Sesampainya di warung TO Mughni, mereka memesan 10 porsi nasi TO, beberapa jenis gorengan dan tambahan berupa cumi goreng. Warung makan ini bisa dibilang sempit sebetulnya. Hanya terdapat 2 tempat lesehan bila ingin makan disana. Tapi warung ini selalu dipenuhi oleh para pembeli yang mayoritas merupakan kalangan mahasiswa. Disamping harganya murah, rasa TO dan bahkan gorengannya memang terkenal lezat. Hal tersebut yang membuat para pembeli rela antri untuk membeli TO disini.
Setelah menunggu selama 15 menit, akhirnya Ditya dan teman-temannya bisa menikmati makanan yang mereka pesan. Tidak banyak yang berbicara saat makan. Mungkin karena mereka terlalu lapar sehingga mereka fokus dengan makanannya masing-masing. Mereka semua sangat menyukai sambal yang pedas, walaupun Lukman harus menghabiskan banyak tisu untuk menyeka keringatnya akibat kepedesan.
"Hey, kalian udah pada dikasih pembekalan buat hari Senin?" tanya Lukman, membuka pembicaraan ketika nasi di piringnya sisa setengah lagi.
"Ekskul musik pembekalannya hari Minggu." jawab Anisa.
"Kenapa kelompoknya diubah ya? Harusnya dibuat sesuai jurusan atau kelas aja seperti kemarin. Eh, sekarang malah dibuat sesuai ekskul masing-masing." keluh Akbar.
"Katanya sih biar kita berbaur dengan jurusan lain dan bisa lebih kompak lagi sama anggota ekskul kita." jawab Niar.
"Itu dia masalahnya. Padahal banyak dari kita yang nggak berminat untuk mengikuti ekskul, tapi mau tidak mau harus mengikuti salah satu kegiatan ekskul demi bisa ikut acara ini." kata Rio.
"Dan itu juga yang jadi pertimbangan dari anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) supaya ekskul di kampus itu nggak sepi." sambung Yuni. "Betul kan, Dit?" Yuni menoleh ke arah Ditya.
"Iya mungkin." jawab Ditya datar sambil mengunyah makanannya.
"Ya Tuhan, bagaimana aku bisa ditakdirkan memiliki teman yang begitu menyebalkan seperti Ditya," ratap Yuni dramatis, "Kamu kan, punya kakak yang jadi anggota BEM. Masa iya kamu nggak tau desas-desus ini?" ujar Yuni tidak percaya dengan tanggapan Ditya.
"Memangnya Ditya punya kakak yang kuliah disini?" tanya Akbar.
"Punya. Dan kakaknya super tampan." jawab Triana sambil mengacungkan kedua jempolnya.
"Kalian ini para gadis yang sudah mempunyai pacar tapi masih sempat memuji laki-laki lain." keluh Rey.
"Maaf ya, aku nggak punya pacar. Jadi aku bebas memuji siapapun yang aku mau." bantah Ditya sambil mengangkat tangannya rendah.
"Dit, bagaimana kamu bisa punya pacar, kalau sikap kamu sedingin dan sejutek itu sama laki-laki." kata Akbar.
"Iya, yang ada laki-laki itu kabur begitu Ditya melihat dia dengan tatapan tajamnya." timpal Taufik sambil tertawa.
"Dengan demikian, hanya laki-laki super lah yang bisa jadi pacar aku." jawab Ditya dengan cuek.
Mereka semua tertawa mendengar jawaban Ditya, apalagi ketika melihat ekspresinya ketika mengatakan hal tersebut.
Saat pertama kali mereka bertemu di kelas, teman-teman Ditya mengira dia adalah anak yang sombong dan sulit bergaul. Ditya juga dekat dengan Niar, Anisa, Yuni dan Triana secara tidak sengaja. Karena mereka sama-sama ingin menyewa sebuah rumah untuk ditempati bersama. Dan pada saat itu, mereka kekurangan satu orang agar bisa membayar uang sewa dengan jumlah yang ringan. Maka dari itu, mereka mengajak Ditya untuk tinggal bersama, dan Ditya menyetujuinya.
Seiring berjalannya waktu, mereka saling mengerti karakter masing-masing. Begitu pula dengan Lukman dan teman-temannya. Mereka tidak pernah menyangka, anak yang terlihat jutek dan pintar ini, memiliki sisi lain yang konyol, mudah bergaul, menyenangkan sekaligus menyebalkan.
"Yang jelas, sepertinya mereka juga akan membuat kegiatan dimana mereka bisa ngerjain mahasiswa baru." tambah Rey setelah tawanya mereda.
"Iya benar, Rey. Mereka pasti nanti marah-marah sama kita. Alasannya pasti untuk menguji mental kita." ucap Yuni.
"Kalau mereka sampai ngerjain aku atau marah-marah sama aku, mereka pasti akan menyesali perbuatan mereka seumur hidup." kata Ditya sambil mencuci tangannya di mangkuk yang sudah disediakan, dan menyeka mulutnya.