webnovel

Love Me or Hate Me?

Dibalik sifatnya yang ramah tersimpan duka yang mendalam. Kau tahu, dibalik sifat yang ceria sebenarnya tersimpan luka yang sangat dalam. Begitu juga dengan Alga. Begitu pandai dalam menyembunyikan lukanya. Dibalik sifatnya yang urakan tetapi ceria. --------- Algavino Arsya Danadyaksa. Seorang cowok yang bisa dibilang urakan. Tidak pernah serius dalam belajar. Wajah tampan, putih, serta hidung yang terpahat dengan sangat sempurna. Semua itu seakan tidak ada artinya ketika dikalahkan dengan sifatnya yang suka tebar pesona. Bahkan hampir satu sekolah membenci tingkah lakunya. Namun dibalik semua itu, dia memiliki sifat yang ceria dan tidak mudah sakit hati. Salsa Elvira Samudra. Cewek kaku dan dingin. Hatinya sangat tidak tersentuh semenjak kepergian seseorang yang ia cintai. Pergi untuk selamanya hingga meninggalkan kenangan pahit untuk Salsa. Kepergian yang menimbulkan tanda tanya. Sejak saat itu hatinya seolah terkunci rapat dan tidak ada satupun yang berhasil membuka hatinya. Akankah Alga berhasil menaklukkan hati Salsa? Atau justru gagal dan ikut terhanyut dalam masa lalu Salsa? Cerita ini gua buat hanya fiktif belaka dan bahasa yang nggak baku. Serta sudut pandang orang pertama. So I hope you enjoy it

Deva_setya · 若者
レビュー数が足りません
7 Chs

Part 5 (Badmood)

Insecure

Satu kata yang mampu membuat seseorang mundur

----

Wkwkwk apa apaan ini dah kata-kata gua🙄😂

------------

'Gue jijik tau nggak!!'

Ah elah dikira lagi shooting sinetron apa?

"Aku jijik mas! Aku jijik!!"

Sebegitu menjijikankah aku ini?

Padahal di luaran sana masih banyak yang ngantri buat dijadiin pacarku.

Dan hal yang paling mencengangkan dalam hidupku adalah saat aku secara terang-terangan ngaku ke bokapnya kalau Salsa pacarku.

Bisa anjlok nilai matematika ku kalau begini caranya.

"Sal! Salsa!"

Baik aku maupun Salsa sontak langsung menoleh kearah sumber suara.

Dari arah timur Ezra berlari sampai ngos-ngosan menuju kearah kami.

"Hosh--hosh"

Ezra membungkuk sambil tangannya bertumpu pada lutut untuk mengatur napasnya. Sambil sesekali menyeka bulir keringat dipelipisnya.

Sedangkan aku hanya tercengang melihat kedatangannya yang tiba-tiba.

Aku lihatin dia mulai dari ujung kaki sampai kepala. Seolah-olah sedang nge-scan badannya.

Gila. Hanya keringatan doang aja bisa kelihatan ganteng gitu. Serius. Aku nggak bohong. Aku perhatikan wajahnya dengan seksama. Hidung mancung, rahang tegas, bibir tipis, dan ini nih poin terpenting yang selalu jadi idam-idaman para cewek, alis tebal dan bulu mata yang panjang.

Membuat bibit-bibit insecure dalam diriku tumbuh seketika. Pantas aja Salsa begitu terkesima sama ini cowok. Aku aja yang cowok kagum sama dia apalagi cewek.

Eits. Jangan salah paham dulu. Bukan berarti aku homo alias doyan sama kaum berbatang kayak aku yaa. Aku masih 100% normal kok.

"Aku tadi nyariin kamu kemana-mana. Aku panik banget pas denger kamu katanya dihukum lari keliling lapangan" setelah napasnya mulai teratur dia baru membuka suaranya.

"Bukannya aku udah bilang ke kamu ya kalau lagi di ruang rehabilitasi?"

"Iyaa tau, tapi pas tiba disana kamunya malah nggak ada. Kamu tau, gimana paniknya aku. Aku takut kamu kenapa-kenapa" sontak Ezra langsung menarik Salsa didalam pelukannya tanpa mempedulikan kalau mereka lagi di sekolah.

Dih drama banget

Aku masih menyaksikan interaksi dua sejoli ini di depanku. Asli nyesek banget. Mereka berpelukan begitu mesranya didepanku yang notabene seorang jomblo.

Kayak ada yang tertusuk tapi bukan sate.

Sakidd cuy.

"Aku nggak papa, Zra" ucap Salsa setelah mereka selesai pelukan.

Boleh nggak sih bilang kalau mereka berdua terlalu mendramatisasi?

Bukan berarti aku sirik, iri, dengki, ataupun semacamnya. Cuman bawaannya gedeg gimana gitu lihat Ezra yang perhatian pake banget. Kan jatuhnya alay. Cuih

"Pasti bukan papa kamu kan yang ngehukum? Nggak mungkin papamu segitu teganya ngehukum sampai lari-lari lapangan ditengah terik matahari kayak gini. Papa kamu pasti tau tentang penyakit kamu kan?" ucap Ezra setengah menunduk menjajarkan tingginya dengan Salsa sambil kedua tangannya memegang bahu Salsa.

Kelihatan banget dari sorot matanya kalau dia benar-benar khawatir.

Penyakit? Salsa sakit? Kok nggak kelihatan? Separah apa penyakitnya itu?

Banyak pertanyaan yang bermunculan begitu saja dalam benak ku namun urung aku tanyakan karena situasi yang tidak tepat. Ditambah aku yang bukan siapa-siapanya Salsa.

Sebenarnya sakit banget ngelihat mereka yang dari tadi romantis-romantisan didepanku. Seolah dunia hanya milik mereka berdua. Tanpa mempedulikan aku yang sedari tadi dikancangin oleh mereka.

Seharusnya aku pergi. Seharusnya aku memberikan ruang untuk mereka. Tapi apa yang aku lakuin. Aku justru menyiksa perasaanku sendiri dengan menyaksikan mereka yang bahkan kehadiranku pun tidak dianggap. Nyatanya rasa penasaran akan penyakit yang diderita Salsa lebih mendominasi.

"Yang ngehukum aku itu papa, Zra. Sebenarnya papa cuman nyuruh aku ngerjain tugas di ruang rehabilitasi aja tapi aku yang ngotot pengen lari. Menurutku nggak adil aja, Zra. Ketika yang lain dihukum lari dan ngerjain tugas sedangkan aku?"

"Nggak adil gimana sih, Sal. Dimana letak nggak adilnya coba? Justru papa kamu sayang sama kamu. Dia nggak mau kamu kenapa-kenapa"

"Udah marahin akunya? Udahlah Zra. Udah kubilang aku nggak papa. Seperti yang kamu lihat. Aku masih sehat. Lagipula aku cuma lari dua putaran doang kok. Aku nggak mau kelihatan lemah banget, Zra."

Aku menarik ujung bibirku. Tersenyum penuh arti padanya. Ini nih salah satu alasan lainnya aku suka sama Salsa. Dia itu cewek yang nggak mau menunjukkan sisi lemahnya pada sembarangan orang. Jangan heran kenapa aku bisa tahu segalanya tentang dia. Selama ini aku hanya bisa mengangguminya dari jauh. Terlebih aku juga sering mengorek informasi tentangnya untuk sekedar memenuhi rasa penasaranku. Tapi tidak dengan perkataan Ezra yang cukup membangkitkan rasa penasaranku. Selama yang kuketahui, Salsa itu cewek yang kuat.

Karena rasa penasaranku yang sampai sekarang masih belum terjawab, akhirnya aku membuka suara setelah sekian lama berdiam diri.

"Lo sakit apa, Sal?" mereka berdua langsung terfokus padaku. Lupa kalau dari tadi aku masih memperhatikan disamping mereka.

"Bukan urusan lo!" ketusnya sambil menggandeng tangan Ezra buat menjauh dariku.

Sedangkan Ezra tersenyum sinis kearahku. Bukan hanya itu. Ezra yang posisinya tepat disampingku langsung menabrak bahuku dengan kencang membuatku sedikit terhuyung kebelakang.

"Woii!!" tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang. Jelas itu membuatku terlonjak kaget.

"ASTAGAA!! Kaget aing!!" aku berucap istighfar sambil mengelus dada. Seolah yang baru datang itu hantu menyeramkan yang akan nyulik aku.

"Duh ilah yang barusan ngedrama"🙃Sahut setan yang tadi ngagetin aku, Dito namanya.

" apaan sih" aku menyingkirkan tangan-tangan jahil mereka di bahuku. Nggak tau aja aku lagi badmood.

"Lo jadi cowok kok sadboy bener. Nggak pantes. Mana jiwa fucekboymu nak?!! Tunjukkan!!" ucap Arfan yang begitu berapi-api.

"Yok Al ke kantin. Laper banget gue. Sekalian cuci mata lihat para cewek cantik. Biasanya jam segini tuh udah bertebaran aja. Lo tinggal pilih dah" ajak si Riski.

Kalau urusan cewek mah Rizki andalannya. Wajahnya yang sedikit kebule-bulean karena gen dari sang mama membuatnya dikelilingi para cewek cantik. Dan tentu saja sifatnya yang ramah membuat semua cewek yang dekat dengannya jadi nyaman dan akhirnya berujung baper. Maka dari itu jangan heran kelakuanku ketularan siapa.

Biasanya aku langsung gercep dengar ajakan Riski. Sambil ngegodain para cewek yang lagi ngantin. Tapi kali ini aku nggak semangat. Rasanya males aja gitu. Seolah-olah semangat yang selalu aku tampilkan setiap harinya luruh begitu saja.

"Lo dari tadi ngelamun aja, Al. Jangan-jangan lo habis kesambet setan yang ada di ruang rehabilitasi ya?" suara Arfan membuyarkan lamunanku. Aku aja nggak tahu kenapa tiba-tiba bisa ngelamun gini.

"😱😱jangan-jangan bener!! Eh Al, lo pernah denger mitos nggak kalau di ruang rehab itu ada sosok penunggunya. Katanya sih sosok mbak kunti yang bersedih dan sering melamun karena dulu pernah putus dari pacarnya" ucap si Cino medok.

"Oh ya? Lo nyindir gue?!" ucapku agak sewot.

"Biasa aja kali gausah ngegas gitu ngomongnya. Wong yang gue bilang itu beneran kok"

"Eits eits. Ngrumpinya dilanjut nanti aja setelah di kantin, oke. Kevin juga udah nungguin disana dari tadi. Keburu bel masuk ntar" Dito menggiring paksa kami semua ke kantin.

Terpaksa aku ikutin aja. Lagipula hari ini waktunya Kevin yang traktir kami berempat. Lumayan kan ada gratisan.

"Ehh guys menu kita hari apa??" teriak Arfan begitu kerasnya sampai terdengar diseluruh penjuru kantin. Aku yang mengekor dibelakangnya hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Awas, nabrak lo entar" peringatku padanya karena sejauh dari koridor sampai kantin, Arfan selalu berjalan mundur dan menghadap ke kami bertiga dan jangan lupakan ocehannya yang tidak ada hentinya.

"Bisa nggak sih kecilin suara lo? Pengang kuping gue njir!" protes Dito.

"Al, lo mau pesen apa? Biar gue pesenin sekalian" Arfan mengabaikan protes dari Dito.

Biasanya kalau Arfan sudah menunjukkan tanda-tanda perhatiannya padaku, itu tandanya dia benar-benar mengerti suasana hatiku saat ini.

Bisa dikatakan dari keempat sahabatku, Arfan lah yang paling mengerti segalanya tentangku. Termasuk sisi rapuhku yang tak pernah ku tunjukkan pada semua orang. Bahkan ,Varo, saudara kembarku saja tidak pernah tahu menahu tentangku. Dia mah bodo amatan orangnya.

"Bakso biasa aja sama air putih" jawabku sekenanya.

"Walah..walah, tumben-tumbenan lo waras, Al? Biasanya kan maruk banget lo"

"Eh cino medok. Bisa diam nggak lo?!" agak bete aja sih ngeladenin candaannya.

"Wahhahaha, Alga lagi pms gais" ini lagi. Kevin baru datang langsung bikin aku seketika pengen nampol mereka aja rasanya.

Sepanjang makan sih damai-damai aja suasananya. Tidak ribut dengan segala kejailan teman-temanku seperti tadi. Tapi saat tanganku memegang garpu yang siap aku tusukkan ke bakso, saat itu juga mataku menangkap dua sejoli yang sedang suap-suapan. Seolah dunia milik mereka berdua.

Kesal. Sangat kesal.

Kenapa nggak gue aja sih, Sal yang bisa dapetin senyum manis lo itu?

Saking kesalnya, tanpa kusadari bakso yang hendak aku tusuk tadi meleset dan melesat tepat kearah Dito. Apalagi sambal yang kutaruh lumayan banyak. Duh makin makin aja dah ini.

"ASTAGAA AL, MATA GUE TERNODAI!"

sontak semua tatapan tertuju pada meja kami. Termasuk sepasang kekasih yang digadang-gadang jadi pasangan the best couple of the year itu.

Asli. Malu banget rasanya. Apalagi tatapan mereka seolah menyimpulkan bahwa aku sedang melakukan hal yang tidak-tidak.

Sementara Dito yang masih saja merem sambil sibuk membersihkan matanya dengan tisu, aku mengambil segelas air kemasan. Aku meminumnya setengah setelah itu kusodorkan padanya.

"Nih air, siram tuh muka. Biar melek dikit" ucapku begitu santainya.

Dito sedikit berusaha membuka matanya sambil menatapku.

"Cckk, ogah! Bekas jigong lo. Yang ada ketampanan gue bisa luntur seketika ntar"

"Yaelah, yaudah sih" aku kembali meneguk segelas air tadi. Baru beberapa teguk sih tapi sepertinya aku mendengar sesuatu.

"Nah gitu, makan yang banyak biar sehat"

"Kamu pokoknya harus tanggungjawab, Zra!"

Byuurr

Seketika air yang belum sempat masuk ke kerongkonganku kusembur begitu saja.

Tanggungjawab?

Apa jangan-jangan Salsa?---

Bersambung...

Sorry kalau ceritanya nggak ngena dan geje.

Sekian.

Salam anget tai kucing

Deva😀🙏