webnovel

First Encounter in Rhein

Kami berempat di teleportasikan ke medan perang.

"Huft.." aku menghela nafas

"Dimana ini?" Tanya Mack

"Aku tidak tahu. Tapi, Game ini kan seharusnya berdasarkan tempat dimana perang dunia 1 atau perang dunia 2 terjadi" Sahut Kurst.

Kami berempat berada di tepi sungai, tepatnya depan kami adalah sungai yang besar, apakah ini Amazon? Namun sayangnya di History otak ku tak ada perang WW2 bertempat di Amazon. Di sisi kiri, kanan, dan belakang kami dikelilingi oleh tebing yang kira-kira tingginya 4 meter. Di sebelah kiri kami terdapat Sandbags. Jika tak tahu, Sandbags adalah tumpukan karung yang berisi pasir, dalam perang biasanya digunakan untuk membuat perlindungan agar tak tertembak musuh.

Arus sungai berasal dari arah Sandbags, kuanggap saja itu sebagai hulu sungai. Terdapat tembok tinggi sedikit transparan berwarna merah dari arah hulu sungai. Mungkin saja itu batas Battlefield-nya. Berarti kita berada dekat dengan ujung pembatas. Jika begitu aku harus melihat ke arah hilir sungai.

Aku berjalan menuju sungai agar dapat melihat apa yang ada di hilir sungai. Saat kaki-ku menyentuh sungai aku merasa sedikit kedinginan. Ya tentu saja karena air sungai mengalir cukup deras airnya pasti dingin. Saat mata kaki-ku sudah tenggelam, aku dapat melihat ada jembatan besar yang membuka jalan dari sisi sungai ke sisi sungai lain. Seketika itu aku langsung sadar.

"Ini bukan sungai biasa, ini Rhein!!" Teriakku

"apa Rhino?" Tanya Kurst.

"RHEIN!!" sembari menjawab Aku juga memukul kepala Kurst.

"Rhein? tempat apa ini?" Tanya Mack.

"Rhe-Rhein adalah salah satu sungai terpanjang di Eropa, su-sungai ini melewati beberapa negara di Eropa seperti Belanda, Swiss, Austria, Prancis, dan Jerman." Jawab Diva.

"Bila dalam World War 2, sungai ini sangat penting sebagai titik balik sekutu agar bisa menyerang Jerman" lanjutku.

"kalian berdua tau banyak ya.. apa kalian ahli geografi dan sejarah?" Tanya Mack sedikit bercanda.

Aku dan Diva hanya terdiam, memang, maksud kami adalah menghiraukan pertanyaan bodoh Mack.

"Pembahasan kalian membuatku mengantuk.." Sahut Kurst.

Aku berjalan kembali menuju tepi sungai ke tempat rekan rekanku berada. Kemudian aku menggunakan jam tangan ku untuk membuka Hologram Map.

Setiap Squad Leader akan diberi sebuah jam tangan, tidak hanya sebagai penunjuk waktu, jam tangan ini juga berfungsi sebagai Peta dan sebagai pemberi tahu lokasi, atau sebut saja GPS. Maksud dari GPS adalah bila saat waktunya pemindaian, di dalam game menyebutnya Blimp, kita dapat dapat mengetahui lokasi musuh dan begitu juga musuh dapat mengetahui lokasi kita.

Map terbuka, mataku langsung mencari gambar petunjuk arah mata angin. Ternyata gambar itu berada di pojok kanan bawah peta. Menurut gambar, mata angin arah hilir sungai adalah utara dan hulu sungai adalah selatan.

Menurut map, tiap bagian di map terbagi menjadi 8x8 kotak. Tiap satu kotak mewakili wilayah sejauh 500 meter persegi. Bagiku ini seperti catur, mengamati kotak secara vertikal bisa dikatakan huruf abjad dari huruf a sampai h sedangkan secara horizontal adalah angka 1 sampai 8.

"Kita berada di ujung F2 mendekati E2." Jelasku sambil menunjuk bagian dimana Squadku berada.

"katanya musuh akan terdeteksi bila membuka map, lalu dimana musuhnya?" Tanya Mack.

"jika ingin mendeteksi musuh, kita harus menunggu Blimp.." Jawab Kurst

"lalu kapan Blimp itu terjadi?"

"menurut peraturan, jika awal permainan Blimp terjadi 2 menit setelah pemain diteleportasikan" Jelasku.

"a-anu, aku melihat musuh disebrang sana" Sahut Diva.

"Apa? Dimana!!?" Kami bertiga kaget mendengar kalimat diva, dan secara tidak sengaja kami mengatakan hal yang sama secara bersamaan.

"Mppfftt..Bwahahaha. ka-kalian kok bisa bersamaan gitu sih.." Diva tertawa seolah tidak melihat musuh barusan. Tapi, aku terkejut ternyata Diva dari tadi mengintai sekitar tempat ini.

Saat Diva masih tertawa aku melihat sebuah sinar cahaya kecil dari sebrang sungai. Aku memiliki firasat buruk tentang cahaya itu.

"Mereka akan menyerang!" aku berteriak untuk memberi tahu rekan rekanku.

"Ap-" Diva terkejut dan menoleh kearah musuh.

DORR!! Terdengar suara tembakan.

"Menunduk Bodoh!" aku mendorong Diva hingga jatuh ketanah.

TCDAAANGG!!

Peluru dari serangan musuh mengenai helm yang kupakai hingga helm tersebut terpental jauh dariku.

Tciuu!! Swingg!! Dorr!! Dorr!!

Tim musuh menghujani kita dengan pelurunya. Tapi tak ada satu peluru pun yang mengenaiku maupun kawan kawan ku. Mungkin jaraknya terlalu jauh hingga peluru tak dapat mengenai target dengan tepat.

"A-anu Mika, sa-sakit!!!" Diva merasa kesakitan karena aku menjatuhkannya ke tanah dan tanganku yang masih mendorong kepalanya ke tanah.

"Ah, ma-maaf" aku meminta maaf sembari melepaskan tanganku dari nya.

"Kalian ini pacaran saja, kita sedang diserang tau!!" Sepertinya Mack terlihat iri melihat aku dan Diva.

"Bukankah kau yang setiap kali pacaran di game ini." Disini yang kumaksud adalah pertengkaran mereka yang tak pernah berhenti.

"Arg-ARGHH!! Sudahlah!!, musuh menyerang tau!!, pikirkan bagaimana kita bisa keluar dari situasi ini!!" wajah Mack Memerah, entah dia tersipu malu atau marah atau dia hanya kepanasan.

Mack sedang menyerang balik menggunakan senjata SMG nya, tapi menurutku itu tidak efektif, karena jarak musuh terlalu jauh darinya. Diva, dia malah berlindung di Sandbags dan menangis ketakukan.

Di dalam Map dari tempat ku berdiri hingga ke sebrang sungai sekitar 1 per 4 kotak, mungkin jarak sungai ini 250-300 meter. Jika begitu, kami tetap tak bisa mendekat untuk mengalahkannya. Mungkin memang harus menggunakan senjata jarak jauh. Apakah aku harus menggunakan mortarnya sekarang? Argghh aku bingung! kepalaku seperti mau meledak.

"HEYY!!"

Suara siapa itu? Aku langsung mencari sumber suara. Suara tersebut berasal dari belakang ku. Belakangku kan tebing? Memangnya siapa yang sudah memanjat tebing dalam hujan peluru ini?

"Aku Sudah membuat Barikade!!"

Saat aku menoleh ke belakang, aku langsung terkejut. Ternyata itu Kurst yang sudah berada diatas tebing.

"KENAPA KAU BISA SAMPAI DISANA!!??"

Aku heran kenapa dia bisa sampai disana dalam hujan peluru ini. Dan heran-nya lagi dia sudah membuat barikade. Dan kenapa dia bisa membuat Barikade? Padahal dia bukan Engineer.

"Waktu bercanda selesai, Mack, gunakan smoke!!" aku menyuruh Mack menggunakan bomb smoke yang dibawa nya.

"Smoke?" Mack mengeluarkan rokok yang berada di saku baju nya.

"Bomb Smoke, Bodoh!!" Aku memarahinya dan membuang rokok yang dia bawa.

Mack mengambil bomb smoke yang berada di saku bomb nya. Kemudian dia membuka tuasnya dan menjatuhkannya kebawah.

Asap mulai berkeliaran disekitar kami. Kami bertiga pun memanjat tebing selama asap ini melindungi kami.