webnovel

LOVE IN THE PAST LIFE

Surya Dewangga memiliki keluarga yang lengkap. Rumah tangganya sempurna seperti impian semua pasangan. Istri yang pengertian dan dua anak manis melengkapi kebahagiannya. Namun, dunianya tergoncang saat ia satu persatu bertemu dengan jiwa keluarga dari kehidupan sebelumnya. Mereka seperti bereinkarnasi bersama lagi. Sesuatu yang tak mudah untuk dipercayainya. Mulai dari anak-anaknya yang lain hingga sosok perempuan yang dulu menjadi istrinya. Dan nyatanya perasaan itu masih sama. Tak berubah! Sungguh membingungkan dan tak masuk logika. Tugas terberatnya adalah menyelesaikan urusan masa lalunya tanpa bertabrakan dengan alur hidupnya saat ini. Mampukah?

Dione_Vee · 現実
レビュー数が足りません
31 Chs

Menyusun Strategi Penyelamatan

"Ibu masih ingat ciri-ciri mobil itu?" tanya Surya yang sudah berkeliling beberapa jam di jalanan tapi tak juga menemukan mobil sang penculik.

"Aku nggak tahu persis. Kejadiannya cepat sekali, Ayah. Hanya sekejap mata. Yang aku ingat mobilnya warna hitam, ada penyok sedikit di bagian bamper belakang sebelah kiri," jelas Sarah.

"Maafkan aku. Aku lalai menjaga Lissa ..." Sarah menangis terisak. Andai dia lebih awas pada Lissa, mungkin penculik itu tak memiliki kesempatan melakukan aksinya.

"Padahal aku cuma berpaling sebentar, memindahkan pot. Lissa secepat itu diambil mereka," ucapnya masih shock.

Surya banyak terdiam selama menyetir. Otaknya terus berputar mencari cara bagaimana menemukan kembali Lissa. Jika lebih dari 24 jam Lissa belum ditemukan, tentu ia harus melaporkannya ke polisi. Tapi menunggu sampai 24 jam saja itu membuatnya sangat stress! Ia takut anak itu diperlakukan buruk oleh si penculik.

"Bagaimana, Yah?" tanya Sarah sambil meremas-remas jemari tangannya yang terasa dingin. Ia masih juga merasa stress dengan kondisi itu. Terlebih ia yang terakhir bersama dengan Lissa.

Air mata terus mengalir. Kantong mata Sarah terasa bengkak kini. "Maafkan aku, Yah …" gumamnya berulang kali.

"Sudah, tenanglah. Kita pasti akan menemukannya," ucap Surya menenangkan istrinya.

Baru saja mereka tadi membicarakan tentang keinginan mengadopsi Lissa, kini anak itu hilang. Kejadian yang sungguh tak mereka duga.

Sambil menyetir Surya terus berpikir. Bagaimana dia harus menyampaikan itu ke Gita nanti? Apa reaksi wanita itu saat tahu anak asuhnya diculik? Bermacam pertanyaan rumit terus memenuhi pikiran Surya. Beberapa kali ia tak konsentrasi hingga nyaris menyenggol kendaraan lain.

"Ayah, hati-hati," ucap Sarah setengah ketakutan.

"Kalau sudah begini kira harus segera lapor polisi," ucap Surya. "Tapi kita harus beritahu Gita dulu, karena dia walinya," imbuhnya.

Sarah menyetujuinya. Maka mereka memutuskan langsung menuju rumah singgah untuk bertemu Gita.

***

"A-apa?! Lissa diculik??" Gita kaget bukan main mendengar kabar yang disampaikan Surya.

"Iya, maafkan kami. Kejadiannya cepat sekali. Di depan rumah kami saat kami lengah," urai Surya singkat. Terlihat gurat penuh penyesalan di wajahnya.

Tumpukan kertas yang dipegang Gita jatuh dan berhamburan. Pagi itu ia tengah bersiap mengajar anak-anak asuhan sayap kasih yang tersebar di luar rumah singgah.

Tatapan perempuan itu masih kosong saat Sarah memeluknya sambil menangis. "Maafkan saya, saya yang tak bisa menjaganya," ucapnya menyesal.

Sarah berpikir Gita akan memarahi mereka, tapi reaksinya sungguh di luar dugaan. Gita tampak cepat menguasai diri. Ia membuka tas yang dibawanya dan menyerahkan buku gambar Lissa.

"Tadinya saya mau menyerahkan ini ke Pak Surya saat kita berkonsultasi dengan psikiater, tapi tak tahunya ada kejadian begini. Lihatlah apa yang digambar Lissa!" ucap Gita.

Surya membolak-balik lembaran kertas itu, awal-awal tak ada yang aneh. Hanya gambar anak-anak biasa. Tiba di lembar-lembar terakhir wajah Surya berubah saat melihat apa yang digambar Lissa.

"Apa ini?! Ia menggambar hal-hal yang menakutkan begini??" ucapnya dengan penuh gundah.

Sarah ikut melihat gambar itu. Mulutnya ternganga dan cepat ditutupinya. "Astagfirullah … astaghfirullah," gumamnya berulang kali.

"Saya tak tahu persis apa yang ada dalam pikiran Lissa. Tapi kalau saya bisa menebak, itulah hal-hal yang dilihatnya selama ini. Peristiwa yang terus diingatnya. Juga … apa-apa yang dilihatnya tanpa orang lain mampu melihatnya. Dia mungkin bagian dari anak indigo," tutur Gita.

Surya dan Sarah berpandangan. Ternyata anak itu tak semanis yang mereka tahu. Lissa menyimpan banyak rahasia dan kejutan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

"Kasihan sekali dia. Apa dulu sudah pernah dibawa ke dokter atau psikolog?" tanya Surya.

Gita mengangguk. "Sudah, Pak. Tapi hasilnya nihil. Ia baik-baik saja dan dinyatakan sehat. Baru-baru ini juga saya menemukan gambar-gambar mengerikan itu," terang Gita.

Wanita itu kemudian mengajak Surya dan istrinya menemui Rachmat.

"Ada satu lagi kejadian yang membuat kami tak habis pikir. Sebaiknya kita ketemu dengan penjaga rumah ini ke depan. Ayo!" ajak Sarah.

Surya mengikuti langkah Gita. Sarah terus memegang tangan suaminya. Rasa ketakutan dan bersalah masih kuat menguasai dirinya.

"Mat, kesini!" panggil Gita pada Rachmat yang saat itu sedang nongkrong di warung tak jauh dari pos jaga depan rumah singgah.

"Ih, kamu kemana sih? Disuruh jaga malah ngeluyur!" tegur Gita.

Rachmat tampak malu dan buru-buru mendatangi mereka. "Maaf, Mbak. Saya tinggal ngopi sebentar. Rasanya ngantuk sekali dari beberapa malam ini kurang tidur," katanya beralasan.

"Ya, aku paham," balas Gita. "Sekarang kita ada urusan penting. Sangat penting dan … gawat!" ucap Gita memberi penekanan pada kata terakhir.

"Aduh! Ada apalagi, Mbak?" tanya Rachmat. Sebelumnya ia menoleh dan mengangguk hormat pada Surya yang datang bersama Gita.

"Lissa hilang! Dia diculik!" Gita mengatakan itu dengan singkat.

Mendengar itu Rachmat kaget bukan kepalang. "Hah?! Hilang?? Diculik?!"

Gita mengusap wajahnya. "Iya, hilang. Coba kamu cerita lagi apa yang kamu bicarakan dengan orang aneh dari Sukabumi itu!" ujar Gita.

"Oh, maksud Mbak Gita, orang yang mau memberikan jimat untuk Lissa?" tanya Rachmat, ia masih belum paham keinginan Gita.

"Iya, orang itu. Kira-kira ada kaitannya nggak dengan kejadian ini?" tanya Gita.

Surya yang sama sekali belum mengerti dibuat penasaran. "Apa tadi kalian bilang? Ada orang asing ke sini dan tingkah lakunya mencurigakan?" tanyanya menuntut penjelasan.

"Iya, Pak. Tiga malam yang lalu ada orang aneh datang berkunjung ke sini. Malam-malam dia ke sini, mengatakan urusannya penting. Ia ingin menolong Lissa." Rachmat mulai menjelaskan.

"Apa urusan dia menolong Lissa, apa alasannya?" tanya Surya beruntun.

"Dia bilang Lissa diikuti penampakan atau arwah penasaran. Mereka mulai mengganggunya, dan itu yang menyebabkan Lissa sakit," ungkap Rachmat.

"Dia juga datang membawakan jimat, katanya untuk melindungi Lissa," imbuh Gita.

"Lalu, kenapa Lissa bisa hilang dari rumah saya? Bisa diculik dari rumah saya?" Sarah ikut menyela pembicaraan.

Mereka bertiga seperti bersepakat memandang ke arah Rachmat semua.

"Apa kamu menyebutkan di mana Lissa tinggal saat itu?" tanya Gita menyelidik.

Rachmat menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal.

"Dia terus mendesak, kalau belum diberitahu katanya tak mau pergi, jadi aku bilang. Dia sementara dirawat di rumah Pak Surya …" ucap Rachmat dengan takut-takut.

"Rachmaaat! Kamu ya …" Gita nyaris berteriak pada Rachmat.

Surya cepat melerai mereka. "Sudah-sudah, tak ada gunanya saling menyalahkan. Sekarang kita secepat mungkin mencari Lissa. Memastikan dia ada di mana atau diculik siapa," ujar Surya.

Rachmat menunduk. "Maaf, Mbak Gita … saya tidak tahu kalau kejadiannya akan separah ini. Yang penting saya menolak jimat yang mau diberikan, seperti perintah Mbak Gita," ucap Rachmat.

Gita masih diam, ingin sekali ia memarahi Rachmat. Tapi benar kata Pak Surya, tak ada gunanya saling menyalahkan.

"Siapa nama orang itu?" Surya bertanya, kembali ke persoalan. Ia ingin mengetahui identitas orang yang menjadi tersangka pelaku penculikan Lissa.

"Rudi namanya. Dia bilang datang jauh dari Sukabumi," jawab Gita.

"Iya, benar, Pak. Namanya Rudi. Saya punya nomer teleponnya." Rachmat menambahkan. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku bajunya. "Sebentar saya cari, kemarin saya memberikan keterangan tentang Pak Surya, dan saya meminta nomer telepon dia," ungkap Rachmat.

Wajah Surya sedikit lega, ada harapan di sana. Jika benar Rudi pelakunya, mereka akan cepat menemukan Lissa.

Rachmat menunjukkan selarik nomer pada Surya. Laki-laki itu buru-buru mengeluarkan ponselnya sendiri kemudian memencet nomer yang tertera dan menelponnya.

Telepon tersambung, tapi tak jua kunjung diangkat. Surya berulang kali mencoba menghubungi Rudi tapi belum berhasil. "Tak diangkat," gumamnya kecewa.

"Lalu, kita harus bagaimana?" tanya Rachmat bingung.

"Ya harus dicari. Sampai ketemu. Titik!" pungkas Gita.