webnovel

Tanpa Balasan

"Aaa..!!"

Adalah suara teriakan yang berasal dari Lisa. Semua pasang mata seketika terarah pada gadis itu. Pun Angel yang sedang membuang sampah sampai terkejut mendengar teriakan teman sebangkunya itu. Dirinya masuk guna memastikan teman sebangkunya itu dalam keadaan baik-baik saja. Namun, yang tertangkap kedua bola matanya adalah Lisa yang menaikkan kakinya pada kursi dengan pandangan yang terarah ke bawah. Angel bergegas menghampiri teman sebangkunya itu guna memeriksa sesuatu yang terjadi. Gadis itu juga mencoba untuk mencari akar masalahnya dari arah pandang Lisa yang terarah pada dinding di sebelah kursinya. Angel sampai merendahkan tubuhnya agar bisa melihat dengan jelas. Hanya saja, pilihannya barusan sepeortinya bukanlah ide bagus.

Angel seketika terdiam, menarik kursinya keluar dari tempatnya, dia turut naik ke atas kursi dengan memeluk sandaran kursinya. Menoleh ke arah Lisa yang telah melihatnya. "Aku juga takut," kata Angel.

"Kau berani melawan laki-laki, tapi takut dengan cicak?" tanya Lisa heran.

Angel menganggukkan kepalanya, karena tak ada yang salah dari ucapan teman sebangkunya itu. Untuk melawan atau mengambil cicak, Angel tak menyediakan nyalinya untuk hewan itu. "Minta tolong lainnya saja," ucap Angel.

Gadis itu menggerakkan kepalanya guna mencari seseorang yang bisa menolong mereka berdua untuk menghilangkan cicak yang sedari tadi tidak ingin pergi dari tempat Lisa dan Angel. Sayangnya, kebanyakan dari mereka hanya melihat tanpa ada yang berniat untuk menghampiri guna mengambilkan cicak itu. Pun satu persatu dari mereka langkah mengalihkan perhatiannya dan enggan menetap ke arah Angel dan Lisa yang sedang membutuhkan bantuan. Tanpa menunggu lama, Angel turun dari kursinya dan bergerak keluar untuk mengambil kayu yang akan dia gunakan untuk mengusir cicak.

Angel mencari kayu yang memiliki ukuran sedikit lebih panjang, dia ingin mengusir cicak itu dari kejauhan. Namun, beberapa menit ia mencari, tak ada kayu yang memiliki panjang lebih dari satu meter. Bahkan, kayu itu sendiri juga tidak dapat dia temukan. Mau tidak mau, dia menggunakan bambu yang memiliki ukuran lebih tipis sebagai alat untuk mengusir hewan itu. Lantas dia kembali masuk ke dalam kelas guna menyelesaikan masalah yang terjadi.

Posisinya kembali berjongkok untuk mengarahkan bambu kecil itu untuk mengusir. Berkali-kali dia arahkan, namun cicak itu hanya bergeser beberapa sentimeter dari tempat semulanya. Lantas setelah bergulat sendirian dan tak membuahkan hasil apapun, secara tiba-tiba seseorang bergerak mendekati cicak itu dan mengambilnya menggunakan tangannya. Kontan Angel menolehkan kepalanya, melihat Gaharu yang melakukannya. Laki-laki itu membawa akar permasalahannya keluar dari kelas, membiarkan cicak itu merayap di dinding luar.

"Terima kasih," kata Angel datar dari dalam kelas—melalui jendela yang langsung menampilkan presensi laki-laki itu.

Tak membalasnya, Gaharu langsung melangkahkan kedua tungkai masuk ke dalam kelas dan kembali pada tempat duduknya. Membuat Angel menatap laki-laki itu dengan tatapan sinis, kedua alis yang mengerut lantaran menganggap jika Gaharu adalah sosok yang sombong. Padahal, Angel juga sudah berbaik hati untuk mengucapkan rasa terima kasihnya karena telah dibantu. Pun Angel memutarkan bola matanya jengah, memilih untuk kembali ke kursinya setelah tak mendapatkan sikap yang baik dari ketua kelas itu.

"Dingin sekali, dia," cicitnya saat menarik kursi ke tempatnya.

"Tapi menurutku, Edwin masih lebih dingin darinya," balas Lisa yang langsung mendapatkan tatapan menyalang dari Angel.

Semua kegiatan kembali berjalan seperti sebelumnya. Mereka juga sangat tenang ketika kelas belum didatangi oleh guru mereka. Hanya tinggal jam pelajaran terakhir yang sebentar lagi akan mereka jalani sebelum menyelesaikan hari ini. Suhu di ruangan ini juga cukup tinggi, mampu membuat semua warga kelas ini menggunakan buku untuk menghilangkan rasa gerah mereka. Padahal, waktu sudah semakin sore, yang mana harusnya panas matahari juga sudah mulai berkurang. Entahlah, mungkin ini terjadi karena memang saat ini masih berada dimusim panas.

Selama kurang-lebih satu setengah jam, pada akhirnya saya mata pelajaran telah berakhir ditandai dengan adanya bel yang berbunyi dari luar kelas. Itu memang pertanda bel pulang sekolah. Dan secara otomatis semua siswa sekarang merapikan bukunya sebelum bersiap pulang ke rumah.

Hari ini, Angel sudah tidak khawatir semisal dia keluar dari kelas sedikit lebih lambat. Ya, karena memang dia telah membawa motor sendiri, yang mana tak akan membuatnya kebingungan hanya untuk mencari tebengan. Ah, mengingatnya kembali membuat gadis itu rasanya kesel. Namun, setelah beberapa menit kelas yang mulai sepi, secara tiba-tiba di pintu kelasnya itu dia mendapati temannya yang mencarinya. Iya, dia adalah Della. Gadis itu melambai ke arah Angel sebelum membawa tungkai yang masuk ke dalam kelas itu.

"Apa Edwin sudah pulang?" tanya Della dengan suara yang lirih.

"Sudah," jawab Angel Soraya menunjukkan kursi yang diduduki oleh musuhnya itu.

Della hanya menganggukkan kepalanya dengan mulut yang sedikit terbuka. "Jauh sekali bangku kalian," kata Della.

"Kalimatmu aneh sekali," jeda Angel, dia tengah menggendong tasnya sebelum kembali berbicara. "Sejak kapan aku ingin didekatkan dengan dia? Huh, aku tidak pernah berharap akan terjadi," katanya lagi bersamaan dengan bangkit dari kursi.

Keduanya berjalan keluar kelas menuju tempat parkir motor mereka. Di sela-sela langkah mereka berdua, Della menahan pergerakan lengannya, pun Angel juga mendengar adanya suara kegirangan dari temannya itu.

"Lihatlah, aku melihat Edwin," ucap Della yang terdengar sampai ke rungu Angel.

Yang disebelah Della hanya menutup salah satu telinganya selepas mendengar suara gadis itu yang memekakkan telinga. Apalagi foto bicaranya mengenai Edwin. Tak ada niatan untuk Angel mengetahui sesuatu tentang laki-laki itu—walaupun hanya keberadaan Edwin saat ini. Mau tidak mau membuat gadis itu harus berhenti guna menemani Della menikmati paras Edwin terlebih dahulu. Tidak bermanfaat untuk Angel, tetapi dapat menyenangkan hati Della. Sebagai teman, Angel hanya bisa menurutinya.

Angel menolehkan kepalanya menatap wajah Della yang terus tersenyum, itu juga membuat Angel tersenyum lembut. Pasalnya, temannya itu sangat bahagia walau melihat dari kejauhan. Detik berikutnya, Angel sedikit terkejut saat Della menarik-narik tangannya. Itu karena secara tiba-tiba Edwin berjalan menghampiri mereka.

"Angel, lihatlah! Dia datang," ucap Della.

Memilih untuk tetap pada posisinya, Angel hanya diam saat laki-laki itu berhenti di depan dirinya dan Della. Bahkan, dirinya mengalihkan perhatiannya dari presensi di depannya itu. Namun, saat Edwin menyerahkan buku di hadapannya, barulah Angel melihat ke arah laki-laki itu.

"Terima kasih,"

Angel sama sekali tak membalas ucapan Edwin, dia segera mengambil bukunya. Di sebelahnya, Della justru yang menimpali setelah Edwin berbicara.

"Kau baru akan pulang, ya? Hati-hati di jalan," ucap Della. Angel hanya menggeleng dengan kedua alis yang tertekuk, lantaran terkejut dengan kalimat Della barusan.

"Iya, kalian juga," kata Edwin.

Tepat setelah Edwin meninggalkan Angel dan Della, gadis yang berada di sebelah Angel itu seperti baru saja seperti mendapat tembakan panah cinta dari peri cinta. Della bilang, jika dadanya terasa panas dengan degupan jantung tak karuan. Tak lama setelahnya, barulah Angel menarik pergelangan tangan temannya itu untuk segera pulang.