webnovel

Casino

Sesampainya di meja besar dan memanjang tersebut, Miranda seketika menghempaskan bokong di kursi kosong bersama Ursula yang duduk di sebelahnya. Sedangkan beberapa orang yang sedang terfokus bermain kartu dengan wajah serius sejenak menoleh ke arah dua orang yang baru saja datang; seorang pria bertubuh kecil dengan rambut golden blonde-nya dan seorang wanita yang tidak jelek dan juga tidak terlalu cantik dengan pakaian pelayan-nya.

Pria berusia empat puluh tahunan dengan model rambut keriting seperti pir tiba-tiba menggeram frustrasi. Pria itu kalah dalam permainan. Di seberangnya, terdapat seorang pria berjubah hitam yang memenangkan permainan hanya terlihat sedikit menarik sudut bibir dan menikmati sebatang cerutu yang ia hisap. Ekspresi dan wajah pria itu tidak terlihat jelas karena tertutup oleh jubah hitam yang ia kenakan.

Ursula memandangi si pria yang kalah dalam permainan kemudian mendekatkan bibir untuk berbisik lirih kepada Miranda, "Bukankah pria itu adalah keluarga bangsawan Baron Philips? Kudengar dia baru saja mendapatkan gelar bangsawan, tetapi kini justru kalah dalam taruhan dan kehilangan banyak uang. Sungguh pria yang malang," bisiknya sembari melirik pria keriting tersebut. Ursula yang memiliki rasa keingintahuan tinggi, membuatnya cukup banyak mengetahui berbagai informasi ataupun gosip yang sedang beredar di penjuru Kekaisaran Delphin.

"Hmm, lalu apa kau tahu siapa pria aneh yang memakai jubah hitam itu?" Miranda justru terfokus pada sang pemenang permainan yang terlihat misterius.

Ursula seketika beralih menatap pria berjubah hitam yang dimaksud. Pria itu hanya bersikap biasa saja sembari menikmati sebatang cerutu saat ia memenangkan permainan. Sungguh berbeda dengan sikap kebanyakan orang yang telah berhasil memenangkan lotre. Bahkan, jika Ursula yang memenangkannya, mungkin gadis itu sudah melompat kegirangan dan memberitahukan ke seluruh dunia jika ia usai memenangkan lotre.

Tanpa ada yang tahu, di balik penutup kepala jubah hitam yang dikenakan sang pria misterius, terdapat sepasang iris mata biru sebiru saphire yang tertuju kepada Ursula yang sejak tadi terus memandanginya. Gelenyar hawa dingin seketika menyeruak dan menyergap sekujur tubuh pelayan mungil itu saat diam-diam ditatap oleh si pria misterius.

Dengan wajah sedikit takut, Ursula kembali mendekatkan kepala untuk berbisik lirih kepada Miranda, "Saya tidak tahu siapa dia, Lady. Namun yang jelas, dia terlihat begitu mengerikan." Ursula masih dengan raut wajah ketakutan.

"Baiklah, pemain selanjutnya!" Seorang pria paruh baya yang merupakan bandar dalam permainan tiba-tiba berdiri dan meninggikan suara. Dia adalah Derek.

Hening. Sepersekian detik tidak ada yang menjawab. Mereka hanya saling melempar pandang seolah tidak ada lagi yang ingin bermain.

"Emm, apakah permainan kita sudah cukup sampai di sini?" Derek kembali bertanya untuk memastikan.

Menghela napas panjang, seorang gadis mencoba memberatkan suara agar terdengar seperti suara seorang pria, "Aku ingin bermain," ujarnya sembari mengangkat sebelah tangan. Ya, tentu saja dia adalah Miranda yang sedang menyamar sebagai seorang pria dengan kumis dan rambut palsu berwarna golden blonde.

"Baiklah, kau akan bermain dengannya." Derek mengarahkan pandangan kepada pria berjubah hitam yang sebelumnya memenangkan permainan, "Argon."

Miranda mengernyit dan memikirkan sebuah nama asing yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Argon, sebuah nama samaran yang diberikan pada pria misterius berjubah hitam tersebut. Dia cukup terkenal dan sulit dikalahkan di meja kasino. Namun, tidak ada yang mengetahui identitas asli dari pria misterius tersebut. Jika Argon telah datang untuk mengunjungi Knoxville, maka sangat jarang seseorang dapat keluar dengan membawa kemenangan dan mendapatkan uang taruhan.

Miranda beranjak bangkit dan pindah di kursi milik Baron Philips, pria yang sebelumnya kalah, tepat di depan Argon. Ursula juga ikut menghempaskan bokong di kursi samping Miranda yang kosong untuk mendampingi dan mendukung majikannya tersebut. Kini, mereka telah siap memulai permainan.

"Bisa kita mulai sekarang?" Derek bertanya sembari memandangi Miranda dan Argon secara bergantian.

Miranda mengangguk dengan wajah penuh antusias sembari melayangkan tatapan tajam kepada Argon. Sedangkan Argon hanya mengisap ujung batang cerutunya lalu mengembuskan asapnya ke depan, seolah sedang mengejek Miranda yang duduk tepat di depannya. Mengernyitkan dahi, Miranda tidak habis pikir dengan sikap arogan pria tersebut. Batinnya menjerit, 'Oh astaga! Angkuh sekali pria itu.'

Suasana di meja kasino dalam sekejap menjadi lebih hening. Dua orang pemain tengah menjadi pusat perhatian. Mereka ingin mengetahui siapa yang akan menang dan siapa yang akan menjadi pecundang.

Dua tumpuk koin chip berwarna orange atau biasa disebut sebagai labu yang bernilai satu koin setara dengan satu keping koin emas, disajikan di atas meja. Masing-masing tepat berada di depan Miranda dan Argon.

Permainan pun dimulai dengan Derek yang mulai mengocok kartu. Bandar itu kemudian membagikan masing-masing dua kartu pada Miranda dan Argon dengan tiga kartu yang diletakkan sejajar di atas meja.

Miranda mulai mengintip kartu yang didapat; King Sekop dan King Hati. Derek kemudian membuka tiga kartu yang sebelumnya disajikan di atas meja; King Keriting, As Hati, dan As Wajik.

Miranda diam-diam melirikkan ekor mata untuk menatap ekspresi Argon yang duduk di hadapannya. Gadis itu ingin menebak kartu apa yang dapatkan dari guratan ekspresi pria tersebut. Namun, percuma karena tidak ada apa-apa yang terlihat di sana. Wajahnya tertutup oleh penutup kepala jubah hitam.

Batin Miranda bergolak kesal, 'Mengapa dia harus memakai jubah saat bermain? Apakah dia sedang menyembunyikan wajahnya yang buruk rupa? Aku jadi tidak dapat melihat ekspresi wajahnya.'

Argon memberi isyarat untuk menaikkan taruhan. Kini, sepuluh tumpuk koin chip berwarna orange dipertaruhkan olehnya. Sedangkan Miranda menghela napas berat karena sudah bisa menebak kartu yang didapatkan oleh pria tersebut. Tentu saja Argon mendapat kartu yang bagus karena berani menaikkan taruhan.

Namun, Miranda sama sekali tidak gentar. Gadis itu memberi isyarat kepada Ursula yang duduk di sebelahnya untuk mengikuti alur permainan. Beruntung, ia membawa cukup banyak koin emas dari jatah bulanan Duke Guinan yang diam-diam ia simpan. Kini, sepuluh tumpuk koin chip juga dipertaruhkan di atas meja.

Derek menyajikan dua kartu berikutnya dan mulai membukanya; kartu As Sekop dan As Keriting. Tak lama, Miranda melempar dua kartu yang ada di tangan.

"Full house!" Derek berujar dengan suara meninggi saat melihat tiga kartu As dan dua kartu Keriting yang didapatkan oleh Miranda.

Dengan gerakan santai, Argon berganti melempar kartu di tangannya. Pria itu mendapatkan empat kartu As dan satu kartu King. Bibirnya menggelincirkan senyuman miring, "Four of a kind!"

Sesi pertama dimenangkan oleh Argon. Semua tumpukan chip koin yang bernilai belasan keping koin emas telah menjadi miliknya. Miranda kembali menghela napas panjang untuk menenangkan kemelut di hati. Gadis itu mencoba tidak mudah dijatuhkan oleh sebuah kekalahan. 'Ayo, Miranda! Kau tidak boleh menyerah.'

~~~