webnovel

Chapter 47 Lead The Way

"Wah, jika begitu, di sini akan mudah lah," tatap Roland.

"Ya, tapi aku tak tahu berapa lama. Aku masih takut ada virus yang masuk, jadi aku mencoba beberapa kali memberitahu semua orang untuk tetap waspada. Kalian berdua tidak tergigit kan?"

"Tentu tidak."

"Syukurlah, semoga saja tak terjadi apa-apa di sini," kata Ariya.

"Jika aku boleh tahu, sudah berapa banyak orang yang menetap di sini?" tatap Roland.

"Sesuai data ku yang telah dikumpulkan banyak anggota, jumlah manusia di kamp ini ada sekitar 58 orang saja, mereka termasuk orang yang masuk juga dan ditambah Anda, pastinya 60 bersama Kachi," balas Ariya.

"Banyak juga ya..." Roland menatap tak percaya.

"Ya, sebenarnya pusat militer mengirimkan angkatan baru di sini, jadi para militer di sini... Um seperti yang aku katakan, dia masih muda dan terlalu awal, mereka juga kadang sangat malas berlatih, aku juga bingung dengan pola pikir mereka.... Zaman sekarang memang sangat aneh. Tapi untung nya begitu mereka tahu bahaya nya virus ini, mereka mulai perlahan lahan mau untuk berlatih meskipun beberapa yah... Ada yang masih belum mau..." cerita Ariya membuat Roland terdiam mendengar nya.

"Oh, ngomong-ngomong, apakah Anda mau menetap di klinik? Klinik di sini membutuhkan orang seperti Anda," kata Ariya.

"Oh, tentu, aku sudah lama tidak melakukan itu," balas Roland. Lalu mereka berjalan ke klinik dan di sana, Roland terdiam melihat ada banyak tentara yang duduk mengantri dengan adanya luka cedera, batuk, demam, dan lain-lain. Mereka terdiam seperti depresi dan batuk bersamaan, membuat Roland terdiam.

"Senior, lewat sini," Ariya berjalan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Lalu Roland berjalan ke sana.

"Hei, apakah mereka memang selalu banyak begitu?" Roland menatap.

". . . Ya, sebenarnya sedikit yang aku tahu bahwa mereka itu jelas pura-pura sakit, karena mereka sengaja lari dari pelatihan agar tidak terlalu capek mengikuti pelatihan ini dan juga mereka lebih memilih tercatat absen, karena itulah di sini banyak yang ada di sini...."

"Wah, wah, itu benar-benar sangat tidak bisa dikatakan baik," Roland hanya bisa menggeleng.

"Tak apa, selagi Anda memeriksa, katakan yang mana satu yang sakit benar-benar, aku akan tinggalkan sebentar jadi mohon bantuannya," kata Ariya, ia lalu berjalan pergi meninggalkan Roland yang duduk di sana.

Roland memeriksa dan membantu di setiap mereka yang datang, dan apa yang dia dengar itu benar-benar mengejutkan karena mereka rata-rata mengatakan kalimat yang sama.

"Anu, Dokter.... Sebenarnya aku hanya pura-pura sakit, tapi jangan beritahu komandan soal ini."

". . . Kenapa kau memberitahuku yang sebenarnya dan mengatakan jangan bilang pada komandan? Kau tidak takut aku akan melaporkan-nya?" Roland menatap bingung.

Lalu di antara mereka yang masuk satu-satu dan mengatakan kata yang sama juga. "Haha, maaf Dokter, tapi yang aku tahu, kau hanyalah orang luar, aku tadi melihatmu datang kan, jadi mungkin kamu hanya ditugaskan membantu saja."

Kata-kata itu benar-benar membuat Roland kesal. "(Cih sialan.... Lihat saja ketika aku diperkenalkan nantinya, mereka akan langsung tunduk dan takut padaku begini,)" Roland menatap kesal.

Di antara sela-sela pasien yang belum datang, ia menoleh ke sesuatu, menoleh ke satu benda yang berdiri di sana, yaitu losion nyamuk.

"(Aku dari tadi banyak melihat losion nyamuk, sepertinya tempat ini memang begitu banyak nyamuk, apalagi di tengah hutan begini. Mana di jalanan besar itu ada rawa yang tak jauh pastinya nyamuk-nyamuk yang bertelur di sana akan tahu bahwa di dekat sana ada pemukiman ini, tapi... Bukankah air itu beracun? Tidak mungkin hewan seperti nyamuk bertelur,)" pikirnya dengan bingung.

Lalu datang seseorang. "Permisi," ia menatap. Lalu Roland menunjuk duduk di hadapannya. "Apa keluhanmu?" tanya Roland padanya yang langsung duduk di hadapan Roland.

"Dokter, aku sakit mata," dia terus berkedip seperti matanya pedas membuat Roland bingung.

Lalu Roland mengambil senter mata dan membuka mata tentara itu. Tapi yang ia tahu adalah sesuatu yang aneh. Ia langsung tahu sesuatu dan langsung menarik rambut tentara itu. "Akhh!!" tentara itu terkejut kesakitan.

"Ah, maaf," Roland langsung melepas tangannya, dia tidak tahu bahwa dirinya sendiri tak sadar melakukan itu.

"Dokter? Apa yang kau lakukan?"

"Haiz.... Aku tahu rencana-mu, kau menggunakan losion nyamuk kan, membuat mata-mu pedas dan perih. Hanya untuk mengeluhkan kau sakit," kata Roland. Rupanya ia menarik rambut tentara itu karena dia kesal, dan sudah tahu soal rencana tentara itu.

". . . E... Kenapa kau bisa tahu?"

"Kandungan losion sudah aku rasakan dan kau benar-benar menggunakan ini. Apakah kau tahu itu dapat menyebabkan injulasi, kanker mata, dan lain-lain, karena kandungan itu hanya untuk kulit, bukan mata yang sangat sensitif... Losion anti-nyamuk mengandung bahan kimia yang tidak disukai nyamuk. Bahan kimia tersebut ada yang berasal dari kandungan tumbuhan atau zat kimiawi seperti permetrin, DEET, dan picaridin. Permetrin adalah senyawa kimia buatan yang digunakan sebagai obat dan juga insektisida. Dalam pengobatan, senyawa ini digunakan untuk kudis dan kutuan dengan cara dioleskan. Sebagai insektisida, senyawa ini disemprot pada baju atau kelambu untuk membunuh serangga-serangga yang menyentuhnya. N, N-Diethyl-meta-toluamide, juga disebut DEET atau diethyltoluamide, adalah bahan aktif yang paling umum dalam penolak serangga. Picaridin adalah zat yang banyak digunakan pada losion anti-nyamuk dan diklaim aman untuk anak. Picaridin diekstrak dari tanaman genus piper (lada) yang kemudian dikembangkan di laboratorium untuk dijadikan sebagai zat aktif anti-nyamuk. Tapi bukan berarti itu aman bagi mata juga," kata Roland sambil memasukkan tangannya ke saku tentara itu dan menemukan satu losion, membuat tentara itu terdiam kaku. Roland menyimpan losion itu di sakunya sambil menatapnya dengan tatapan sombong.

"Dokter, siapa kau sebenarnya?" tatapnya dengan agak terkesan pada Roland.

". . . Tanya saja pada komandan-mu, dia tahu aku," balas Roland sambil tersenyum kecil meletakkan losion itu di sakunya dan masih membuat tentara itu terdiam.

Tapi ada tentara yang datang. "Dokter, ada tentara terluka," tatapnya.

"Suruh dia kemari."

"Tapi, ia terluka sampai tidak bisa bangun."

Roland segera ke luar bersama tentara tadi. Tampak di sana ada tentara-tentara yang tadi mengantri duduk menjadi berdiri melihat sesuatu di antara mereka.

Roland terdiam ketika melihat satu tentara yang babak belur, kotor di bawah dan dibawa oleh tim tandu.

"Dimana kalian menemukannya?" Roland menatap.

". . . Di pagar kamp, tepatnya di luar," balas dua orang yang tadi membawanya datang.

Roland tidak mau berlutut mendekat. Dia lalu melihat sekilas ada suatu bekas luka di leher tentara yang babak belur itu.

"Dia tergigit!!" Roland terkejut baru sadar.

Di saat itu juga, kebetulan sekali, tentara terluka itu bangun dengan mata putih bengkak-nya dan mengaum langsung berdiri. Semua tentara panik melihat itu dan akan kabur, tapi kekacauan terjadi ketika zombie itu menggigit leher satu persatu tentara yang ada di sana. Hingga darah muncrat ke mana-mana termasuk tentara di samping Roland tadi yang melapor ada tentara terluka, hal itu membuat pipi Roland terciprat darah itu.

Ia menoleh ke satu tentara di sampingnya lagi yang tentara tadi pura-pura sakit dengan losion.

"Apa yang kau tunggu!!" Roland berteriak membuat tentara itu tersadar dari lamunannya.

Tapi tiba-tiba ada satu zombie yang berdiri bangkit, ia akan menyerang tentara itu yang terdiam kaku. Sepertinya ketakutan membuatnya terkaku.

Roland menoleh padanya dan menjadi terkejut bingung karena tentara itu menutup matanya karena takut, tapi zombie yang akan menyerangnya itu menjadi seperti mengendus-endus tidak menyerang.

Dan ia malah menyerang Roland yang terkejut tanpa persiapan.

Roland menahan bahu zombie itu membuat Roland terpojok sendiri.

"(Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak menyerangnya?) Sialan!! Pergilah dariku!!" Roland memukul zombie itu hingga jatuh ke bawah dan ia kembali melihat ke tentara tadi.

"Pecundang, kemarilah!!" ia menarik bahu baju tentara itu membuatnya tertarik ke sana.

Roland menariknya hingga ke ruang kantor di klinik itu. Mereka menutup pintu tapi masih akan terdobrak oleh zombie itu, Roland mendorong lemari dan menutup pintunya.

Mereka berdua kini yang hanya ada di dalam dengan napas terengah-engah.

Tentara tadi menutup tirai jendela agar semua zombie itu tidak melihat mereka yang ada di dalam kantor gelap itu.

"Huf... Sial, perubahan mereka benar-benar sangat cepat," Roland bernapas cepat. Lalu ia menoleh ke tentara itu yang masih terdiam menatap jendela dari penutup itu.

Tiba-tiba saja Roland menarik kerahnya dan memojokkannya di dinding. "Kau.... Dimana jiwa tentaramu? Apakah kau ini seperti pecundang, huh!! Kau mau dipukul banyak komandan jika sikapmu begini?!" Roland menatap kesal. Meskipun begitu, suaranya tidak berteriak, tak akan memancing zombie-zombie itu.

Tapi siapa sangka, rupanya di kantor itu bukan mereka berdua, melainkan mereka bertiga. Ada satu orang yang bangkit dari matinya, menjadi zombie perlahan melihat mereka yang menoleh.

Dia berlari menyerang di tempat sempit itu. Hal itu membuat Roland mendorong tentara itu ke bawah untuk berlindung membuat tentara itu terkejut jatuh.

Roland sendiri menangkap bahu zombie itu dan memojokkannya di dinding.

"Dokter, kenapa kau ahli dalam memojok begitu?" tentara itu menatap polos dan bukannya malah membantu.

"Cepat ambil sesuatu," Roland menatap. Zombie itu bahkan mengaum bisa menimbulkan suara jika mulutnya tidak tertutup.

Tentara itu menemukan selotip kuat dan menunjukkannya pada Roland yang mengangguk cepat.

Tak lama kemudian, zombie itu terikat di kursi gerak dengan mulut yang terselotip, tapi aktifnya tetap memberontak seperti hewan.

"Huf.... Huf.... Aku akan mati," Roland terperosot di bawah sementara tentara tadi menatapnya polos.

Lalu Roland ikut menoleh. "Siapa namamu?" tatapnya.

". . . Aku, Dian."

"Pft, nama yang aneh. Ibumu yang memberikan-nya?"

". . . Tentu saja, memangnya siapa yang memberikanmu nama?"

"Hahaha, siapa yang bilang bahwa aku punya ibu untuk memberikan-ku nama," tatap Roland.

Hal itu membuat Dian terdiam mendengarnya. "(Itu pasti sangat sedih jika aku minta dia menceritakan-nya.)... Dokter, bisa kita bicara lain seperti cara keluar dari sini?" tatap lelaki tentara yang bernama Dian itu.