webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · ファンタジー
レビュー数が足りません
156 Chs

Sisi [Lain Hati]

Laten, pemuda berkacamata yang tidak memiliki kelebihan selain otak pintar. Dia lemah, pukulan kosong miliknya hanya mencapai angka tujuh. Namun ujian tulis Laten mencapai nilai tertinggi, yaitu genap empat puluh. Saat pengumuman ujian kemarin semua murid menatap iri Laten, berbisik jika pemuda dengan jubah merah bata itu melakukan kecurangan.

Asak mengenal Laten sebatas teman sekamar yang bisa bertukar pribadi dengan cepat, wajah ketus semalam dan senyum manis di hari selanjutnya. Laten selalu tersenyum manis, gigi rapih putih bersih melekat di wajahya. Pribadi buruknya muncul saat kepalsuan itu dilepas, dia lelah memakai topeng.

"Kamu ini kaum rendahan, tak pantas berada disini!" Jejap mendorong tubuh ringkih itu hingga menyentuh lantai besi yang dingin, kakinya berada di dada Laten dan menekan kuat. "Hanya golongan kasta tinggi yang boleh berada disini!"

Bukan hanya Laten yang berkasta rendah di Sekolah Menengah Kosong, banyak siswa lain termasuk Rair. Tetapi Laten lemah, dia menjadi sasaran empuk para serigala kelaparan. "Aku tidak sengaja menjatuhkan minumanmu, Jejap, " lirih Laten sembari mencoba menarik napas yang sesak.

Jejap melotot, dia semakin menekan dada Laten dengan ujung sepatu mahal milliknya. "Aku sama sekali tidak peduli, Laten. Siapa yang bertanya?" Jejap menoleh ke arah dua temannya yang mengangkat bahu. "Tidak ada."

Bum, Jejap mengirim pukulan kosong di depan wajah Laten. Kacamata milik Laten terlempar jauh, bingkainya tergores bebatuan dan kacanya pecah. Bum, sekali lagi pukulan itu menyapa perut Laten. Pemuda berbulu mata lentik itu terbatuk darah, kepalanya pening bukan main. Dia tertidur sembari menikmati sakit di seluruh tubuhnya.

Perundungan di Sekolah Menengah Kosong bukan lagi rahasia, publik sudah mengetahui itu. Namun apa boleh buat, di luar pelajaran kosong semua hanyalah permainan dengan hukum rimba. Sang singa akan menerkam kelinci lucu, mengoyak daging mereka dan menguliti mereka hingga bersih tak bertulang.

Suhu semakin rendah, Laten tersadar setelah tiga puluh menit pingsan. Dia bangkit, meringis saat merasaan luka mengering kembali mengeluarkan darah karena mengalami pergerakan. "Sialan!" umpat Laten pelan sembari menyambar jubahnya yang tergeletak di lantai besi gudang robot.

Laten kembali ke kamar asrama, dia langsung masuk tanpa berkata apapun. Asak yang melihat itu hanya tak acuh, dia sudah biasa melihat Laten pulang dengan jubah kusut dan tudung yang menutup seluruh wajahnya. Laten menjatuhkan diri ke ranjang keras, tertidur menghadap tembok, membelakangi Asak.

"Sepertinya ada yang janggal, " gumam Asak sembari menatap punggung lebar milik Laten.

Waktu berjalan cepat, Laten tidak menikmati tidurnya hingga rasanya dia baru saja berbaring tetapi langit kembali cerah. "Bangunkan? Tidak?" tanya Laten kepada didirnya sendiri, dia bingung harus membangunkan teman sekamarnya atau tidak.

Laten melihat wajah tenang Asak, pemuda dengan surai pirang itu terlelap dengan kantung mata menggelap. "Tidak usah, dia lelah karena belajar semalam." Mata Laten memang terpejam, tubuhnya tidak bergerak, tetapi dia bisa mendengar Asak mengumpat dan berbicara sendiri kepada tali penunjuk.

"Aku lapar, " ucapnya sembari memegang perut yang berbunyi keras. Dari sore hari kemarin Laten meninggalkan makanannya karena dia menjadi pesuruh Jejap, diperintah mengambil makanan di gedung konsumsi sebelah barat sedangkan kelas mereka ada di sebelah timur.

Laten mengendap-endap memasuki gedung konsumsi, robot-robot pembersih sedang berkeliaran mengitari ruangan yang besarnya dua kali lapangan sepak bola. "Bisa aku ambil makanan sekarang, aku ada kelas pagi, " ucap Laten kepada mesin hologram di hadapannya.

Mesin itu menampilkan kata boleh, Laten lantas bersorak dalam hati dan langsung mengambil balok makanan yang sudah tersedia di kubus pemberhentian. Robot-robot baru saja bekerja, balok makanan akan diantarkan dengan conveyor belt seperti di restoran sushi dan berhenti di kubus pemberhentian.

Balok makanan hanya bisa diambil tiga kali, saat kalian sudah mengambil kotak makanan maka secara otomatis akan tercatat di tali penunjuk yang akan memberi info tersebut ke robot gedung konsumsi. Menunya selalu sama, pagi ini Laten mendapatnya roti lapis berisi selai jeruk.

"Makanan apa ini?" Laten hampir saja memuntahkan makanannya, tapi dia terlalu lapar untuk melakukan itu. "Lebih penting perut puas." Laten melempar kotak makanan ke tabung pembuangan, tabung itu akan secara otomatis menghancurkan sampah dan mendaur ulang serpihan sampah menjadi kotak kembali. Sungguh canggih.

Laten melompat ke cangkir, dirinya terkejut saat melihat Asak duduk di tabung dengan tutup sendirian di dalam cangkir. "Kamu mengagetkan aku, Asak." Laten mengusap dadanya sembari mendudukkan diri di tabung dengan tutup tepat bersebrang dengan Asak.

"Tidak membangunkanku dan makan lebih awal?" tanya Asak sembari menatap tali penunjuk, dia tidak melihat Laten yang memasang wajah kaget karena ketahuan. "Pulang ke kamar seperti korban tanah longsor, jubah compang-camping, dan sebagainya. Anak kecil juga bisa menyimpulkan jika kau tengah dirundung, lain kali serahkan jubahmu kepadaku, Laten. Mungkin mesin terbaru buatanku bisa memperbaikinya."

Asak mengangkat kepalanya, tersenyum tipis kepada Laten yang kini hampir menangis terharu. Asak sebenarnya tidak peduli dengan Laten, namun entah mengapa hatinya menyuruh dirinya untuk membantu pemuda tesmak itu. Asak bukanlah pemuda yang suka mencampuri urusan orang lain, namun iba yang ditanam oleh ibunya berkata lain.

Kita tidak bisa menyimpulkan sekolah itu buruk hanya karena ada segelintir murid yang melakukan aksi perundungan, jangan menyamaratakan. Mungkin kalian hanya belum bertemu dengan murid baik, nanti kalian akan menemukannya.

Asak tidak bisa selalu berada di dekat Laten karena mereka tidak selalu berada di dalam kelas yang sama, kecuali pelajaran kosong dan kelas sejarah dan masa depan. Ini dikarenakan Laten mengambil pelajaran minat yang berbeda dari Asak, dia mengambil matematika, ilmu alam, sejarah dan masa depan. Sedangkan Asak mengambil sejarah dan masa depan, rancang robot, dan fisika.

Kalian hanya boleh mengambil tiga pelajaran minat, sisanya adalah pelajar produktif yaitu pelajaran kosong. Dan paling sialnya adalah Jejap memilih pelajaran minat yang sama dengan Laten, habis sudah Laten setiap hari menjadi bahan rundungan di setiap harinya.

"Laten! Ambilkan balok makan!" teriak Jejap diiringi tawa dari kedua temannya, Laten hanya bisa mengangguk lemah dan berjalan menuruni tangga. Ruangan kelas mereka seperti terasering, itu memungkinkan untuk menampung lebih banyak murid daripada ruang kelas yang datar.

Laten mengambil empat balok makanan dari kubus pemberhentian, membawanya kembali ke kelas. Namun lagi-lagi kesialan menimpa Laten, dia tergelincir dan jatuh. Semu makanan keluar dari kotaknya, berhamburan dan sudah pasti tidak layak untuk dimakan.

"Laten!" teriak Jejap sembari menuruni tangga, dia menarik jubah merah bata miliki Laten. "Dasar tidak becus!" Jejap memberi medorong tubuh itu ke pilar ujung kelas, mengikat tubuh itu dengan tali. "Panggil semua anak kelas, kita akan mengadakan sayembara kali ini, " ucap Jejap dengan seringai jahat.

Mata Laten melotot, tubuhnya menyentak-nyentak saat seratus orang berkerumun memandanginya. Dia ingin teriak, namun anak buah Jejap sudah menutup mulut Laten dengan dasi seragam. Jejap berdiri di depan Laten, menghadap ke kerumunan.

"Barang siapa yang memukul hingga kaum rendahan ini pingsan, aku akan mengirimi lima ribu pole." Semua murid disana meremas kepalan, tersenyum sembari menjilat bibir karena tawaran yang diberikan Jejap sungguh menggiurkan.

Pole adalah satuan uang di Negara Dikara, dengan seribu pole kalian bisa mendapatnya mangkuk terbang berkapasitas dua orang. Kalau lima ribu, kalian bisa mengkalikannya sendiri. Laten meneguk ludahnya, bibirnya memucat. Apakah hari ini dia akan mati ditangan murid berkepala kosong seperti orang-orang di hadapannya, Laten memohon kepada langit agar menurunkan malaikat untuknya.

Entah apa salah Laten hingga semua orang membencinya. Sorot lembutnya membuat sekitar muak, saura lembutnya menggetarkan amarah, padahal kata mendingan ibunya Laten adalah anak yang manis. Tapi itu hanya kata sang ibu, selebihnya orang beranggapan berbeda.

"Mulai dari sekarang."