar' seperti yang Ludus lakukan. Sebab bagi pragma, cinta adalah sebuah hubungan yang harus realistis tanpa adanya bumbu romance yang berlebihan serta untuk pragma, pasangan yang menunjang masa depan adalah pasangan yang ia butuhkan. Lalu, bagaimana jika 'orang pragma' mencintai 'orang ludus' ? Jawabannya adalah ... sebuah hubungan yang penuh teka-teki dan keunikan, dan di sinilah kalian akan menemukan hubungan seperti itu. Sebuah cerita yang mengisahkan gadis pragma yang mencintai pria brengsek berwatak ludus. Cover by : @jc_graphicc

Lefkiilavanta · ティーン
レビュー数が足りません
368 Chs
#ROMANCE
#TEEN
#CINTA
#CINTASEGITIGA
#PERSELINGKUHAN

106. Uluran Tangan Dari Si Baik

Suara gemercik air memisah suara lirih yang diucapkan gadis berambut panjang dengan posisi terikat rapi di atas punggungnya. Mata Davira Faranisa terus menatap aktivitas remaja jangkung yang ada di sisinya. Posisi mereka tak jauh, sangat dekat namun tak bisa dibilang intim dan bernuansa romansa. Arah tatap yang diambil Davira tepat mengarah pada satu pohon besar di sisi lapangan rumput belakang sekolah, sedangkan untuk lawan bicaranya tegas menatap gerakan jari jemari panjang nan kurus miliknya yang terus beradu dengan gemercik air yang turun dari lubang pancuran wastafel. Ia sesekali melirik Davira yang ada di sisinya. Gadis itu sesekali menghela napasnya, memanggil nama lawan bicaranya dengan nada berat berisi desahan ringan di akhir kata panjang yang diucap. Hatinya pasti lelah, raganya terlihat payah dan matanya sayu tak berarah.