webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · ファンタジー
レビュー数が足りません
156 Chs

Tarung [Hukuman]

Rair, Thom, dan Asak berdiri di barisan paling depan. Wajah mereka disorot oleh kamera super kecil milik pembimbing Ya dan ditayangkan di layar hologram besar. Saat itu juga Asak berdoa akan turunnya badai, angin ribut, atau mungkin langsung saja tsunami sekalian.

Sungguh demi apapun Asak sangat malu, dia ingin sekali menghilang dari Sekolah Menengah Kosong saja kalau begini adanya. Tangan Asak berusaha menutupi wajahnya, dia ingin sekali menarik tudung jubahnya, tapi pembimbing Ya sudah memperingatkannya untuk tidak melakukan itu. Sedangkan Thom dan Rair masih saja berdebat perihal bau kaki, merebutkan siapa yang salah dan benar.

Pembimbing Ya mengusap wajahnya kasar, murid-muridnya tidak pernah membuat masalah, ah... tolong kecualikan Rair. Laki-laki yang kini sudah berumur itu benar-benar dibuat pusing bukan kepalang karena tingkah ajaib Rair. Pemuda dengan jubah kuning kotor itu terus saja mencari masalah, pembimbing Ya sudah sering memberi hukuman, tapi Rair tidak pernah jera.

"Lihatlah! Anak-anak nakal seperti mereka tidak patut dicontoh, dan saya tidak segan memberikan hukuman berat untuk seseorang yang terlambat di kelas pelajaran kosong!" pekik pembimbing Ya yang duduk di tabung dengan tutup tinggi itu.

Murid-murid yang berbaris rapih di seberang ketiga pemuda itu mulai berbisik, melempar pertanyaan dan pernyataan. Namun ada satu pemuda yang malah berdecak sebal, wajahnya amat frustasi melihat pemuda yang berada jauh di seberangnya.

"Rair, apa yang kamu lakukan kali ini, " desahnya sembari menarik tudung jubahnya.

Pembimbing Ya berteriak lagi, kebisingan yang tadi memenuhi arena kuning tiba-tiba lenyap tak bersisa. "Simpan suara kalian, jangan sampai suara kalian habis saat pertarungan Rair, Thom, dan Asak!"

Bola mata ketiga pemuda itu membesar, mulutnya juga terbuka seakan-akan mengundang lalat untuk masuk ke dalamnya. Asak dan Thom saling bertatapan, saling menggunakan teknik membaca mata untuk saling bertukar perasaan cemas dan jangan lupakan Thom yang memaki menyalahkan Asak saat sesi membaca mata.

Sedangkan Rair menatap ke arah depan, dua pasang mata saling berpandangan. Asak yang penasaran mengernyitkan dahi sembari melempar tatapan, dia hampir saja memukul wajah Thom karena mengahalau pemandangan.

"Apa yang Rair lakukan?" tanya Asak pelan, dia mendelik karena pemuda dengan jubah abu gelap itu terdiam, dan entah kenapa malah menatap kosong.

Pembimbing Ya kembali berteriak, mengambil semua atensi murid-murid yang masih saling berbisik. "Kalian mundur, buat lingkaran, naik dan duduk di tabung dengan tutup penonton, atau apalah itu! Cepat, saya tidak suka membuang waktu."

Tanpa bertanya ini dan itu, semua murid kecuali ketiga pemuda yang kini saling berjalan menjauh dan membuat sudut segitiga. Asak mengusap rambutnya kebelakang, dia tidak membiarkan satu helai surai pirangnya menutupi pandangan.

Ini memang bukan pertarungan hidup dan mati, tapi ketiga pemuda itu tidak mau babak belur sendiri dan harga diri mereka rusak karena kekalahan. Semua hanya perihal gengsi, kekalahan memang tidak pernah dimaafkan di kelas pelajaran kosong.

Pelajaran kosong adalah martabat bagi mereka yang berada di dalam Sekolah Menengah Kosong. Bahkan Asak yang dulunya tidak memiliki pemikiran bodoh itu, sekarang sangat menjunjung tinggi slogan itu.

Asak melempar pandangan ke arah Thom yang berada di sudut siku-siku, berniat ingin memakai teknik membaca mata. Namun Thom sudah dalam mode bertarungnya, dia berusaha untuk tidak goyah dan memberikan ijin masuk untuk teknik membaca mata.

Pemuda dengan jubah merah darah itu berdecak, ayolah... dia hanya ingin memberi peringatan kepada Thom untuk tidak terlalu serius tapi malah dikira akan mencuri strategi bertarung. Dengan berat hati Asak akan melakukan pertarungan ini dengan serius, dia tidak akan main-main.

Rair yang berada di samping Thom dengan jarak sejauh lima meter. Pemuda itu kini sibuk melihat ke arah deretan penonton yang duduk di tabung dengan tutup, matanya seperti mencari-cari sesuatu. Namun Asak yakin Rair tidak menemukan sesuatu itu karena pemuda dengan jubah kuning kotor berdecak sebal.

"Mulai!" teriak pembimbing Ya keras.

Tanpa basa-basi, Thom dan Rair langsung berlari ke arah Asak yang masih membenarkan kuda-kuda. Bum!Bum! Dua pukulan kosong menghantam tubuh Asak, mata pemuda itu membulat, mendelik marah kepada Rair dan Thom yang berapi-api.

"Apa kalian sekarang menjadi pasangan? Berniat menghabisi aku begitu!" pekik Asak sembari bergerak menghindar, dia juga melompat mundur kala Rair kembali melayangkan pukulan kosong.

Thom merengsek maju, kali ini dia tidak menghadap Asak, melainkan memunggungi pemuda dengan rambut pirang itu. Bum! Thom melepaskan pukulan kosong amat keras, membuat Rair terpelanting tiga meter ke belakang dan mencium lantai arena yang keras dan dingin.

Thom membalikkan tubuhnya, dia menatap datar ke arah Asak yang masih terdiam karena pukulan kosong milih Thom yang cukup keras tadi. Dengan cepat Thom kembali mengarahkan kepalan tangan kanannya ke depan. Bum! Pukulan kosong tepat sasaran.

Asak terpelanting ke belakang, dia berguling cukup jauh dan itu benar-benar membuat kepalanya pening. Tubuh Asak seperti orang terdampar, napasnya juga mirip dengan orang yang tersedak banyak air karena terlalu lama berenang di laut asin.

Langkah kaki berjalan mendekati Asak yang terkapar. Thom menundukkan tubuhnya, bertumpu dengan satu dengkulnya. Pemuda dengan jubah coklat itu menyeringai, dia meledek Asak yang masih mengatur napas dan mengembalikan tenaga untuk kembali membuat kuda-kuda.

"Aku adil, Asak. Dan aku tidak berniat berpasangan, -"

Bum! Ucapan Thom terputus karena pukulan kosong mencium punggungnya dari arah belakang. Tubuh Thom terlempar jauh, melewati Asak yang kini dengan cepat berdiri dan berlari ke arah lain untuk menyiapkan kuda-kuda.

"Aku sangat suka melihat cara berlarimu, Azmata, " ucap Rair, pelaku yang menyelamatkannya dari Thom.

Asak menatap mata coklat Rair, dan betapa terkejutnya dirinya saat melihat kilatan hijau. Itu kilatan yang sama seperti di pertarungan Rair dan Jejap, dan sampai sekarang Asak tidak tahu itu kilatan apa.

"Dan aku harap ayahmu akan berlarian seperti dirimu tadi." Rair menyeringai lebar, lalu kembali menampilkan wajah datar. "Ketakutan, panik, dan aku sangat menantikan momentum itu, Asak, " lanjutnya sembari terkekeh.

Asak hanya mampu mengernyitkan dahi, bingung ke arah mana pembicaraan Rair. Apa pemuda itu kenal ayahnya, ah... tapi siapa yang tidak kenal ayahnya Asak. Sang Azmata yang tersisa dan sangat mahir dalam segala hal.

"Omong kosong apa lagi, Rair? Kamu berniat mengecohku dengan pernyataan tak bermaknamu?" tanya Asak sembari bersiap-siap mengirim pukulan kosong karena Rair semakin mendekat.

Kepala Rair bergerak ke kanan dan ke kiri, helaian rambutnya ikut bergerak seirama. "Omong kosong? Ya, benar katamu, Asak. Namun saat omong kosongku terjadi, kamu adalah orang pertama yang menangis darah."