webnovel

LATHI (LIDAH)

(Kowe ra iso mlayu saka kesalahan, ajining diri ana ing lathi) "Kamu tidak bisa berlari meninggalkan sebuah kesalahan, harga diri seseorang terletak pada lidahnya."

Januar_EL_Capirco · ホラー
レビュー数が足りません
327 Chs

Kesempatan Yang Gagal

Setelah seharian terjebak dan kebingungan untuk mencari kebebasan dari belenggu hutan, mereka yang bersusah payah itu akhirnya menemukan sebuah titik temu tetapi Randu seorang diri yang mampu mendengar sebuah bisikkan dari angin.

Baginya mendapatkan jalan itu tentunya membuatnya harus bisa memanfaatkan situasi segenting apapun, bahkan sebelum ayam berkokok dia sudah berusaha mencari sesuai keinginan yang didengar.

Pagi sudah menyinarkan terang, dedaunan yang basah terkena guyuran hujan semalam cukup deras. Putri sudah terbiasa dengan mencari beberapa ubi untuk dibakarnya sebagai bekal sarapan.

"Ini Randu, ke mana ya? Semoga saja teman-teman mau memakan ubi bakar ini, ya meskipun makanan kampung dan sederhana."

Tito dan Jono yang menyusul terbangun mencoba mencari makanan maupun air untuk dikonsumsinya, barulah beberapa waktu Randu telah datang membawa ayam hasil ia berburu.

"Dari mana?"

"Buang air sekalian ini nyari ayam udah aku bersihin tinggal masak, yang lain ke mana?"

"Putri masih tidur, lainnya cari air sama makanan lainnya."

"Ya sudah sini aku bantu."

Mereka berdua yang menghabiskan waktu bersama cukup lama, bahkan sempat Randu mencoba mengutarakan apa yang ada dalam perasaannya.

"Em... boleh aku nanya serius?" Tanya Randu yang garuk-garuk.

"Kamu itu selalu bicara serius jika sama lainnya."

"Em, jadi aku itu sayang sama seseorang yang buat aku entah mengapa ingin sekali punya pacar dia."

"Hubungannya sama aku, apa?"

"Gak ada sih, cuman kamu itukan cewek jadi ya aku ingin tahu aja apa yang disukai para cewek."

"Setiap manusia akan menumbalkan baik satu atau lebih dari itu, sebagai perwujudan salah satu cinta yang terkadang bisa saja dibalas dan juga sebaliknya."

Obrolan yang panjang tiba saja terhenti disaat Putri bangun dan disusul teman lainnya, Randu yang mencoba memberikan kupasan ubi itu mendapatkan sebuah senyuman mekar.

Semua yang telah makan memulai perjalanan kembali, Randu mencoba mengikuti arahan angin tersebut berhasil menemukan pos satu. Tetapi dengan terpaksa mereka gagal mendapatkan bola merah.

Seluruh kawanan telah dijemput tim sar karna cuaca cukup tidak mendukung, akhirnya kembali ke titik awal dan pulang ke sekolah.

Siang yang telah ditunggu untuk pembubaran kegiatan kemah mencari jejak belum juga terlaksana, Randu yang selesai turun dari truk langsung berlari menuju ke kamar mandi.

"Eh, cincin. Aku mau mengutarakan cinta sama si Randu, bantu dong. Kok aku susah ba nget mengutarakannya, sementara sama cewek-cewek lain bisa. Kan gak adil."

Disaat dirinya hendak mencoba menjilat suara gedoran pintu kamar mandi cukup keras, hal ini membuatnya tidak nyaman dan akhirnya membuka pintu tersebut.

Pak Broto yang ditakuti banyak murid di sekolahan membuat Randu terus melihati hingga kejauhan, namun semuanya justru terbalas dengan perilaku sama.

Randu yang terus menerus melihati tentunya tidak melihat jika di depan ada sebongkah kayu berdiri tegak, dia yang mendapatkan tawa kecil dari teman beda kelasnya membuatnya malu.

"Makan itu kayu, udah tahu kayu bukan cewek masih aja nyosor."

"Enak aja ngomong. Begini juga banyak idaman cewek tahu gak? btw Rindu di dalam?"

"Iya, tadi sih habis dapat penanganan sedikit dan minum obat tapi gak papa juga. Kenapa emang?"

"Nanti anter balik yuk, bro. Secara jalan yang kau beri itu muter-muter malahan, yang ada kita malah hilang ketelen bumi."

Tak lama setelahnya sebuah panggilan untuk peserta kemah telah terdengar dan semua berbondong-bondong menuju ke lapangan, Rindu yang memaksa bangun dari tidurnya di kelas dalam perawatan.

"Nah itu orang yang pura-pura pingsan lagi akhirnya bosan juga tidur."

"Gak usah mulai deh, Put. Randu kali ini malas berdebat, gak usah mulai."

Rindu yang berusaha berjalan malah justru tiba-tiba saja terjatuh, tentunya hal tersebut langsung dibantu oleh Tito dengan refleks.

"Aku akan melindungimu, Rin. Apapun keadaannya dan di manapun, Tito janji." Tito yang membopong Rindu itu tiba saja menangis, sementara teman lainnya sudah menuju ke lapangan.

"Kok, nangis? Tito keberatannya? Maaf jika merepotkan, terima kasih banget udah mau menolong dan mengantarkan. Tapi ada baiknya kamu ke lapangan, aku gak mau orang lain melihat jika kita ada apa-apa dan memiliki sebuah hubungan."

"Aku boleh minta nomer kamu? Ya buat menghubungi biar mudah, secara juga gak lama bakalan ada pembelajaran mauan toh?"

"Boleh, emang hp kamu gak mati pas di hutan? Secara yang lain kena air hujan mati."

"Hp aku tinggal di rumah, cuman minta di buku nanti pulang kemah bakalan aku chat duluan."

Mereka yang bertukar nomer tak sempat diketahui oleh Randu, Tito yang meninggalkan Rindu seorang diri ke lapangan juga.

Semua yang ke lapangan tiba-tiba saja Danu menyamperi dan melihat kondisi Rindu, ada sebuah kekhawatiran nampak jelas di matanya.

Dengan berbekal keberanian ia yang meminta izin ke kepala sekolah untuk segera mengantarkan ke Rindu ke rumah diperbolehkan, Danu yang hanya memiliki sepeda mini telah menggendong hingga parkiran.

"Aku belum mau pulang, mas."

"Kenapa? Apa kepikiran acara kemah? Kenapa sih kamu harus satu kelompok dengan si kucrut itu?"

"Adik juga gak tahu, mas Danu kita makan dulu yuk. Rindu pengen mie."

"Ya udah, di rumah aku saja. Ibu pasti senang ada kamu."

"Boleh juga."

Rindu yang menuju ke rumah Danu sangatlah disambut hangat oleh orang tuanya, bahkan kearaban begitu dekat dan bahkan ia diperbolehkan masuk ke dalam.

"Kalian tumben bareng pulangnya, udah satu ya?"

"Apaan sih, bu? Tadi itu Rindu pingsan, terus pas di hutan juga ia tersesat."

"Lah kamu kenapa gak lindungi juga? Kan kasihan, nak Rindunya. Ini terakhir kali ya dengar Rindu kenapa-kenapa."

"Gak papa kok, bu. Syukur berkat pertolongan Tuhan semuanya dipermudah."

Rindu yang masuk ke dalam telah mengobrol banyak bersama bu Ratna, tentunya Danu pemilik rumah tersebut telah menyuguhkan beberapa camilannya untuk disantap. Dia yang awalnya sedikit malu-malu akhirnya malah justru disuapi.

"Gak papa, udah gak usah sungkan. Ibu aku emang begitu sama anak cewek, tetangga cewek semua aja kelakon itu nyuapin dan kalau perlu malahan seluruh dunia."

"Apaan sih, Dan? Jangan begitulah, dulu juga kamu ibu suapin sampai sekarang."

"Masak, Danu minta suapin?"

"Benar itu, Rin. Danu itu meskipun badannya aja kekar kayak cowok di serial-serial drama, tapi mah jiwa layu ada."

"Aku itu punya adik, tapi gak tahu dimana sekarang. Tapi sekarang kita menyerah buat nyari."

"Kalau boleh, Rindu mau bantu cari. Siapa tahu cepat ketemu, oh iya ada fotonya?"

"Jangankan foto, nak. Tahu jenis kelaminnya saja enggak."

"Ya ampun, lupa jemput emak."

Rindu yang sudah merasa enak itu harus segera menjemput emak di terminal karena baru saja pulang dari kampung, tanpa tujuan pasti dia telah melakukan mencuci piring sekaligus berpamitan. Danu yang hendak mengantarkan ke tempat tujuan justru ditolaknya mentah-mentah. Sementara itu bu Ratna juga meminta nomer ponsel.